Al-Qubangsary
Oleh Woko Utoro
Nitip do’a lan fatihah ya nggo bapak :’)
Saat seperti inilah kebencianku mulai
ada untuk sepi sendiri, kemudian terlihat bayang sosok yang tertanam dalam
hati.
Seakan daku tak dapat menyeka air mata
ini, aku merindu.
…Ketika saat ini pula, walau aku tak
merasakan, tetapi aku merasa ada sayap yang patah, lalu aku sulit dan mencoba
terbang, dan biarkan merindu dalam diam.
Tiga tahun terakhir aku tak bertakbir
seperti di sana. Ah…hanya sunyiku yang menjadi saksi. Namun ada saja yang
mengirimkan lantunan itu padaku, apalah daya aku tak bisa menolak, …Mereka
memang tak seharusnya tahu apa yang ada. Aku tahu semuanya hanya angin yang
berhembus namun saat ini aku harus benar-benar menjadi tanah yang di pijak
tanpa kenal protes.
Tuhan, salahkah aku merindu? Bahkan datang
pada mimpipun beliau belum
tentu ingin berjumpa.
…Walau aku bertemu dengan beliau hanya
sebentar, namun dengan kehadiran anaknya cukup menghangatkanku padanya.
Ah…aku hanyalah siapa? Belum dapat
menjadi pengganti
yang baik baginya. Membuatnya tersenyum sajapun aku belum mampu. Serasa aku ini
masih mampunyai hutang padanya,
andai suatu ketika ada kesempatan berjumpa, ingin aku peluk erat dhohir dan
bathinya.
…Pasti jumpa akan tiba, yang penting do’a dan usaha.
Walau beliau jauh di sana tetapi ia tetap ada di hati ibu dan anaknya.
Pasti…serasa beliau tak pernah hilang di
dunia..lalu aku harus apa?
…engkau terus mendo’akanya mba, juga
kuliahmu terus tertanam jiwa sederhana bapak, walau keinginan bapak terhadapmu
tidak pernah memaksa
Ukiran do’a dan rindu tak pernah kulupa
di pahat, berharap setiap malam dapat menjumpainya dalam mimpi.
…wanita dan anak sholeh pasti akan
berjumpa.
Amin..amin, sederhananya aku hanya ingin
dapat mengabdi
sebagai bukti baktiku padanya.
…Harus tuh, walau engkau seorang wanita,
tapi aku percaya dirimu pasti bisa, di banding diriku seorang laki-laki yang
tak bisa apa-apa.
Kita bersama berjuang belajar untuk
melangah..
…Aku nda mau melangkah, tapi berlari
saja ah hahaha
“Memang tak sia-sia di dunia ini,
begitupun apa yang di ajarkan bapak sejak kecil menahan hawa nafsu di siang
panas di antara lingkungan yang belum bisa melaksanakanya adalah hal yang sulit
bagi seseorang anak kecil tapi, nikmatnya kita rasakan saat dewasa, tameng
nafsu kita trasa lebih kuat dari yang lain”
Ini adalah sekumpulan sms aku dengan
putri pak kiai Hafidz, pada 10 dzulhijah 1437/24 september 2015.
Ning Nailil Muna.
Komentar
Posting Komentar