Woks
Langit mendung sedang menyelimuti jurusan kami, Tasawuf & Psikoterapi. Kami tengah berkabung hari ini karena salah satu pendiri jurusan ini pulang terlebih dahulu menghadap sang maha cinta (20/6/20). Saya secara pribadi pun merasakan denting hati begitu rapuh mendengar kabar kepergian beliau. Betapa tidak saya menjadi teringat pada April 2019 lalu yaitu menjadi momen pertama dan terakhir saya bersua beliau.
Pada 12 April 2019 sebelum Covid-19 melanda saya berkesempatan bertemu beliau di ruang CSRT dengan begitu lapang dan bahagia. Kami berkumpul dalam rangka FGD guna membahas dunia TP antara peluang dan tantangan. Tentu pada saat itu Buya Kamba sangat paham apa yang akan dihadapi jurusan yang didirikanya itu. Beliau juga banyak berpesan kepada kami bahwa kita tidak boleh pesimis dengan jurusan ini, asal mau terus usaha, belajar, riset, dan menerapkan praktikum pasti semua akan dituai buahnya. Jika kita minder dengan banyak hal tentu itulah sikap ketidakpercayaan diri. Sehingga bagi beliau percaya diri bahwa ada kekuatan yang besar yaitu Allah swt akan mengiringi langkah baik kita.
Sore itu saya merasa begitu hangat, bukan karena sajian makanan dan ruang CSRT yang tak ber-AC. Saya merasa hidup dan seolah tak percaya bisa satu majelis bersama sang guru besar, marja maiyah, founder dan akademisi kawakan itu. Pada saat itu rambut saya masih gondrong akan tetapi karena beliau orang yang lembut dan toleran saya merasa aman didekat beliau. Orang yang selalu bersama Cak Nun di banyak majelis maiyah, salah satunya Kenduri Cinta Jakarta tentu beliau sangat paham dengan berbagai macam jamaah atau orang yang ditemui.
Di sore itu banyak hal yang saya catat dari beliau. Akan tetapi yang saya ingat adalah saat menjelaskan tentang mahabbah. Bagi beliau kepada saya "salah satu agar mahabbah itu menancap maka kamu harus mencintai" kata beliau jika kamu masih jomblo maka kadar kecintaanmu kepada mahluk lebih-lebih kepada Allah swt rendah kadarnya. Saat mendengar pernyataan ini saya pun tercebur dalam tawa yang nyata. Bahkan memang benar hidup dalam mental kejombloan itu tidak baik. Hidup adalah tentang mencintai dan dicintai.
Hari ini tidak hanya Cak Nun, Ibu Novia, Mas Sabrang, Cak Fuad, Mbah Jiwo, Kiai Kanjeng atau siapapun itu mungkin sama sedang merasakan kehilangan yang mendalam. Kami pun sebagai anak ideologis hanya bisa berdoa semoga beliau bertemu dengan sang maha kasih. Kita tengah kehilangan guru yang produktif dengan peninggalan samudera ilmu yang luas. Beliau tengah berjalan menemui Tuhan yang maha asyik. Beliau telah pulang dengan jalan cinta yang merdeka. Lahul Fatihah
Komentar
Posting Komentar