Langsung ke konten utama

Sebuah Kisah Tentang Proposal Do'a

   (Doc. Pen) Masjid Baitul Muttaqin Beji-TA

Woks

Kita sering putus asa karena doa yang berisi harapan tidak kunjung terkabul. Doa-doa yang dirapalkan sejak lama seolah hanya mengendap dalam catatan lauh mahfudz. Keyakinan bahwa ud'uni astajiblakum bisa sangat mudah luntur begitulah keimanan manusia saat ia diambang putus asa. Tapi berbeda dengan keimanan yang telah mantap bagaimana pun juga doa adalah pelumas agar Allah swt berkenan mendengar doanya.

Etika dalam berdoa memang perlu diketahui bahwa kita hanya mahluk sehingga urusan mengabulkan itu hak prerogatif Allah swt. Jangan sampai mahluk menyuruh atau mendikte Tuhanya. Sebab doa tersebut bisa saja baik menurut kita dan belum tentu baik menurut Allah swt.

Aku punya kisah tentang seorang teman yang di usia tuanya masih kesulitan dalam belajar membaca al Qur'an. Singkat cerita orang tersebut diberi tahu seorang ibu bahwa hal itu pasti ada kaitanya dengan masa lalu. Lalu temanku itu bercerita panjang lebar tentang hubungan masa lalu dengan bacaan al Qur'annya. Ia bercerita dengan penuh penghayatan dan rasa haru.

Dulu di masa masih kanak-kanak menjelang remaja temanku itu pernah berucap sebuah doa bahwa ia ingin mengaji dalam artian bisa baca Qur'an dan paham dengan ilmu agama. Termasuk ia juga menginginkan agar diberi istri yang paham tentang agama dan bisa membuat seseorang masuk Islam tanpa paksaan. Ternyata doa masa kecil itu semua terkabulkan. Saat ini ia bekerja, mengabdikan diri di suatu lembaga pendidikan Islam di mana ia bisa belajar agama dengan sepuasnya. Termasuk kini ia dikarunia 3 orang anak dari istri yang paham agama. Pokoknya lengkap sudah doa-doanya terkabul, satu kali dayung semua pulau terlampaui.

Lalu terkait kendala pada bacaan Qur'annya, ternyata dulu ia pernah disusui oleh orang non-muslim. Pada saat itu ibunya sakit keras di rumah sakit dan tidak bisa memberinya ASI hingga suatu saat ia dengan terpaksa oleh ayahnya dititipkan untuk disusui oleh tetangga yang non-muslim tersebut. Akhirnya hingga ia besar masih terus mengingat bahwa orang non-muslim tersebut adalah ibu angkatnya. Akan tetapi hingga ia dewasa berumah tangga belum satu kali pun silaturahmi ke rumah si ibu angkatnya itu. Akhirnya atas desakan dari istrinya itu ia pun memberanikan diri untuk datang ke rumahnya. Sebab hal itu ada kaitanya dengan lidah dan bacaan Qur'annya.

Singkat cerita temanku itu main ke rumah ibu angkatnya. Sesampai di sana ia berucap salam tanpa disengaja "assalamualaikum". Tanpa ia sadari bahwa orang yang dituju adalah non-muslim. Tiba-tiba tanpa diduga pula dari dalam rumah ada yang menjawab "waalaikumsalam". Betapa kagetnya istri dan temanku itu mengapa orang tersebut menjawab salam mereka. Akhirnya sang ibu tersebut cerita bahwa ia telah masuk Islam sejak lama. Dengan perasaan yang bercampur akhirnya di ruang tamu tersebut mereka menangis. Perasaan haru dan tak percaya menyelimuti ibu angkat dan anaknya itu mereka pun menangis bersama. Setelah pertemuan itu beberapa saat kemudian ada ujian membaca Qur'an dan ternyata ia langsung dinyatakan lulus.

Temanku tersebut ternyata semakin nyata bahwa proposal berdoa itu nyata. Kita bisa saja berdoa sejak lama entah kapan waktunya pasti doa itu terkabul. Jika doa tidak terkabul bukan doanya tidak diwujudkan tapi memang tertahan dan belum saatnya sebab Allah swt sesuai prasangka hambanya. Kadang kita terlalu egois terhadap diri sendiri dan selalu ingin agar doa itu terkabul semau gue. Padahal Allah swt lebih tau isi hati hambanya. Termasuk perkara hidayah kita juga tidak tahu ternyata doa agar orang tersebut masuk Islam dijawab oleh Allah swt setelah sekian tahun lamanya. Namun sayang si ibu angkat tersebut meninggal setelah dua bulan dari pertemuan itu. Tapi kata temanku setidaknya aku tidak terlambat untuk menemuinya dan dia sudah dalam keadaan memeluk Islam. Dia pun kini sudah lumayan bisa membaca al Qur'an dengan lancar.

Semoga kisah temanku tersebut bisa menjadi pengingat kita untuk tidak terputus dari rahmat Allah swt. Doakan terus siapapun itu, mintakan kepada Allah swt lewat proposal seperti puasa, dzikir, shalat, sholat malam dan lainya agar entah suatu saat pertolongan Allah swt hadir. Jangan kapok berdoa, memohon, meminta kepadanya karena Allah swt senang kepada hambanya yang banyak memohon dan berusaha.

the woks institute l rumah peradaban 8/12/20



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde