Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2023

Tentang Cinta dan Pengorbanan

Woko Utoro Jika kita membaca kembali sejarah disyariatkannya kurban seraya bertanya apakah ada manusia seperti Nabi Ibrahim di zaman ini? Sepertinya sangat langka atau bahkan tidak ada. Pasalnya apa yang dilakukan Nabi Ibrahim sudah di luar kendali manusia. Akan tetapi soal perasaan Nabi Ibrahim yang diperintah menyembelih putranya Ismail juga sama halnya seperti hamba biasa. Nabi Ibrahim tentu memiliki sisi basyariah sama seperti manusia pada umumnya. Akan tetapi karena kemantapan iman, keteguhan prinsip dan kelapangan jiwanya beliau melaksanakan perintah tersebut dengan tulus. Nabi Ibrahim lulus sebagai salah seorang utusan Tuhan hingga masuk kategori ulul azmi. Secara psikologis pengorbanan Nabi Ibrahim memang berada di level tingkat tinggi. Betapa tidak, beliau seorang lelaki, seorang ayah yang lama mendamba kehadiran anak. Ketika menunggu lama beliau berproses bahkan harus melewati dua orang perempuan yaitu Sayyidah Sarah dan Sayyidah Hajar. Ketika dalam proses panjang itu Nabi Ib

Memahami Spirit Hari Arafah

Woko Utoro Alangkah bahagianya orang yang diberi kesempatan berhaji. Haji adalah penyempurna dari rukun Islam. Karena tidak setiap orang ditakdirkan untuk melaksanakan rukun Islam ke-5 tersebut. Akan tetapi kebahagiaan tersebut juga tertular bagi mereka yang belum bisa berhaji. Allah SWT memang selalu memiliki caranya sendiri bagaimana mengapresiasi hambanya. Salah satu kebahagiaan di bulan Dzulhijjah ini adalah kesunatan melaksanakan puasa tarwiyah dan arafah. Seperti yang mahsyur diketahui bahwa siapa saja mampu melaksanakan puasa tarwiyah dan arafah maka berhak baginya penghapusan dosa sebelum dan sesudahnya hingga tahun mendatang. Islam itu memang agama istimewa. Saking istimewa selalu menyediakan fasilitas berupa pahala dan pengampunan dosa. Fasilitas tersebut terdapat dalam tiap bulan bahkan setiap hari. Salah satu yang dapat kita pelajari keistimewaannya adalah di hari arafah. Hari arafah seperti jamak diketahui adalah hari ke-9 dalam penanggalan Dzulhijjah. Arafah merupakan sal

Berkunjung ke Museum Wajakensis Tulungagung

Woko Utoro Bicara homo Wajakensis pernah suatu ketika saya menyinggungnya. Kini saya singgung kembali dan menjadi topik utama. Ya, Wajakensis adalah satu dari sekian hal mengapa saya bisa terdampar di kota Marmer ini. Sekitar tahun 2015 ketika saya di rumah dan hendak ke Tulungagung, istilah Wajakensis sudah familiar diketahui. Istilah itu sudah hidup sejak saya duduk di bangku kelas 4 SD. Hingga kisah berlanjut saya tahu Wajakensis berada di Tulungagung, tempat saya menimba ilmu. Wajakensis adalah salah satu spesies homo Sapiens yang pernah ditemukan dalam sejarah manusia purba di Indonesia. Spesies tersebut ditemukan di sekitar pegunungan marmer di Wajak hingga Besole Campurdarat Tulungagung. Fosil homo Wajakensis yang diperkirakan hidup 40.000 tahun tersebut ditemukan oleh B. D. van Rietschoten pada 1889 dan dilanjutkan penelitiannya oleh Eugene Dubois. Homo Wajak tentu menjadi pengetahuan tentang manusia purba selain yang berada di Sangiran Ngawi, Soloensis, Mojokertensis maupun Be

Budayakan Baca dan Tradisikan Menulis

Oleh : Woko Utoro Pasca lulus kuliah apa yang dapat dibanggakan? Seorang teman menggoda saya dengan pertanyaan tersebut. Lantas dia menjawabnya sendiri bahwa satu-satunya hal yang dapat dibanggakan dari bilik kampus adalah kemampuan baca tulis. Alasannya sederhana bahwa dunia kampus tak pernah jauh dari aktivitas membaca dan menulis. Bahkan mayoritas tugas perkuliahan tak lain merupakan tulisan. Saat ini jika kita menggantungkan pengetahuan pada toko buku, faktanya banyak toko buku gulung tikar. Jika kita berpedoman pada perpustakaan, nyatanya perpustakaan kini semakin lesu. Bahkan ada anekdot perpustakaan adalah tempat tersunyi kedua setelah kuburan. Jika kita berharap pada kampus, sudah terbukti dunia kelas tersebut tak bisa diandalkan. Apa yang didapat di ruang kelas memang tidak selalu memuaskan kecuali membaca yang jadi budaya dan menulis yang tertradisikan. Soal baca tulis berarti berkaitan dengan diri sendiri atau bisa dikatakan minat. Setelah minat lalu jadilah hobi. Setelah ho

Manhaj Ploso

Woko Utoro Pesantren hingga hari ini masih menjadi lembaga tafaquh fiddin yang setia terhadap isu-isu kebangsaan. Bahkan pesantren tidak hanya sekadar menyelenggarakan kajian kitab turats melainkan menjadi lembaga yang konkrit mengawal keutuhan bangsa. Pesantren selalu hadir sejak dulu hingga kini. Salah satu hal menarik dari lembaga pendidikan pesantren adalah soal manhaj nya. Dalam tulisan ini saya menyuguhkan satu dari ribuan pesantren di Indonesia yang masih eksis dan melahirkan banyak alumni. Pesantren tersebut adalah Al Falah Ploso Mojo Kediri. Kendati di sekitar Ploso banyak pondok akan tetapi yang paling terkenal adalah pondok Ploso. Menariknya di pondok ini adalah terkait manhaj belajar terutama tertanam pada alumninya yaitu terkumpul dalam IMMAP. Mungkin IMMAP sama dengan perkumpulan pondok pesantren lain seperti HIMASAL, IKAPMAM, HIMTABU, IKAPETE, HAMIDA dll. Akan tetapi pondok Ploso seperti memiliki ciri khas tersendiri. Di Ploso yang saya ketahui memiliki motto belajar, &

Gus Iqdam dan Anak-anak

Foto tersebut saya ambil ketika sowan beliau beberapa waktu lalu. Woko Utoro Jika kita bagian dari jamaah pengajian Gus Iqdam pasti tahu metode dakwah beliau. Gaya dakwah Gus Iqdam per hari ini memang tengah menjadi sorotan. Pasalnya kiai muda pimpinan Majelis Ta'lim Sabilu Taubah tersebut menerapkan metode dakwah yang luwes, riang gembira dan mudah diterima kalangan awam. Salah satu metode dakwahnya yang menarik adalah nyangoni anak-anak kecil. Memberi angpao atau mecingi bahasa Jawa ngapaknya juga dapat diartikan memberi uang secara cuma-cuma. Gus Iqdam melakukan hal itu hanya untuk anak-anak usia SD ke bawah. Ilustrasi lengkapnya adalah ketika di tengah-tengah pengajian Gus Iqdam selalu mengajak jama'ahnya bershalawat. Setelah tiba di syair sholawat Alamate Anak Sholeh maka biasanya beliau meminta Banser dan panitia membuka jalan. Tujuannya agar anak-anak kecil bisa berbaris rapi ke depan panggung. Ketika sudah rapi anak-anak secara bergiliran akan diberikan sejumlah uang.

Rihlah 3 Wali

Woko Utoro Pagi itu saya langsung tancap gas menuju rumah Kak As di Padangan Ngantru. Dengan penuh semangat saya tiba di sana dan Kak As masih mengurusi tanaman cabainya. Saya pun singgah sejenak di masjid sekitar untuk berwudhu dan berkirim fatihah untuk sesepuh masjid. Setelah itu barulah saya dijamu oleh Kak As secangkir kopi plus gorengan hangat. Sebelum berangkat kami sarapan terlebih dahulu dengan menu sayur kara dibalut mie goreng nan menggugah selera. Agenda kita di hari Minggu tersebut adalah ziarah ke maqbarah Tebuireng Jombang. Agenda tersebut sudah sekitar satu minggu kita persiapkan. Kak As sengaja ke sana karena ingin berziarah ke muallif Amtsilati Tasyrifiyah yaitu KH Ma'sum bin Ali yang tak lain adalah suami dari Nyai Khoiriyah Hasyim Asy'ari. Jika saya pribadi memang sejak lama ingin ke Jombang dan ziarah ke Hadratus Syeikh KH Hasyim Asy'ari. Perjalanan kali ini kami menaiki motor milik Kak As. Dengan kecepatan sedang kami melaju melewati Kediri, Papar, Pur

Hati Suhita : Kisah Dinginnya Seorang Lelaki

Woko Utoro Rerata para pembaca dan penonton Suhita menyebutkan bahwa novel karya Ning Khilma Anis tersebut berkisah tentang perempuan yang berjuang mendapatkan cinta suaminya. Mayoritas sudut pandang tersebut benar dan memang selalu dipakai oleh perempuan bahkan penulis serta pemain filmnya. Mungkin saya berbeda dalam menikmati Suhita. Saya mencoba melihat novel Suhita dari sisi Gus Birru bukan karena saya laki-laki melainkan pada sudut yang berbeda. Menurut saya Suhita adalah novel yang berkisah tentang seorang lelaki putra tunggal pewaris pesantren yang bersikap dingin karena terbentur sistem perjodohan. Sikap dinginnya menjalar sampai mereka berstatus suami istri bersama Alina Suhita yang tak lain lakon utama dalam novel tentu versi mayoritas. Saya yakin banyak perempuan merasa kecewa dengan sikap Gus Birru yang ternyata menitis hampir ke setiap lelaki, beku, tidak peka, tidak peduli dll. Walaupun rumus utama dalam menilai lelaki atau perempuan adalah : tidak semua lelaki/perempuan

Perbukuan dan Kemanusiaan

Woko Utoro Beberapa waktu lalu kita dikejutkan dengan tragedi kemanusiaan di India. Sekitar 288 jiwa meninggal karena kecelakaan kereta api. Tentu walaupun berita tersebut bukan di Indonesia akan tetapi pilunya sampai ke sini. Bagaimanapun juga tragedi kemanusiaan selalu meninggalkan duka mendalam khususnya bagi keluarga korban dan pengampu kebijakan. Sedih karena ditinggalkan orang tercinta sekaligus terpukul mengapa tragedi nahas tersebut mengapa terjadi. Di Indonesia pada 23 Mei 2023 toko buku legendaris di Jakarta yaitu Gunung Agung gulung tikar. Gunung Agung mengikuti toko buku lain yang lebih dulu pamit seperti Toga Mas dan Salemba bahkan perusahaan jamu Nyonya Meneer pun tak kuasa menahan kerasnya perubahan zaman. Toko buku yang beroperasi hampir 70 tahun sejak didirikan pada 1953 oleh Tjio Wie Tay atau Haji Masagung telah berkontribusi khususnya bagi dunia literatur Indonesia. Cabang yang berada hampir di seluruh kota besar Indonesia mau tidak mau harus ditutup semua. Gunung Ag

Imajinasi dan Seni Menulis

Woko Utoro Siapa bilang imajinasi hanya dipakai dalam tulisan fiksi. Nyatanya jenre tulisan apapun membutuhkan sentuhan imajinasi. Walaupun memang imajinasi identik dengan tulisan fiksi namun perlu diakui bahwa tulisan non fiksi pun memerlukan percikan imajinasi. Tentu imajinasi dalam tulisan non fiksi masuk pada kadar keseluruhan melainkan soal struktur dan kreativitas. Kadang ketika kita bertanya apa kendala utama orang menulis. Rerata jawabannya adalah soal inspirasi dan imajinasi. Mereka yang miskin bacaan akan berkata bahwa imajinasi tak pernah ditemukan. Mereka yang minim pengalaman akan mengatakan imajinasi tak pernah dilahirkan. Atau memang seperti apa bentuk operasionalnya. Padahal inspirasi dan imajinasi hidup begitu dekat di sekitar kita. Kita hanya perlu untuk terus belajar dan mengakrabinya hingga menjadi tulisan. Sri Malela Mahargasarie seorang tokoh seniman desain dan visual memberikan gambaran tentang bagaimana seseorang perlu untuk mengeksplorasi pikirannya dalam hal a

Membingkai Imajinasi Dalam Novel

Woko Utoro Ngaji Literasi edisi ke-8 yang dihelat oleh SPK kali ini begitu menarik. Pasalnya ngaji literasi kali ini membincang buku berjenre fiksi yaitu novel Anak Angkot . Pembahasan yang sangat langka karena sebelumnya ngaji literasi selalu membedah buku berjenre non fiksi. Novel buah karya Muhammad Mustofa Ludfi tersebut sangat layak untuk diperbincangkan. Bib Ludfi sapaan akrabnya memang piawai dalam merangkai cerita. Proses kreatif Bib Ludfi sebenarnya memang cenderung dekat ke sastra utamanya cerpen dan novel. Karena bagaimanapun juga hal itu dipengaruhi terhadap minat dan bakat seni. Menurut Sri Malela Mahargasarie seni adalah minat itu sendiri. Artinya orang bisa belajar seni dan itu disebut teknis. Akan tetapi jika soal imajinasi, rasa dan penghayatan itu soal bakat yang dibentuk oleh rangkaian minat. Sebenarnya untuk berkesenian seseorang tidak perlu masuk dalam sistem pendidikan formal melainkan otodidak juga bisa dan itulah sedikit yang dilakukan Bib Ludfi. Secara jujur Bi

Makanan : Pola dan Dinamikanya

Woko Utoro Masih membincang makanan khususnya di dunia santri. Jika anda seorang santri pasti akan sangat paham ke mana arah tulisan ini. Yang jelas santri tak akan berjauhan dengan cara makan dan cara memperolehnya. Makan ala santri tentu selalu bersama. Kadang satu nampan dikeroyok orang banyak bahkan di atas selembar daun. Tentu makan cara bersama-sama akan selalu terasa nikmat walaupun lauk pauknya sederhana. Dulu era santri lawas untuk cari makan sangatlah susah. Mereka harus berjuang mencari kayu bakar atau menanam umbi-umbian demi bertahan hidup. Makan sederhana sambil terus berusaha mengaji. Tentu hal tersebut tidak mudah atau dalam dunia santri dikenal dengan tirakat. Maka tidak aneh jiwa santri lawas memiliki tradisi tarkul tho'am atau menyedikitkan makan. Jika kita membaca Ta'lim Muta'alim bi Thariqit Ta'alum maka akan didapati bahwa makan itu jangan berlebihan karena bisa membuat ngantuk, hingga malas. Jika konteks dulu menghindari makan roti kering, anggur

Makanan : Cinta dan Kepuasan

Woko Utoro Bicara tentang makanan tentu sangat unik jika objeknya adalah santri. Ya, makanan tidak bisa lepas dari kehidupan kita sehari-hari. Karena setiap orang butuh makan maka aktivitas satu ini menjadi kebutuhan. Akan tetapi makanan hanya sebatas keinginan jika seseorang memiliki banyak uang. Biasanya psikologis orang banyak uang adalah memiliki kecenderungan untuk membeli. Bahkan membeli sesuatu yang sebenarnya bukan menjadi komoditas utama. Soal makanan tentu kita belajar dari banyak hal termasuk pada guru-guru. Misalnya pesan-pesan keluhuran tentang makanan datang dari Buya Hamka. Kata beliau hidup itu bukan untuk makan tapi ibadah. Karena hidup yang berorientasi makan tak ada bedanya dengan kera di hutan. Jika orientasi hidup sekadar kerja tak ada bedanya dengan babi di hutan. Maka perbedaan kita adalah ibadah dan memang manusia adalah mahluk berakal. Selanjutnya dawuh Gus Baha bahwa untuk bahagia tidak usah menunggu memiliki Alphard (mobil mewah) atau dengan maksiat. Bahagia

Daya Magis Mahalul Qiyam

Woko Utoro Mahalul Qiyam atau orang Jawa menyebutnya srakal adalah syair puncak yang dibacakan dalam penutup maulid nabi. Syair tersebut tentu bagian paling sakral dalam rangkaian pembacaan maulid nabi. Sakralitas mahalul qiyam dibuktikan dengan sikap berdiri ketika kita mendengar pujian tersebut. Orang Jawa menyebut srakal berasal dari kata pertama mahalul qiyam yaitu ﺃَﺷﺮَﻕَ ﺍﻟﺒَﺪْﺭُ ﻋَﻠَﻴْﻨَﺎ. Kata tersebut hampir dijumpai dalam ragam kitab maulid. Kitab maulid paling mashur tentu Al Barzanji, Diba' dan saat ini ada Simtudurror dan Dhiyaullmi'. Kata guru saya Ustadz Zakaria ibnu Tasari bahwa srakal berasal dari nama orang yaitu Asrokol. Dia adalah orang dengan kulit hitam yang suatu hari pernah ditantang oleh masyarakat untuk mengaji. Singkat kisah ia yang tidak bisa mengaji itu jatuh pingsan. Seketika terjaga lalu ia bangkit dan berdiri seraya mengucapkan, "Ya nabi salam alaika, ya rasul salam alaika". Dari peristiwa itulah masyarakat menyebutnya asrokol atau sra