Langsung ke konten utama

Pesan Dari Langit




Woko Utoro

Apa yang disampaikan orang tua selaksa jimat. Sampai hari ini seolah bertuah. Selalu saja menancap terpatri dalam hati. Kalam-kalam yang terucap dari hati orang tua memang selalu istimewa. Padahal jika dilihat kalimat nya begitu sederhana. Memang perkataan orang tua selalu menyimpan sejuta makna. Di saat ketiadaan mereka seorang anak akan menyadari bahwa perkataan orang tua lebih banyak benarnya. 

Sampai hari ini saya beruntung masih berproses menjalankan amanah orang tua. Di antara pesan mereka yang sangat menancap yaitu : Kata ibu di manapun berada jangan lupa harus berlaku jujur dan jangan tinggalkan shalat. Pesan ibu tersebut begitu menancap hingga kini. 

Shalat seperti kita ketahui merupakan wadah setiap amal. Shalat adalah tiang agama. Shalat adalah amal pertama yang dihisab dll. Maka bagi ibu tak ada kesuksesan setiap anak kecuali mampu mempertahankan shalat hingga akhir hayat. Kemarin KH Hamzah Haz wakil presiden RI ke-9 wafat dan dalam pesanya beliau titip agar anak cucu tidak tinggalkan shalat. Shalat itu dimensinya tidak hanya dengan manusia lebih-lebih kepada Allah SWT. 

Berlaku jujur kita juga tahu sangat mudah ditulis, begitu gampang diucapkan tapi sulit dilakukan. Terlebih ketika kita hidup di tengah orang-orang yang culas pasti sangat melelahkan. Kata ibu orang jujur itu akan beruntung. Kejujuran selalu melahirkan kepercayaan dari orang. Tanpa kejujuran seseorang tak pernah dipercaya. Setidaknya kejujuran itu harus dari diri sendiri. Karena kejujuran adalah mata uang yang berlaku dimanapun. 

Selanjutnya tak kalah beratnya adalah pesan bapak. Dari banyak kisah dan hasil interaksi dengan bapak ada pesan menyentuh yang hingga kini belum mampu saya jalankan dengan baik. Pesan bapak adalah berani bertanggungjawab. Dalam segala hal bapak sangat demokratis. Hanya saja semua hal yang dipilih harus dapat dipertanggungjawabkan. Terlebih anak lelaki tanggungjawab dan berani ambil resiko harus sering dilatih. Tanggungjawab tersebut terdiri dari anak kepada orang tua, masyarakat, dirinya sendiri sampai terhadap Tuhannya. Karena laki-laki akan jadi pemimpin maka harus memperhatikan tanggungjawab individu dan sosial. 

Demikianlah pesan dari langit untuk saya anaknya. Semoga saja saya masih terus diberi kesempatan untuk menjalankan amanah tersebut. Tak ada kesempatan kedua selain berbakti hari ini juga selagi mereka masih ada. Sungguh pesan mereka adalah mutiara yang mahal harganya. []

The Woks Institute rumah peradaban 25/7/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde