Langsung ke konten utama

Bukber Tulungagung All Stars 2024




Woko Utoro

Di penghujung Ramadhan saya mendapatkan undangan dari Mas Beye dalam acara buka puasa bersama keluarga Tulungagung All Stars (Tul Art). Bertempat di Jong Java Cafe Kepatihan saya datang ke sana pada pukul 16:30 WIB. Momen acara yang sebenarnya sudah sejak lama saya ingin mendatanginya. Tapi karena kesempatan barulah di acara tersebut saya benar-benar bisa datang.

Sudah saya duga sejak awal atmosfer acara bukber kali ini pasti akan sangat berbeda. Perbedaan tersebut tentu selain tempat yang biasanya di Kopiah Ireng (kini warkop Ngaji Ngopi) juga banyak personil baru yang hadir. Saya bahkan tidak mengenali wajah baru selain kalangan veteran. Tul Art memang masuk dalam catatan sejarah hidup saya. Di mana dulu saya pernah berproses di sana sekitar 2 tahun. Sebuah tempat yang saya tidak temui lagi pasca undur diri dari sana.

Dalam acara tersebut saya niati datang untuk silaturahmi. Terutama kepada kalangan lawas yang saya kenali seperti Mas Koko, Mas Miko, Mas Beye, Kak Anwar, Beydowi, Mas Rio, Mas Umma, Gus Fahaq dll. Mereka lah orang-orang yang dalam lintasan sejarah sangat berjasa dalam perkembangan hidup saya. Hingga dalam kisah perenungan nama mereka menjadi bagian tak terpisahkan sebagai agen kebaikan.

Singkat kisah acara tersebut dimulai dengan jagongan gayeng di serambi joglo. Hingga magrib tiba buka puasa bersama pun dimulai dengan sajian es buah segar. Setelah itu bersantap makan sambil menunggu sidang isbat penetapan 1 Syawal 1445 H. Setelah usai bersantap acara pun diisi siraman rohani oleh Gus Fahaq sekaligus dengan doa. Dalam mauidhohnya Gus Fahaq menekankan pada spirit kebersamaan yang diambil dari sholat. Kata Gus Fahaq jangan tinggalkan sholat seburuk apapun kita sholat lah. Karena hanya itu cara kita berkomunikasi dengan Tuhan.

Selanjutnya sekotor apapun kita teruslah bertaubat. Karena taubat adalah gerbang awal penyucian jiwa. Jangan takut bertaubat karena ampunan Tuhan terbuka lebar bahkan lebih luas dari samudera. Setelah acara usai lalu ditutup dengan doa. Gus Fahaq menyampaikan doa singkat namun khusyuk. Doa yang berharap pertemanan akan terus lestari di jalan keselamatan.

Acara ini usai dan teman-teman bisa beramah tamah. Ada juga yang langsung pulang dan mengumandangkan takbir. Selamat Idul Fitri 1445 semoga kita berjumpa lagi di tahun mendatang.

the woks institute l rumah peradaban 12/4/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde