Langsung ke konten utama

Ngaji Ayo Ngaji (1)




Woks

Saya sangat senang ketika melihat masih banyak anak-anak ngaji, mondar-mandir di antara masjid mushola. Di zaman yang sudah makin modern dan memperturutkan rasio ngaji barangkali bukan menjadi pilihan apalagi jika berhadapan dengan hal-hal pragmatis. Ngaji bagi sebagian orang masih dianggap sebelah mata padahal dari ngajilah esok menjadi wasilah keselamatan.

Bu Nyai Nita Yuliana, pengasuh kami di pondok PPHS sangat menyayangkan kepada mereka para orang tua yang mendidik anaknya dengan tidak serius. Mereka cenderung acuh terhadap pendidikan ngaji (qur'an, kitab, akhlak) bahkan sering dibiarkan main dan memburu kesenangan lainya. Padahal nanti jika orang tuanya sudah meninggal barangkali do'a anak adalah yang utama. Akan tetapi jika sudah sering dibiarkan dan tidak tegas maka apa yang mau diharapkan.

Salah satu fungsi ngaji adalah penyeimbang di tengah gempuran modernitas. Selain sebagai sangu hidup ngaji adalah senjata zaman yang ampun sekalipun waktu silih berganti. Dengan mengaji berarti kita telah mengamankan satu tiket menuju masa depan. Bahkan saking pentingnya ngaji orang tua sepuh yang mau meninggal dunia masih perlu dituntun untuk melafazkan kalimat thayyibah dan hal itu merupakan ngaji.

Pada akhirnya nanti ngaji dibagi menjadi dua; pertama ngaji syariat yang terdiri dari ngaji pada umumnya menggunakan kitab, buku, Qur'an dll. Sedangkan kedua, ngaji hakikat memasuki dimensi ngaji diri dan ngaji kedua ini sangat luas serta membutuhkan guru khusus. Baik ngaji syariat maupun ngaji hakikat sejatinya sama yaitu mendidik manusia agar menjadi pribadi yang berkualitas, pribadi yang berilmu serta arif terhadap perubahan zaman.

Zaman sekarang ngaji Qur'an, akhlak dan fikih sangat penting untuk anak-anak. Karena dengan ngaji tersebut anak akan mendapat bekal kelak untuk mereka dewasa. Jika anak-anak sudah tidak mau mengaji lantas bagaimana dengan masa depannya. Dulu atau sekarang ngaji memang mengalami tantangannya tersendiri. Ngaji selalu mengalami pasang surut dan tidak semua orang menganggap aktivitas ini penting.

Jika anak dulu ngaji dengan gegap gempita walaupun penerangan dan sarana belum memadai sedangkan ngaji di era kekinian akan berhadapan dengan godaan kemapanan, teknologi dan media sosial. Di sinilah tantangan kita untuk terus mengaji tanpa henti. Memposisikan ngaji sebagai kebutuhan ruhani adalah bagian dari menjaga diri dari pergaulan bebas yang tak terkendali.

the woks institute l rumah peradaban 25/2/22




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bocil FF Belajar Ziarah

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya berkesempatan kembali untuk mengunjungi Maqbarah Tebuireng. Dari banyak pertemuan saya ziarah ke sana ada pemandangan berbeda kali ini. Saya melihat rombongan peziarah yang tak biasa yaitu anak-anak TK atau RA. Pemandangan indah itu membuat saya bergumam dalam hati, "Kalau ini mah bukan bocil kematian tapi bocil luar biasa, sholeh sholehah". Sebagai seorang sarjana kuburan (sarkub) dan pengamat ziarah tentu saya merasa senang dengan pemandangan tersebut. Entah bagaimana yang jelas para bocil berziarah adalah sesuatu yang unik. Jika selama ini dominasi peziarah adalah orang dewasa maka zairin bocil FF adalah angin segar khususnya bagi keberagamaan. Lebih lagi bagi jamiyyah NU yang selama ini setia dengan tradisi ziarah kubur. Saya melihat seperti ada trend baru terkhusus bagi peziarah di kalangan siswa sekolah. Jika santri di pesantren ziarah itu hal biasa. Tapi kini siswa sekolah pun turut andil dalam tradisi kirim doa dan ingat mati itu. Wa...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 II

Woko Utoro Dalam setiap perlombaan apapun itu pasti ada komentar atau catatan khusus dari dewan juri. Tak terkecuali dalam perlombaan menulis dan catatan tersebut dalam rangka merawat kembali motivasi, memberi support dan mendorong untuk belajar serta jangan berpuas diri.  Adapun catatan dalam perlombaan esai Milad Formasik 14 ini yaitu : Secara global tulisan mayoritas peserta itu sudah bagus. Hanya saja ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Terutama soal ketentuan yang ditetapkan oleh panitia. Rerata peserta mungkin lupa atau saking exited nya sampai ada beberapa yang typo atau kurang memperhatikan tanda baca, paragraf yang gemuk, penggunaan rujukan yang kurang tepat dll. Ada yang menggunakan doble rujukan sama seperti ibid dan op. cit dll.  Ada juga yang setiap paragrafnya langsung berisi "dapat diambil kesimpulan". Kata-kata kesimpulan lebih baik dihindari kecuali menjadi bagian akhir tulisan. Selanjutnya ada juga yang antar paragraf nya kurang sinkron. Se...

Catatan Lomba Esai Milad Formasik ke-14 I

Woko Utoro Senang dan bahagia saya kembali diminta menjadi juri dalam perlombaan esai. Kebetulan lomba esai tersebut dalam rangka menyambut Milad Formasik ke-14 tahun. Waktu memang bergulir begitu cepat tapi inovasi, kreasi dan produktivitas harus juga dilestarikan. Maka lomba esai ini merupakan tradisi akademik yang perlu terus dijaga nyala apinya.  Perasaan senang saya tentu ada banyak hal yang melatarbelakangi. Setidaknya selain jumlah peserta yang makin meningkat juga tak kalah kerennya tulisan mereka begitu progresif. Saya tentu antusias untuk menilainya walaupun disergap kebingungan karena terlalu banyak tulisan yang bagus. Setidaknya hal tersebut membuat dahaga ekspektasi saya terobati. Karena dulu saat saya masih kuliah mencari esais itu tidak mudah. Dulu para esais mengikuti lomba masih terhitung jari bahkan membuat acara lomba esai saja belum bisa terlaksana. Baru di era ini kegiatan lomba esai terselenggara dengan baik.  Mungkin ke depannya lomba kepenul...