Langsung ke konten utama

Pod-Writes bersama Bu Aam Amini (IRT & Owner Larisa Fried Chicken Wanakaya HGL Indramayu) Edisi Pola asuh Anak dan Literasi Buku





Bulan Dzulhijjah adalah bulan keluarga oleh karena itu Pod-writes kali ini kita menghadirkan seorang ibu rumah tangga sekaligus salah satu pemilik kedai ayam goreng di Wanakaya Haurgeulis Indramayu. Dia adalah Ibu Aam Amini yang sangat inspiratif sekaligus ibu dari Ananda Bilqis Ufairoh. Kesibukannya sebagai IRT dan pengusaha tidak melupakan kewajiban sebagai seorang yang mengurusi anak. Lantas bagaimana cara Bu Aam dalam pola asuh anaknya dan seperti apa beliau memposisikan buku dalam keluarganya. Mari kita simak perbincangan asyik dan inspiratif kami bersama Bu Aam Amini hanya di sini.

Jurnalis TWI : Bagaimana sih rasanya menjadi ibu baru yang tiap hari berinteraksi dengan anak?

Bu Aam : Perasaan ketika dikasih amanah memiliki anak yang pertama tentu bahagia sekali, karena sudah sah jadi ibu.

Satu dua tiga bulan pengasuhan saya termasuk telat dalam menggali pola asuh anak, maklumlah seperti orang tua pada umumnya. Tapi pada saat anak mulai besar saya tersadarkan bahwa saya tidak bisa terus-terusan begini. Saya harus berusaha jadi orang tua yang baik untuk anak. Baik dalam hal prilaku, kasih sayang, atau memberikan pendidikan yang lebih baik.

Mengenai literasi sendiri saya lebih teringat pada diri saya pribadi, yang masih minim ilmu. Bahkan dulu yang harus berjuang sendiri ibaratnya ya pingin belajar itu harus susah payah dulu. Harus kabur dulu dari rumah ke Aliyah (MA). Nah dari situ saya berpikir anak saya jangan sampai kaya saya dulu, pokok harus lebih baik. Makanya di belikanlah buku-buku dan media edukasi lainnya. Tujuannya buat belajar saya pribadi dan anak saya nanti.

Kebetulan ada teman saya yang membagikan informasi buku-buku yang sesuai usia anak. Salah satunya buku Muhammad is My Hero, sebuah buku kisah orang yang teristimewa yaitu Nabi Muhammad SAW. Saya disitu tergerak hatinya.

Jurnalis TWI : Bagaimana cara mengenalkan buku pada anak di tengah iklim pedesaan yang masih belum terbuka dengan pentingnya membaca dan upaya apa yang dilakukan di tengah gempuran gadget?

Bu Aam : Bener banget itu kalau di kampung katanya untuk apa sih punya buku banyak-banyak sekali, mahal-mahal mending untuk beli Seblak (makanan dari bahan dasar kerupuk yang dimasak kuah).

Usia anak seperti Bilqis ini lagi senang-senangnya nih mengamati, mendengarkan. Nah untuk mengenalkan sendiri kita sebagai orang tua yang membacakan buku itu. Tentu anak nanti akan merespon lihat ke bukunya. Yang namanya anak-anak yah ketika dibacakan kadang matanya entah kemana tapi telinga nya itu tetap mendengarkan. Makanya tetap bacakan walau hanya beberapa menit.

Jurnalis TWI : Kira-kira bagaimana dukungan dari suami tentang pola asuh ini?

Bu Aam : Mengenai peran suami Alhamdulillah suami saya, ayahnya Bilqis itu mendukung. Karena dia sendiri juga melek literasi masih kadang sering beli buku-buku juga walau kadang di bacanya kapan tau. Bahkan katanya punya keinginan bisa bangun perpustakan umum di sini. Minta doanya yah.

Jurnalis TWI : Bu Aam itu tipe orang tua yang memperlakukan anak seperti apa sih?

Bu Aam : Jenis tipe apa yah, hehe. Antara saya dan suami beda-beda sih. Kalau saya lebih ke kalem dalam mendidik, nah kalau suami menyeimbangi lebih ke tegasnya.

Jurnalis TWI: Yang paling sulit apa sih dalam pengasuhan anak tersebut?

Bu Aam : Mengalihkan keinginan yang nggak baik buat anak, kaya misal pengen es dalam kondisi lagi kurang enak, terus nangis. Nah untuk hal yang demikian itu kita perlunya wawasan sikap yang baik menyikapi hal itu bagaimana enaknya.

Jurnalis TWI: Metode apa yang Bu Aam gunakan dalam mengasuh anak?

Bu Aam: Trus dijelaskan juga ke anaknya bahwa hal itu tuh kurang baik. Terus untuk metodenya biasanya sih diberi pelukan dan diajak jalan ke mana saja hingga sampai tenang dan bisa menerima.

Jurnalis TWI: Kapan waktunya yang tepat mengenalkan buku pada anak?

Bu Aam: Untuk pengenalkan buku pada anak menurut saya sejak dini baiknya. Berawal dari pengenalan siapa tau akan jadi cinta buku si anak ini.

Jurnalis TWI: Siapa yang mempengaruhi bu Aam sehingga buku menjadi konsumsi penting buat anak di rumah?

Bu Aam : Pertama kesentuh buku karena lihat status teman, akhirnya nyadar bahwa kita juga butuh.

Selain itu karena peran suami sangat penting banget. Ayahnya Bilqis sering beli buku jadi ya saya ketularan edukasinya.

Peran suami penting sekali di sini. Kalau misal istri punya pemikiran bagus tapi suami tidak mendukung kemungkinan nggak akan berkembang, karena restunya kan ada pada suami kan yaa.

Banyak wanita yang ingin menghadirkan buku juga tapi peran suami tak mendukung kan sedikit miriss yaa.

Karena jika ingin anak lebih baik orang tua juga harus tetep belajar lebih baik.

Jurnalis TWI: Mengapa buku menarik perhatian Bu Aam padahal budaya kita itu didominasi oleh lisan bukan bacaan apalagi tulisan?

Bu Aam : Karna buku jika kita lupa bisa di buka-buka lagi hehe.

Bagi saya yang minim ilmu ya penting banget, karena dari buku kita jadi banyak tau. Apa lagi itu buku sejarah kan yaa, otomatis saya sih sebenarnya yang lebih butuh.

Jurnalis TWI: Tips serta pesan bagi orang tua dan calon orang tua tentang pola asuh anak yang baik dan bagaimana memposisikan buku yang ideal dalam keluarga?

Bu Aam: Untuk calon orang tua pesannya belajar dulu parentingnya biar nanti pas punya anak nggak kaget dan bisa memposisikan dengan baik.

Untuk pengenalan buku anak sesuaikan dengan usia anak, seperti terdapat nilai agama, moral dan kehidupan sehari-hari.

Jangan pernah merasa rugi dengan buku, dan jangan merasa tidak mampu. Hal baik akan Allah mampukan untuk yang mau berusaha.

the woks institute l rumah peradaban 10/7/22



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde