Woks
..
Baru saja aku mendapat kabar bahwa salah seorang guru muda akan segera melapas masa lajangnya. Ia akan segera mempersunting seorang gadis pujaanya. Kabar inilah yang sebenarnya telah ku tunggu sejak lama. Begitulah aku memanggilnya Akang. Ia adalah guru olahraga sekaligus pembina Pramuka yang sempat menempa kami dalam asyiknya permainan.
Mendengar beliau akan segera menikah tentu aku senang sekaligus sedih. Pertama, senang karena pastinya hal itu adalah perkara penting dalam kehidupan seseorang. Aku akan terus merasa bahagia karena salah satu dari orang yang telah memberi support kepadaku akan segera mengikuti sunnah Nabinya. Darisanalah nanti akan mengalir berbagai macam berkah, salah satunya mungkin bisa jadi saat aku bisa menemui beliau, aku akan ditraktirnya makan. Ya mungkin saja sebagai sebuah ungkapan rasa syukur.
Kedua, sedih sebab komunitas orang-orang yang ngendong semakin berkurang. Ngendong sendiri berarti nginap atau bermalam di suatu tempat. Tapi ngendong kita hampir bertahun-tahun, tepatnya mondok di kantor MTs. Kami lebih familiar sebagai seorang penghuni. Tradisi ngendong memang kami lakukan selama masih bujangan, nah jika kini beliau akan menikah berarti satu anggota yang ngendong akan segera berkurang. Paling menyedihkan adalah punah secara perlahan. Sekarang kita bisa menghitung siapa saja yang masih bujang? Mungkin salah satunya diriku.
Tradisi ngendong di daerah Sunda memang begitu asyik. Dulu saat ramadhan tiba anak-anak begitu menikmati masa-masa ngendong itu. Mereka akan ngendong disalah satu rumah teman, begitu terus dan bergantian. Tapi paling asyik ngendong di masjid. Ramainya sebab, ada beberapa orang yang sering mengantarkan jajanan di sana. Sehingga anak-anak selalu merasa nyaman berada di masjid. Inilah perbedaan anak-anak era dulu dengan sekarang. Jika dulu hanya mengenal gimbot alias permainan game jadul yang tujuanya hanya menyamakan bentuk kubus menjadi padu. Sedangkan zaman sekarang semua lengkap berada pada gadget yang super pintar.
Ngendong itu tidak banyak membutuhkan banyak alat atau kebutuhan lain. Hanya sebuah sarung atau kupluk, sejenis penutup kepala khas di waktu dingin. Tapi walau hanya begitu anak-anak begitu gembira. Dulu saat aku masih ngendong di kantor MTs, suasana hidup beranekaragam telah ku lalui. Mulai dari kesepian, ramai banyak orang, sampai mati lampu yang mencekam pernah ku rasakan. Hidup ngendong memang asyik. Tapi sekarang siapa pula orangnya yang mau ngendong?
Tradisi ngendong mungkin beberapa tahun ke depan benar-benar akan punah. Ia paling meninggalkan sisa sebagai kata dalam kamus. Bahkan anak milenial hanya akan mendengar dari kakenya yang renta bahwa dulu ngendong merupakan aktivitas yang menyenangkan. Selain semakin mempererat persaudaraan, ngendong juga sarana untuk melihat dunia dengan lebih objektif. Semoga saja keyakinanku tak terjadi bahwa ngendong cuma akan jadi dongeng yang kapan waktunya akan kita rindukan. Kapan kita akan ngendong lagi? sebelum kita akan ngendong dengan waktu lama di rumah mertua. hehe
Komentar
Posting Komentar