Langsung ke konten utama

Warung nDaska

              (Sumber gambar internet)

Woks

Sudah familiar di telinga kita setiap bulan puasa tidak semua orang berpuasa. Artinya masih ada warung atau toko yang buka. Warung yang menyediakan segala macam makananya tidak bisa dibilang buruk. Justru kehadiran mereka adalah seni menyeimbangkan kehidupan. Kita tau bahwa tidak semua orang itu berpuasa karena barangkali ada saudara yang sedang sakit, atau anak kecil, orang tua renta, perempuan yang nifas dan memang membutuhkan makanan. Andai warung-warung itu berpuasa niscaya roda ekonomi pun berhenti berputar.

Warung makan yang tetap beroperasi selama bulan ramadhan biasa kami menyebutnya ndaska alias "ndase langka". Artinya warung yang buka dengan tutup kain panjang di sekitar gerobaknya sehingga yang terlihat hanya kaki pelangganya saja. Sebenarnya warung ndaska hanya kiasan bahwa tidak semua orang berpuasa, makna lainya demi menghormati yang puasa si pemilik warung akan menutupi warungnya dengan penutup. Walau begitu kita masih senang karena masyarakat masih toleran dan saling menghormati. Penghormatan tersebut tentu harus harmonis antar orang puasa dan tidak. Yang terpenting jangan menghakimi satu sama lain cuma karena berbeda pandangan. Pasti mereka punya alasan tersendiri dengan apa yang mereka lakukan.

Terkait warung tersebut saya pernah dicritani oleh teman saya yang kerja di warung makan sekaligus menyediakan kopi. Kejadianya siang hari dan kira-kira dialognya seperti ini, 
Pelanggan: "Mas kok sampean mau membuatkan kopi sedangkan sampen sedang puasa ramadhan?"
Penjual: "Nggeh tidak apa-apa mas, aman".
Pelanggan: "Maksudnya gmana mas? tanda tak puas dengan jawaban teman saya.
Lalu teman saya pun menjawab, "mas puasa itu dimensi individual. Jadi puasa itu adalah ibadahku kata Allah, sehingga jika sampean tidak puasa sedangkan sampean masih percaya bahwa Allah itu Tuhan, maka siapkan saja 1000 alasan saat nanti sampean sowan kepadaNya. Mengapa sampean tidak puasa. Lha kalo saya buatkan kopi ke sampean ini tak lain orang puasa pun berkewajiban menghormati sekalipun kepada orang yang tidak puasa. Urusan lainya biar sampean urus sendiri hehe. Sisi lainya agar kita bisa berdialog seperti ini. Jangan sampai ada pendakwah yang justru tidak mau merangkul orang seperti sampen ini. Kan ini berkah saya buatkan kopi, jadi saya dan sampean saling memberi pengertian".
Pelanggan: "Lhaa bukanya adanya pembeli karena adanya warung yang buka menyediakan semua itu?"
Penjual: "Ia mas saya tahu, tapi warung tak akan melayani jika tidak ada pembeli, lagian di sini jelas tulisanya tutup dan bukanya sore nanti hehe.
Lalu orang itu pun terdiam, "oh iya mas matursuwun sudah saling mengingatkan".

Sekarang sudah jelas dari dialog tersebut bukan mana yang benar atau salah tapi soal bagaimana menghormati. Mungkin saja ada orang yang tak puasa karena takut membahayakan dirinya. Ada juga karena kerja berat yang mengharuskan ia berenergi besar. Ada juga karena alasan udzur syar'i, atau ada juga karena ia yakin bahwa Allah akan memaklumi perbuatanya karena keyakinanya sampai pada level bahwa Allah itu maha pengasih-penyanyang. Bagi yang berpuasa pun bisa jadi karena sedang latihan, hanya sekedar ikut-ikutan, fashion menurunkan berat badan, atau memang benar-benar lillahitaala, serta banyak lagi alasan lainya. Dari warung ndaska inilah kita diajak untuk melihat sisi lain dari kehidupan bahwa semua hal telah masuk kadarNya, bukan amarah pribadi apalagi sweeping beringas seperti tak berkemanusiaan cuma gara-gara warung ndaska buka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde