Langsung ke konten utama

Hari Raya : Masyarakat Madani




Woks

Masyarakat Indonesia memang terkenal unik dan kreatif. Persoalan ibadah yang notabene urusan hamba pada Tuhan di tangan manusia Indonesia menjadi sangat membumi. Menurut Prof Mujamil Qomar persoalan ritual masyarakat Indonesia memang sangat kreatif. Banyak ibadah ritual yang lahir hingga mentradisi. Soal megengan, halal bihalal, kupatan misalnya merupakan ajaran yang diwarisi dari akar budaya masyarakat. Jika agama dan tradisi sudah mengakar maka akan sulit dipisahkan.

Kita tahu bahwa megengan terinspirasi dari ajaran ziarah dengan tujuan mengingat kematian dan menyambut bulan suci Ramadhan. Halal bihalal terinspirasi dari ajaran silaturahmi yang khas ala Indonesia. Dan kupatan ajaran saling mengakui kesalahan dalam bentuk sedekah makanan. Beberapa contoh tradisi tersebut tentu bagian tak terpisahkan dari bentuk asli adat istiadat dan Islam. Sehingga dari itulah meminjam istilah Kang Jalal bahwa masyarakat kita Islamnya tipe agama madani. Orang Indonesia yang walaupun dulunya belum Islam tapi sudah mencontohkan tradisi yang Islami.

Gagasan Islam sebagai agama madani tentu didasarkan pada titik pusat kebajikan universal dan kasih sayang pada sesama. Sehingga dengan begitu Islam benar-benar menjadi rahmat bagi semua. Islam harus menginventarisir nilai-nilai universal tersebut berupa keadilan, persamaan, kedamaian, kerukunan, tolong menolong, etika sosial dan sama di mata hukum. Dengan nilai itulah indikator keshalehan sosial bertumpu pada rasa cintanya pada umat. Hal itulah yang terus dilestarikan terutama pada tradisi positif yang hidup di tengah masyarakat.

Momentum hari lebaran memang sangat terlihat kesejukannya. Di sana kita dapat menyaksikan pintu-pintu maaf terbuka, jajanan tersaji dengan gembira. Orang tua memberi teladan, anak-anak kegirangan karena mendapat amplop cinta serta anak muda gegap gempita dalam balutan persaudaraan. Dari sanalah kita merasakan aroma khas Islam madani mengakar kuat. Kita seolah-olah tengah disuguhi tradisi dan hidangan surga. Hal itu dibuktikan dengan majelis dzikir sebagai pertamanan surga. Serta ciri-ciri ahli surga adalah gemar mengucap salam, salaman, dan berkasih sayang pada sesama.

Barangkali para sesepuh dan ulama kita dulu benar-benar menghayati ajaran agama. Sehingga dalam Islam ajaran yang terdapat dalam kitab suci mengkristal dalam bentuk budaya. Salah satunya adalah hasil dari menerjemahkan 99 Asmaul Husna bahwa di awal terdapat kata ar rahman ar rahim, berarti berkasih sayang dan dipungkasi dengan as shobur (bersabar). Maka dari itu masyarakat kita mencerminkan manusia yang ingin selalu berkasih sayang serta memegang teguh nilai kesabaran.

Jika boleh dikata, masyarakat kita memang menjadi role model bagi bangsa lain. Menurut KH Amin Budi Hardjono dalam Kitab Mantiqut Thair karya sufi besar Syeikh Fariduddin Attar bahwa yang dimaksud Simurgh adalah burung Garuda. Itu artinya bahwa bangsa lain ada burung-burung kecil yang berkelana mencari raja para burung. Maka Simurgh si raja burung itu sebenarnya ada di Indonesia. Bahwa Barat belajar ke sini untuk mengais kebudayaan dan Arab ke Indonesia untuk belajar kerukunan. Sedangkan fakta di lapangan menunjukkan bahwa Indonesia itu walaupun berbeda tapi tetap rukun. Dan pastinya semua karena agama dipegang erat, budaya dipikul kuat.

Pada momentum lebaran ini semoga masyarakat kita akan terus melestarikan ajaran leluhurnya. Ajaran dari warisan yang mengakar dan sangat penuh kebijaksanaan, kearifan. Sehingga dengan itu kita masih akan memiliki PR besar terus merawat kebhinekaan ini. Selamat lebaran, mohon maaf lahir batin.[]

the woks institute l rumah peradaban 27/4/23




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde