Woks
..
Pekerjaan menjadi santri tidak final seketika, di saat seorang santri telah menyelesaikan pendidikanya. Sebab santri bukan mereka yang pernah mondok saja, melainkan mereka yang berakhlak seperti santri layak disebut santri. Termasuk santriwati yang kian hari perannya tersingkirkan oleh maskulinitas zaman. Tanpa bermaksud mengklaster tentang gender, sesungguhnya santriwati pun memiliki hak yang sama dalam menata ruang itu.
Hari santri jika kita flashback sejarah tentu akan memunculkan paradigma heroik, perjuangan, pertahanan dan segenap hal yang berkaitan dengan kekuatan. Lalu jika demikian hari santri yang berlandaskan kepahlawanan tidak menempatkan santri perempuan dalam momen penetapan hari santri itu. Maka dari itu perlulah rasanya kita memberi pengertian agar ruang gerak tidak sebatas laki-laki yang super power itu. Lagi-lagi santriwati pun memiliki hak yang sama untuk eksis.
Sesekali lah kita perlu meninjau peta pergerakan santriwati, di mana mereka juga ikut andil dalam hal pergerakan dan perjuangan. Namun karena perbedaan fisik kadangkala harus diakui bahwa mereka berbeda. Akan tetapi pekerjaan di area dua seperti dapur umum, barak pengungsian, tenda darurat hingga tenaga kesehatan tidak bisa dianggap remeh. Peran mereka begitu sakral. Bahkan tanpa kehadiran seorang perempuan laki-laki hanya sebatas hembusan angin. Di sinilah betapa pentingnya menolak lupa. Jangan karena persoalan angkat senjata peran santriwati tak dilirik oleh kuasa. Sejarah lagi-lagi dimenangkan oleh kemenangan itu sendiri.
Santriwati juga memiliki peran besar dalam merebut serta mempertahankan kemerdekaan. Belum lagi peran mereka dalam memajukan pendidikan bisa dibilang gemilang. Sebut saja Nyai Walidah Ahmad Dahlan, Raden Ajeng Kartini dan lainya. Bahkan dulu Cut Nyak Dien juga turun ke medan perang menjadi komando terdepan berjuang membela tanah air. Kini bukan saatnya kita angkat senjata. Kini saatnya kita bergerak melawan penjajahan gaya baru.
Tidak hanya santri, semua orang pun memiliki tanggungjawab yang sama untuk bagaimana berpikir keluar dari jerat kebodohan, keterbelakangan, kemiskinan dan terjebak dalam esklusivitas beragama. Maka dari itu PR itu semua adalah tantangan kita di masa yang akan datang. Selamat berjuang kawan. Kami menunggu kiprahmu. Dari Pondok untuk kemajuan negeri. Dari santri damailah negeri.
Komentar
Posting Komentar