Jejak Malam
Oleh: Woko utoro
Apa kabar? Pondok PanggungSugeng enjing… Pondok yang tiap pagi selalu bersahaja, Masihkah ada suara-suara alarm dinding dan tepuk-tepuk Gus Fat bergema membangunkan para santri?, ataukah sudah tak di hiraukan lagi. Masihkah ngaji sorogan Al-Qur’an terdengar gema dan lantunanya di tengah-tengah badai ngantuk yang menerpa?, ataukah para santri tidur lagi. Masihkah Subha subuh dan duha jadi tradisi kesiangan, moga saja tidak. Masihkah debu-debu jalanan dan sampah sudah di bersihkan?, ataukah jadwal piket itu hanya sekedar hiasan di madding yang usang. Apa kabarmu saat ini pondok panggung?, semoga kau baik-baik saja.
Walau hanya sekedar bersapa salam.
Khususon ila arwahi Almaghfurllah KH.Asrori Ibrohim, KH. Syafi’I Abdurrahman dan KH. Abdul Aziz (Pendiri jam’iyyah sholawat Nariyah Tulungagung) wa zawjati dan salam ta’dzimku kepada pengasuh pondok Ibu Nyai Hj. Asrori Ibrohim, segenap dewan masayikh dan poro asatidz MTU, yang terhormat segenap para pengurus dan tak lupa seluruh santri yang berbahagia, terkhusus santri asrama Sunan Giri, lebih khususnya asrama G2 (Mas Ndomz, kang Ronguf, Rongis, kang Agung, Si Kubet, Nijems, Faridz, Obama, Ventin, Kape’it, Kobier, kang Mus, Pak Nur, gando dan bento)yang tiap hari mengiringi jejak langkahku.
Aku jadi mengerti di tempat ini, banyak hal yang kudapat disini.
Semoga ilmunya barokah
Semoga kita bertemu lagi.
*Panggung, 26 November 2015
Kosong, hilang, fana
Matanya tajam melebihi elang
Memantau siapa saja yang bersembunyi
Lidahnya tajam melebihi pedang
Menyayat siapa saja yang melanggar
Tanganya kekar melebihi besi
Memukul siapa saja yang berkelakar
Kakinya kuat melebihi karang
Menendang siapa saja yang membangkang
Siapa Dia?
Ia tak takut dengan derasnya hujan
Ia tak gentar dengan kilatnya halilintar
Ia tak ubah oleh pusaran badai
Siapa dia?
Manusia atau bukan?
Bukan manusia?
Namun Ia takut pada tuhan.
Aku di tanya engkau menjawab
Engkau bertanya kau pula yang menjawab
Engkau merana aku kesana
Aku yang senja aku yang nestapa aku yang terkoyok
Aku adalah buta
Kala senyumanmu menjatuhkan setiap bunga di taman
Aku tersipu, diam
Kala rambutmu terurai lurus memainkan tiap angin yang berhembus
Aku malu,
Aku membisu
Aku sadar
Bahwa cintaku padamu
Bagai bumi dan langit
Ku tatap wajahnya
Anggun dan teduh
Tiap kali ia tatap aku
Aku menunduk
jancookk masss
BalasHapus