Woks
Beberapa waktu yang lalu saya berkesempatan main ke rumah seseorang yang sudah saya kenal tiga tahun yang lalu tepatnya di Setinggil, Gendekan, Wonodadi Blitar. Saya memang tidak lupa dengan jalanan yang dulu pernah dilalui, hingga akhirnya saya bisa kembali ke sana. Sesampainya di sana saya bertemu dengan pemilik rumah. Alhamdulillah saya disambut baik, di sana kita jagongan lumayan lama. Hingga tak terasa anak bayi milik tuan rumah lelap tertidur.
Jagongan pun masih terasa hangat sebab mie kuah baru saja dihidangkan panas buat saya. Jamuan yang sederhana tapi efeknya luar biasa buat jiwa saya yang kelaparan. Beberapa hal yang menarik buat saya catat pada saat main di sana yaitu, pertama jika main ke mana pun niatkanlah silaturahmi, sekalipun sang tuan rumah tengah keluar atau tiada. Jika kita rekreasi niatkan juga demikian, sehingga amalan dunia tercatat sebagai amalan akhirat.
Kedua, bedakan mahasiswa dan santri. Kata tuan rumah persoalan silaturahmi santri jauh lebih unggul dari mahasiswa, padahal perkara ekonomi ya tidak jauh berbeda. Kata beliau mahasiswa sekarang itu tidak suka silaturahmi padahal orang Jawa khususnya wilayah Mataraman sangat senang jika ada orang lain terutama dari jauh (baca: luar kota) bisa sambung silaturahmi. Jika santri jangan ditanya bahwa silaturahmi bisa jadi adalah amalan utamanya selain tahlilan dan ziarah. Bagi santri silaturahmi mereka yakini sebagai jalan untuk melancarkan rezeki, memanjangkan usia dan membuat awet muda. Hal itu terbukti saat saya pulang dari si empunya rumah membawakan saya sebuntal beras dalam karung kecil, sungguh jumlah yang sangat banyak dalam ukuran anak kost seperti saya.
Tuan rumah juga berpikir mengapa mahasiswa jarang bersilaturahmi, apakah mereka gengsi atau karena takut keilmuan ilmiahnya luntur atau apalah alasan lainya. Sibuk? Di sinilah penekanannya bahwa silaturahmi merupakan bagian dari ajaran adab yang harus segera di bawa ke rumah. Jika istilah membumikan adab terlalu luas maka konteks lain yaitu merumahkanya. Hal itu bukan berarti di rumah saja, akan tetapi dari rumah ke rumah. Artinya agar orang paham bahwa adab lebih didahulukan tinimbang ilmu. Sehingga tak salah jika Kanjeng Nabi di utus ke dunia ini tak lain untuk mengajarkan adab yang baik.
Silaturahmi harus terus dipupuk sejak dini sehingga saat dewasa nanti tidak canggung, kaku, malu atau gengsi. Jika kita paham sejarah saat Kanjeng Nabi Muhammad Isra Mi'raj beliau juga sempat silaturahmi dari mulai langit pertama bersua Adam as, Isa bin Maryam dan Yahya bin Zakariya as, Yusuf as, Idris as, Harun as, Musa as dan Ibrahim as, hingga sampai ke Sidratul Muntaha. Itulah salah satu hal mengapa silaturahmi begitu dianjurkan dalam Islam lebih-lebih kita datang membawa kebahagiaan. Silaturahmi tidak hanya kepada yang hidup saja, akan tetapi kepada yang sudah meninggal juga bisa kita kunjungi makamnya.
Terakhir jangan sampai putus komunikasi. Hal ini sangat penting karena manusia adalah mahluk sosial. Apalagi dengan adanya telekomunikasi canggih seperti saat ini tentu komunikasi bisa ditunjang dengan baik. Jika tak sempat bertemu secara fisik setidaknya kita bisa bertemu lewat pesan singkat atau video call. Intinya tidak ada alasan untuk meninggalkan kekancan.
Komentar
Posting Komentar