Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2024

Kawruh Cuci Piring

Woko Utoro Sejak kecil saya sudah dibiasakan oleh orang tua khususnya ibu untuk bertanggungjawab atas diri sendiri. Salah satu tanggungjawab itu adalah mencuci piring. Saya tidak tahu apa maksud ibu memberi tugas cuci piring. Awalnya saya begitu aneh bukannya cuci piring pekerjaan perempuan dan tempatnya selalu di belakang. Setelah beranjak dewasa saya mulai menyadari bahwa cuci piring adalah pekerjaan semua tanpa memandang jender. Saya menemukan ajaran luar biasa tentang cuci piring. M. Ridwan Tri Wibowo (10/5/24) dalam tulisannya menyebutkan bahwa cuci piring adalah pekerjaan melibatkan hati, pikiran dan perasaan. Aktivitas cuci piring mampu meredam luka, membersihkan emosi negatif dan ketidakpercayaan diri. Hal itu dibuktikan bersamaan dengan bunyi bertalu antara piring, sendok, gelas, mangkok, layah, uleg-uleg dll dengan gemericik air. Belum lagi gosokan spons bersama lembutnya sabun nan wangi menambah energi mencuci. Hanya orang yang meresapi harmoni cuci piring lah yang akan mend

Membaca Mengantar Menulis

Woko Utoro Jika anda takut kegelapan maka teman atau cahaya adalah solusi. Kadang kegelapan memang perlu ditaklukkan oleh teman yang mengantar atau keberadaan cahaya penerang. Kondisi itu percis seperti orang hendak menulis. Awalnya mereka takut, tidak percaya diri hingga gagap dan malu. Lantas membaca, diskusi dan berlatih menjadi solusinya.  Membaca adalah satu-satunya cara ampuh mengantar seseorang untuk menulis. Tanpa membaca kata para ahli, seseorang tak akan tergerak menulis. Dari bacaan memang selalu mentransmisikan untuk menulis. Karena bacaan mendorong ide lahir sedangkan menulis merupakan daya tampung nya.  Soal membaca dan menulis seperti satu kesatuan tak terpisahkan. Orang menulis berarti dia pembaca. Mustahil rasanya tulisan dihasilkan tanpa proses membaca. Sudah seperti rumus bahwa membaca melahirkan kata dan bahasa. Semakin banyak orang membaca dalam hal ini buku maka bahasa dan kata akan mengalir deras.  Bacaan itulah menjadi ciri kaum terpelajar. Jika orang pandai mem

Merawat Hikmah Dengan Menulis Biografi

Woko Utoro Senang rasanya bisa terlibat lagi dalam acara Ruang Inspirasi. Acara diskusi buku yang digagas oleh Komunitas Sahabat Pena Kita Pusat. Awalnya Mba Ekka Zahra Puspita yang bertindak sebagai moderator. Ternyata karena berhalangan akhirnya saya maju untuk menggantikan beliau.  Dalam acara Ruang Inspirasi edisi ke-2 ini SPK Pusat menghadirkan Bapak Badrus Surur-Iyunk. Beliau merupakan guru SMA 1 Muhammadiyah Sumenep. Beliau juga merupakan penulis buku Cendekiawan Melintas Batas (70 Tahun Kiprah Prof Dr Syafiq A Mughni). Beliau juga menulis di berbagai media seperti IB Times, Suara Muhammadiyah, PWMU Co dan beberapa buku, seperti Matahari Di Balik Benteng Tradisi, Agar Imanku Semanis Madu, Nikmatnya Bersyukur dll.  Pak Badrus memang termasuk seorang penulis yang produktif. Buku Cendekiawan Melintas Batas (70 Tahun Kiprah Prof Dr Syafiq A Mughni) salah satu karya besar beliau. Buku tersebut tidak begitu sulit dibuat karena memang Prof Syafiq dan Pak Badrus berasal dari daerah yang

Puisi Menggendong Perasaan

Woko Utoro Aku memilih buku sebagai bentuk ekspresi diri. Aku memilih puisi sebagai tempat pelarian. Aku memilih kata-kata sebagai wadah penampung perasaan. Tak terbayang hati seluas samudera ditampung di dalam sebuah gelas kata. Tapi puisi mampu meringkasnya ke dalam padatan kata. Saat hati hancur aku mencoba memungut serpihannya lalu ku rekatkan menjadi puisi. Kata Mbah Jiwo rugilah ketika air mata tak jadi apa-apa. Rugilah ketika emosi menguap tanpa menjadi sajak. Ketika perasaan bahagia aku juga tak lupa. Kata-kata ku sedekahkan ke dalam tulisan. Yang tentu aku tahu di sana tak setiap orang mau membaca. Maka aku sering berdoa, "Tuhan rahmatilah kata-kata ku agar manfaat bagi pembaca, agar berguna bagi yang peduli". Jadi aku memilih puisi sebagai media. Di saat perasaan fluktuatif, naik turun, kuat lemah kata-kata menjelma puisi. Maka puisi itu spektrum dan tak bisa dibohongi. Justru lewat puisi lah kejujuran terkristalkan. Melalui puisi aku berkata jujur dengan diri sendi

Mood Booster dan Support System

Woko Utoro Setiap orang pernah di posisi terendah dalam hidup. Titik terendah itulah mengharuskan seseorang menghadapinya sendiri. Tentu sesuai dengan kemampuan naturalnya. Titik terendah orang tua misalnya ketika anaknya sakit. Di posisi itulah orang tua begitu campur aduk, resah gelisah, cemas dan khawatir. Bahkan sering berkata jika saja rasa sakit dapat dipindahkan maka mereka selalu bersiap memikulnya.  Titik terendah seorang anak misalnya ketika mereka ditinggal pergi orang tuanya. Bisa dibayangkan orang terkasih pergi untuk selamanya. Betapa hancurnya hati seorang anak di saat orang tersayang, orang yang melahirkan dan membesarkan mereka berpulang untuk selamanya. Tentu rasanya tak bisa dilukiskan lewat kata-kata. Titik seperti itulah yang anak muda menyebutnya ambyar. Sebuah perasaan yang menguras emosi.  Secara psikologis kehilangan atau ketidakberdayaan hidup mengharuskan seseorang menghadapi secara mandiri. Posisi tidak menguntungkan itu yang memaksa seseorang bertahan. Atau

Menjadi Instruktur BLK Tulungagung

Woko Utoro Ini pengalaman mengesankan buat saya. Pasalnya pengalaman ini baru pertama kali. Itu pun aktivitas yang sebelumnya tidak saya geluti. Tapi inilah proses dan saya menikmatinya sebagai media belajar. Semua berawal sejak saya menjadi siswa di BLK Tulungagung tepatnya di Pulosari Ngunut.  Pada saat itu saya mengikuti pelatihan kejuruan catfish atau budidaya ikan lele. Di sana saya mengikuti kegiatan selama 18 hari atau 160 JP. Singkat kisah saya melewati rangkaian kegiatan hingga ujian dengan baik. Saya pun kenal baik dengan mentornya yaitu Bapak Iwan Pujo Sulaksono. Kebetulan beliau seorang pembelajar dan mengerti orang yang suka belajar.  Singkat kisah saya dan teman-teman lulus dalam program pelatihan tersebut. Beberapa waktu setelahnya Pak Iwan mengontak saya untuk membantu mengajar di program yang sama. Sontak saja saya kaget karena apa alasan beliau memilih saya. Sampailah di kesimpulan bahwa ini kesempatan langka dan saya pun menerima ajakan Pak Iwan. Saya disekolahkan ol

Pesan Dari Langit

Woko Utoro Apa yang disampaikan orang tua selaksa jimat. Sampai hari ini seolah bertuah. Selalu saja menancap terpatri dalam hati. Kalam-kalam yang terucap dari hati orang tua memang selalu istimewa. Padahal jika dilihat kalimat nya begitu sederhana. Memang perkataan orang tua selalu menyimpan sejuta makna. Di saat ketiadaan mereka seorang anak akan menyadari bahwa perkataan orang tua lebih banyak benarnya.  Sampai hari ini saya beruntung masih berproses menjalankan amanah orang tua. Di antara pesan mereka yang sangat menancap yaitu : Kata ibu di manapun berada jangan lupa harus berlaku jujur dan jangan tinggalkan shalat. Pesan ibu tersebut begitu menancap hingga kini.  Shalat seperti kita ketahui merupakan wadah setiap amal. Shalat adalah tiang agama. Shalat adalah amal pertama yang dihisab dll. Maka bagi ibu tak ada kesuksesan setiap anak kecuali mampu mempertahankan shalat hingga akhir hayat. Kemarin KH Hamzah Haz wakil presiden RI ke-9 wafat dan dalam pesanya beliau titip agar anak

Sekelumit Kisah Tentang Drakor

Woko Utoro Saya ingin cerita tentang Drakor alias Drama Korea atau K-Drama. Cerita ini berdasarkan pertanyaan mengapa setiap perempuan yang saya temui menyukai drakor. Saya bahkan jarang menemukan perempuan yang tidak suka drakor. Entah apa faktornya yang jelas setiap orang memiliki kesan khusus dengan drama FTV/film negeri Gingseng itu.  Bahkan di sebuah forum Bu Deni (Founder ABM) berkata ke saya, "Saya juga heran mas anak pecinta drakor kok hafal sama nama-nama pemainnya. Padahal wajah aktor Korea itu hampir mirip-mirip lho". Dari pernyataan tersebut saya juga tertawa sendiri. Maklum saja namanya juga suka ya tidak bisa dihindari. Jika sudah ngefans ya tidak bisa dibendung.  Sebenarnya relasi saya dan drakor tidak begitu kaku. Sebelum istilah drakor populer saya sudah mengenal drama Korea lewat Mba ipar yaitu serial Meteor Garden pada tahun 2001. Mungkin pada saat itu usia saya sekitar 5 tahun. Mba itu sampai-sampai kesengsem hampir tiap hari setiap pulang sekolah selalu m

Anak Elang

Woko Utoro Setiap anak memiliki masa depan. Setiap anak mengikuti garis takdirnya tersendiri. Salah satu dari takdir dan masa depan adalah kemampuan memutuskan. Sebuah kemampuan yang hanya dapat dipertimbangkan bukan dipaksakan. Orang tua dan anak memiliki hak dan kewajibannya tersendiri.  Problem di lapangan masih ditemukan orang tua yang memaksa. Orang tua yang bermaksud mengarahkan tapi kebablasan. Sehingga anak tidak bebas dalam menentukan kehidupannya. Padahal setiap anak memiliki hak untuk diberikan kepercayaan dalam menjalani kehidupannya. Orang tua dan anak tentu memiliki garis takdir yang berbeda. Jadi jelas tidak ada paksaan dalam mendidik termasuk menentukan jalan hidup.  Saya melihat orang tua modern justru menerapkan metode pendidikan demoktaris. Artinya mereka memberi kebebasan (dalam tanda kutip) terkhusus untuk hal-hal yang positif. Kebebasan itulah yang bertendensi pada perihal kemajuan hidup. Sehingga dengan kesempatan memilih dan menentukan anak akan menjalani hidup

Tradisi Romantis

Woko Utoro Beberapa waktu lalu bapak mengirimkan voice note (VN) di WhatsApp bunyinya begini : "Assalamu'alaikum, selamat ulang tahun anak ku.... " Mendengar VN itu saya senyum-senyum sendiri. Ternyata bapak romantis juga. Ternyata bapak tidak lupa hari kelahiran saya. Tapi tunggu dulu di tengah senyum itu saya membuka VN kedua bunyinya begini : "Ehh, maksud bapak selamat tahun baru Islam". Haha, di situlah akhirnya saya justru tertawa terpingkal-pingkal. Ternyata dari VN itu justru tidak jadi romantis.  Di keluarga kami romantis itu memang tidak ada. Dalam tradisi kesalingan pun kami cenderung canggung. Tapi hal itu tinggal bagaimana mengartikan saja. Misalnya setiap hari raya Idul Fitri kami hanya salaman biasa. Seharusnya dalam tradisi Jawa terdapat sungkeman. Sungkeman bagi kami masih belum dilakukan terutama saya dan adik masih begitu canggung. Hanya saja setiap saya pulang dari kota rantau ibu bapak tak pernah lupa untuk saya peluk. Bahkan kadang saya bers

Catatan: Pesan Mbah Kakung Itu Penting Ditulis

Woko Utoro Malam Sabtu 13 Juli 2024 saya bisa mengikuti acara talk show Ruang Inspirasi Sahabat Pena Kita Pusat. Kebetulan saya menjadi operator zoom di acara tersebut. Acara yang sejak awal mengalami kendala sedikit yaitu kesulitan log in dan akses setting aplikasi. Akhirnya dengan bantuan Google zoom pun bisa dioperasikan. Walaupun acara molor beberapa menit dari waktu normal.  Acara Ruang Inspirasi ini dipandu oleh moderator kece badai yaitu Mas Roni. Sedangkan narasumber kali ini yaitu Mas Agus Novel Mukholis dengan bukunya Tongkat Mbah Kakung (Catatan Inspiratif Saat Lockdown). Mas Novel begitu kami memanggil adalah kakak kelas saat kuliah di jurusan Tasawuf Psikoterapi UIN SATU Tulungagung (saat itu masih STAIN). Singkat kisah Mas Novel menjadi PNS di MAN 2 Banyuwangi dan banyak melahirkan karya tulis bersama siswa-siswi nya. Kini Mas Novel mengabdi di MAN 1 Tulungagung.  Mas Novel berkisah bahwa buku tersebut didedikasikan untuk sosok Mbah Kakungnya yang luar biasa. Kebetulan Mb

Catatan Srawung Buku Anak Merdeka di Warkop Ngaji Ngopi

Woko Utoro Saya sangat senang ketika bergabung dalam acara Srawung Buku. Kebetulan saya bertindak sebagai penanggap buku. Sebuah tugas yang tentunya kali pertama ini saya kerjakan. Sebelumnya saya hanya sebagai moderator ataupun narasumber. Tapi ini menjadi pembelajaran buat saya kedepannya. Agar selalu siap dalam berbagai posisi.  Mba Fafa sebagai founder Komunitas Belajar Melati Sinebar sekaligus moderator acara Srawung Buku mengajak saya bersama narasumber lainnya dalam diskusi. Di antaranya penanggap buku pertama yaitu Mba Deni (Founder Komunitas Aku Bisa Menulis (ABM) dan tentunya penulis buku Anak Merdeka Mas Narno dan Mba Ulya.  Malam itu di warung Ngaji Ngopi kami pun berdiskusi begitu gayeng. Sampai-sampai waktu berlalu begitu cepat. Hingga akhirnya kami bicara seputar buku Anak Merdeka. Buku yang ditulis terutama ketika masa pandemi. Buku yang dalam hemat saya menarik dan perlu terus dikembangkan.  Buku Anak Merdeka berisi catatan pengasuhan anak yang memerdekakan. Pengasuhan

Catatan Kopdar 11 Bondowoso : SPK dan Secercah Harapan dari Tulungagung (4)

Woko Utoro Dari beragam percakapan ada satu hal yang saya ingat dan itu menjadi pengingat buat diri sendiri. Percakapan itu bernada negatif perihal keberlangsungan SPK sebagai sebuah organisasi. Saya tidak tahu SPK ini organisasi besar atau kecil. Yang jelas tokoh di dalamnya merupakan orang-orang besar terutama di instansi masing-masing.  Dulu ketika pertama mendengar nama Sahabat Pena Kita (SPK) bayangan saya mengudara. Saya berpikir SPK adalah organisasi besar yang menaungi pegiat literasi seluruh Indonesia. Terlebih ketika mendengar kepengurusan pusat serta cabangnya. Ternyata ketika saya tahu ternyata SPK organisasi yang biasa saja dan mencoba merangkak menjadi luar biasa.  Tentu saya tahu di manapun menghidupi organisasi itu tidak mudah. Terlebih organisasi kepenulisan semacam SPK yang jalanya terseok-seok. Terutama dalam kegiatan dan pendanaan pun saya kira SPK ini organisasi moloekatan alias berjalan apa adanya. Dalam hal menulis pun awalnya garang dengan pentol merah lalu trad

Catatan Kopdar 11 Bondowoso : SPK dan Guidance Istiqomah (3)

Woko Utoro Ketika perjalanan pulang sesampainya di kampus UIN SATU saya iseng bertanya pada Pak Supri, apa hal paling berkesan dari Kopdar 11 Bondowoso. Pak Supri menjawab, bertemu dengan kyai pengasuh pondok. Jawaban Pak Supri tentu sama dengan apa yang saya rasakan. Sebagai anak pondok bertemu sosok seperti KH Masruri Abdul Muhit adalah sebuah momentum langka. Maka pertemuan tersebut merupakan hal spesial terkhusus untuk saya pribadi. Terlebih ketika Ndan Agus mendorong saya untuk minta ijazah pada kyai seputar ilmu dan jodoh. Ini yang membuat kami tertawa haha.  Nama KH Masruri Abdul Muhit bukan kali pertama tapi saya sudah mendengar sejak lama. Akan tetapi baru kali ini kami bisa bersua sedekat itu bersama beliau. Perihal pengasuh Ponpes Darul Istiqomah Bondowoso itu saya sering mendengar cerita dari Prof Ngainun Naim bahwa ada kyai yang suka menulis. Beliau membahasakan, "Kyai ne nulis dewe, nerbitne dewe, mungkin ya diwoco dewe". Mendengar hal itu saya sering tertawa te

Catatan Kopdar 11 Bondowoso : SPK Menjangkau Anak-anak Pesantren (2)

Woko Utoro Kopdar kali ini barangkali sangat berbeda dengan acara sebelum. Di mana setiap kopdar SPK selalu berhadapan dengan mahasiswa. Atau seringnya kalangan akademisi dan praktisi. Akan tetapi kali ini SPK menjangkau anak-anak pesantren.  Dalam acara Pelatihan Literasi Nasional tersebut Bu Dr. Amie menjelaskan bahwa sepertinya mulai saat ini SPK sudah waktunya memberdayakan SDM nya sendiri. Selain karena dana faktanya SPK itu memiliki banyak amunisi yang luar biasa. Bu Hitta selaku ketua SPK pun menjelaskan bahwa mengapa anak-anak pesantren? Karena memang kita sudah saatnya berpikir bukan tentang apa yang kita dapatkan melainkan apa yang kita berikan. Dari itulah akhirnya SPK mencoba pola baru di mana membumikan literasi dari yang paling dasar. Kata KH Masruri Abdul Muhit bukankah ilmu itu memiliki keberkahan ketika di amalkan. Setelah diamalkan barulah terlihat manfaatnya. Maka dari itu sebelum terlambat SPK bergerak ke ranah paling dasar. Karena mau tidak mau kita akan menjadi tu

Catatan Kopdar 11 Bondowoso : SPK dan Denyut Nadi Menulis (1)

Woko Utoro Ketika dikabari siapa yang ingin ikut Kopdar 11 SPK di Bondowoso saya langsung antusias. Kebetulan waktu masih liburan dan tidak tabrakan dengan jadwal kerja akhirnya saya pun menjadi salah satu rombongan tersebut. Tentu ini momen langka di mana setiap kopdar SPK pusat saya kesulitan untuk meluangkan waktu. Tapi di awal Juli 2024 ini saya bisa mengikutinya.  Bondowoso menjadi tempat kopdar ke 11 tepatnya di Ponpes Darul Istiqomah asuhan KH Masruri Abdul Muhit. Tempat ini tentu kali kedua diselenggarakan kopdar setelah dulu sekitar tahun 2020. Perihal kopdar saya hanya mendengar akan tetapi kali ini mencoba menjadi peserta. Alhamdulillah tanggal 6 Juli 2024 keinginan itu terpenuhi. Kami beserta rombongan dari Tulungagung berangkat sekitar pukul 20:30 WIB. Tiba di sana sekitar pukul 03:45 WIB. Kami pun langsung menunaikan shalat shubuh di Masjid Besar Al Ikhlas Grujugan Bondowoso.  Setelah itu kami masuk ke Ponpes Darul Istiqomah dan langsung diarahkan menuju wisma. Di wisma i

Lebih Baik Telat Makan Daripada Telat Nulis?

Woko Utoro Judul tersebut nyatanya percis sebuah anekdot. Jika memang terjadi semua hal bisa mengandung resiko. Telat makan bisa menyebakan maag dan telat nulis terjadi penumpukan emosi. Akan tetapi faktanya demikian bahwa beberapa hari ini saya tidak menulis di blog melainkan di Instagram. Jika menulis di blog biasanya saya setting mode serius. Sedangkan menulis di medsos hanya berpikir instan sekali jadi dan kita sering menyebutnya dengan caption.  Menulis itu dalam bentuk apapun selalu membutuhkan satu gerakan nafas bernama komitmen. Komitmen itulah yang menggerakkan seseorang untuk tetap menulis. Tanpa komitmen yang kuat menulis akan terasa berat. Belum lagi ditambah aktivitas yang padat membuat seseorang kesulitan mencari celah untuk menulis. Tidak hanya itu jika setan malasnya sudah muncul pandangan untuk menulis pasti kabur.  Rintangan orang menulis itu tak pernah habis. Dalam berbagai bentuk selalu saja rintangan tak akan berhenti. Tapi itulah cara di mana penulis akan melahirk