Woko Utoro
Salah satu hal yang sangat sulit dibangkitkan adalah membangun kesadaran membaca. Di daerah saya atau lebih luas lagi Indonesia pertumbuhan sadar membaca masih minim. Ini baru persoalan kesadaran belum lagi perihal minat baca hingga memahami dan mengaktualisasi bacaan. Intinya gerakan kampanye membaca itu penting sudah tidak kepalang banyaknya bahkan dari tengah kota sampai pelosok desa.
Beberapa hal di antara gerakan riil membuka kesadaran membaca adalah dengan nglapak buku. Sebelum jauh tentu kita tahu bahwa ada yang lebih luas dari sekadar membaca buku yaitu membaca lingkungan. Akan tetapi membaca luas berawal dari membaca dasar yaitu dari sebuah buku. Saya tentu tidak usah menjelaskan panjang lebar apa manfaat membaca. Yang jelas sudah banyak contoh orang-orang sukses karena ditopang dengan bacaan. Lebih luas lagi salah satu indikator kemajuan suatu bangsa adalah rakyatnya pembaca.
Ketika wacana sastra masuk kurikulum pendidikan tentu kita senang mendengarnya. Seolah-olah ada angin segar di mana spektrum membaca akan lebih luas. Di sanalah seolah ada harapan yang tumbuh. Tapi tunggu dulu, Budayawan Ajip Rosidi sekitar tahun 1984 pernah menjawab bahwa apalah artinya sastra bagi masyarakat yang tidak membaca. Di sinilah muncul kontradiksi bahwa jika sekadar memasukkan informasi dan tanpa didasari kecakapan membaca, sama saja. Mungkin itulah keresahan Ajip Rosidi tempo hari.
Bisa saja kita berpikir, benar juga jika orang sadar akan pentingnya membaca. Mengapa pula ada sebagian kelompok bersusah payah untuk nglapak buku. Tanpa dibayar dan pastinya menyita waktu dan tenaga mereka rela menjajakan buku demi satu hal yaitu membaca. Inilah barangkali potret semu pendidikan kita yang hanya bertumpu pada angka dan penilaian kuantitatif. Padahal ruh utama pendidikan adalah bacaan yang membentuk karakter luhur siswa.
Mungkin bagi aktivis atau pegiat literasi salah satu tindakan nyata yang bisa dilakukan adalah dengan nglapak buku. Walaupun kita tahu nglapak buku hanya sebagian kerja intelektual kecil. Yang tentu dampaknya juga tidak terlalu luas. Tapi dari itu kita belajar barangkali membaca harus digebrak lewat kesadaran jalanan ala nglapak buku. Yang tentu cara demikian merupakan aktivitas klasik tapi bermanfaat.
Saya melihat kesadaran membaca yang dihelat lewat nglapak buku ibarat semut dan air. Di kalangan akar rumput bisa jadi api besar tak akan padam oleh air setetes yang dibawa semut. Akan tetapi jika puluhan, ratusan bahkan jutaan semut masing-masing membawa air maka tak mustahil api kebodohan akan padam. Di sektor ini memang masih membutuhkan relawan untuk terus mengkampanyekan arti penting membaca. Semoga saja kesadaran membaca terus tumbuh terutama di tengah arus media yang mencemaskan.[]
the woks institute l rumah peradaban 2/6/24
Komentar
Posting Komentar