Langsung ke konten utama

Review Buku Perang Dalam Diri Manusia karya Erich Fromm




Woks

Erich Fromm menuliskan bukunya dengan begitu apik. Kendati oleh beberapa ahli iya disanksikan terpengaruh dari karya Freud tentang eros dan tanatos atau bahkan teorinya tidak lebih baik instinc kematian itu. Akan tetapi setidaknya Fromm telah membuka jalan baru mengenai akar kehancuran perspektif psikologi.

Buku yang berjudul asli War Within Man: A Psychological Enquiry Into The Roots of Destructiveness A Study and Commentary in the Beyond Deterrence Series terbit pertama pada 1963 di Philadelphia. Fromm membuka tulisanya dengan pernyataan bahwa dalam diri manusia terdapat watak seperti domba yang penurut dan serigala yang memangsa. Hal itu percis dalam gambaran Thomas Hobbes, "homo homini lupus" bahwa manusia adalah serigala bagi manusia lainya. hlm. 9.

Menurut Fromm akar kehancuran manusia secara psikologis adalah karena alasan mulia atau dalam bahasa Freud defense mecanism. Di sisi lain manusia menganggap bahwa kekerasan diperbolehkan karena alasan tugas suci. hlm. 10. Sikap itulah yang lebih jauh dimaknai sebagai kenikmatan. Sehingga tidak aneh jika ada orang yang brutal dengan nyawa orang lain seperti halnya Hitler. Hal itulah yang menurut Fromm sebagai potensi sekunder dan selalu bertolak belakang dengan potensi lainya.

Potensi membunuh sering diistilahkan dengan nekrofilia sedangkan kebalikannya yaitu potensi hidup adalah biofilia. Nekrofil adalah orang yang tertarik pada mati, mayat, bau busuk, feses dan suka bicara tentang sakit, penguburan, dan kematian. Ciri-ciri orang dengan sakit nekrofil adalah karena sikapnya yang dalam bahasa Simone Weil kekuatan untuk mengubah manusia menjadi mayat. hlm 17.

Rasanya mengerikan memang akan tetapi apakah nekrofilia sama dengan sadisme. Nyatanya kedua istilah itu sedikit berbeda. Jika nekrofilia adalah kecenderungan menikmati proses pembunuhan yang menjadikanya mayat sedangkan sadisme lebih kepada proses penyiksaan sekalipun ia sudah jadi mayat. Dalam hal ini sadisme menyukai manusia menjadi sebuah benda yang dipukul, dibanting, dipotong, disayat dll.

Sedangkan lawan dari ke-ngerian itu adalah biofilia atau cinta pada kehidupan. Biofilia terwujud atas hasrat produktif, proses jasmani dalam emosi seseorang. Ciri-ciri orang biofil tentu mereka lebih senang membangun daripada menguasai, mampu berpikir dan mencari sesuatu yang baru daripada nyaman akan kemapanan, mencintai petualangan daripada kepastian, pendekatannya lebih kepada fungsional esensial daripada mekanik, melihat secara menyeluruh daripada parsial dll. Orang-orang biofil pasti akan menggunakan nuraninya atau dalam bahasa Spinoza adalah moral ethic. hlm. 26.

Buku yang terdiri dari 3 bagian itu juga dilengkapi ulasan-ulasan serta komentar dan tanggapan dari penulis sendiri. Salah satu komentar menarik datang dari Hans J. Morgenthau dan Paul Tillich bahwa perang atau kehancuran jangan dipahami secara psikologis, ia cukup sebagai fenomena politik. Atau karena perjumpaan struktur kekuasaan, agen sejarah dan dinamikanya. hlm. 85.

Menurut saya membaca buku ini kita menjadi terbuka bahwa apa yang disuguhkan Fromm sangatlah kontekstual. Salah satu hal menarik dari diskursus kehancuran dalam diri, Fromm telah menelaah lebih jauh bahwa ada yang mengerikan ke depanya yaitu peperangan nuklir menjadi senjata negara adikuasa dalam mempertahankan eksistensinya. Mungkin tidak hanya nuklir saat ini alasan penguasaan itu berkaitan dengan teknologi atau psy war.

Judul : Perang Dalam Diri Manusia
Penulis : Erich Fromm
Penerbit : IRCiSoD
Cetakan : Pertama, Juni 2020
Halaman : 104 hlm
ISBN : 9786237378495

the woks institute l rumah peradaban 21/12/21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde