Langsung ke konten utama

Literasi Digital: Belajar Membuat Reportase




Woks

Persoalan membuat caption atau merangkai kata memang tak semudah yang dibayangkan. Atau untuk tidak menyebut rumit jika seseorang mau belajar. Misalnya jika dalam sebuah instansi mengharuskan karyawannya membuat reportase apakah semua orang mampu? sangat mampu jika mau memulainya dari sekarang.

Di tengah digitalisasi yang masif tentu kemampuan membuat reportase sangatlah penting. Karena tulisan berita bagaimanapun adalah jejak digital yang esok hari pasti menjadi catatan sejarah. Sebenarnya pentingnya rekam jejak tersebut tentu sejalan dengan program atau visi lembaga tersebut. Jika lembaga memiliki minat terhadap literasi dalam hal ini digital tentu kegiatan membuat reportase menjadi penting. Sebab tidak semua lembaga memiliki visi misi menjadi lembaga yang peduli akan sejarah yang pernah dilalui.

Apa sih reportase itu? reportase adalah sebuah tulisan yang mengabarkan sebuah peristiwa baik secara langsung atau siaran tunda. Orang yang mengabarkan informasi tersebut disebut reporter. Lantas bagaimanakah teknis membuat reportase, mari kita ulas secara singkat, padat dan jelas.

Ada orang bertanya apa perbedaan hot news, headline news, breaking news, straight news, live report dan reportase. Dalam dunia jurnalistik istilah tersebut wajib diketahui agar pembaca paham bahwa berita yang disampaikan memiliki pesan tertentu. Sebenarnya istilah hot news, headline news, breaking news dan live report adalah jenis pemberitaan singkat yang dilakukan seketika itu juga. Biasanya jenis pemberitaan tersebut dilakukan oleh media non-tulis seperti televisi dan radio.

Teknisnya adalah reporter akan mengabarkan sebuah peristiwa langsung di tempat kejadian perkara. Sedangkan straight news dan reportase bisa digunakan dalam media tulisan yang sifatnya sedang hangat terjadi. Salah satu ciri berita straight news dan reportase adalah memiliki kadaluwarsa jika tidak segera dipublikasikan. Jurnalistik seringkali disebut juga sebagai literature in a hurry atau kesusastraan yang terburu-buru. Satu lagi yaitu feature adalah berita atau karangan dengan unsur human touch. Tipe berita ini bukan informasi seperti berita pada umumnya melainkan diolah dengan sedemikian rupa berdasarkan unsur menariknya.

Cara membuat kalimat berita dalam straight news dan reportase sebenarnya mudah. Karena di sana tidak memiliki kriteria yang sifatnya kaku dan berpakem. Hanya saja dalam penulisan berita si penulis hanya memperhatikan lead (teras berita) dan 5W+1H. Artinya jenis tulisan reportase sebenarnya hanya mengurai 5W+1H tersebut seperti halnya kapan terjadinya peristiwa, di mana tempatnya, siapa pelakunya, bagaimana kronologisnya, mengapa hal itu terjadi dan apa penyebabnya.

Setelah komponen tersebut terkumpul barulah reporter merangkainya menjadi berita siap saji. Untuk komponen lainya bisa ditambahkan tapi perlu diingat seharusnya tidak diperkenankan menambahkan kata-kata yang bersifat imajinatif. Seorang reporter harus memiliki kejujuran tentang sebuah peristiwa tersebut. Soal kalimat pun biasanya tidak begitu panjang hanya beberapa kata yang mengilustrasikan peristiwa secara singkat, padat dan jelas.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam membuat reportase adalah untuk bersikap jurnalis alias punya rasa ingin tahu yang tinggi. Selain itu sikap kritis, suka baca dan mau mengedit menjadi salah satu jalan yang memudahkan seseorang dalam merangkai kata tersebut. Terakhir poin penting dalam reportase adalah minimal mengandung unsur informatif dan edukatif.

Sumber Buku: Hikmat & Purnama Kusumaningrat, 2016. Jurnalistik: Teori & Praktik, PT. Remaja Rosdakarya: Bandung. Cet. VII.

the woks institute l rumah peradaban 31/8/21


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde