Langsung ke konten utama

Senandung Reranting


Woks

Orang-orang menghinaku karena tak berguna. Jatuh lalu terbang tergeletak lalu terinjak hingga tak ternilai. Di hadapan sang kekasih akulah senandung yang tak pernah usai. Ahh dunia memang menyuguhkan semangkuk cobaan untuk selalu dilewati.

Saat aku berpisah dari pohon itu pertanda bahwa rindu harus berakhir sebab Tuhan tak mau ada rindu selain untuk Dia. Ehh Tuhan itu maha cemburu.

Kamu tahu bahwa shalatmu, puasamu, zakatmu semua hanya menerbangkan amalmu yang tak seberapa. Tapi cintamu kepadaNya justru mempersatukanmu. Semua tak akan ada artinya apa-apa dalam sebuah kecintaan. Cinta yang tak mengenal tanda titik.

Dalam perjalanan panjang itu angin berhembus menerbangkan cobaan ke setiap ranting kehidupan. Bahkan hujan yang deras mematahkan tangkai cita-cita. Maka sebelum musim berganti, kuatkanlah, teguhkanlah segala angan dan cita-cita. Jangan hiraukan badai menerpa, jangan iri dengan kebahagiaan semu. Teruslah berproses dan berkarya tiada henti. Percayalah esok daun muda akan hijau ranau di ujungnya.

Kehidupan memang kejam. Akar tak selamanya kuat menahan derasnya ujian. Kadang batang, tangkai yang menumbuhkan daun, buah dan bunga harus rela menerima takdir membusuk seketika. Belum lagi manusia pongah serakah bertebaran di mana-mana, menebar resah menanam bibit kebencian. Di tangan mereka pohon adalah benda mati yang terus dieksploitasi. Semua hanya demi kuasa dan berebut benar.

Kini saatnya kita kembali menengok kepada siapa akan kembali. Kecuali kepadaNya sang pemilik hidup. Kepada dzat yang mengerti isi hati tanpa harus membukanya. Ia adalah sang maha cinta. Yang kecintaanya pada hambanya melebihi apapun juga. Cinta tanpa syarat.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde