Langsung ke konten utama

Akhirnya Thesis




Woko Utoro

Kemarin tepat 17 Juli 2023 di usia 55 tahun kampus UIN SATU nampaknya saya mendapatkan keberkahan bertubi-tubi. Pasalnya sejak awal berproses di program magister S-2 saya selalu mendapatkan keberkahan. Bahkan berlanjut hingga sidang thesis yang diidamkan banyak orang. Lewat tulisan inilah barangkali saya ingin membagi kisah dan syukur tersebut.

Dulu sekitar tahun 2019 sebelum pandemi di bulan yang sama yaitu Juli saya berhasil menyelesaikan sidang skripsi. Di bulan Juli itulah saya juga melewati satu momen kecil nan kudus yaitu memperingati hari kelahiran. Dan masih di bulan Juli di tahun 2023 saya mengulangi momen bahagia tersebut yaitu sidang thesis. Tentu rangkaian kebahagiaan ini tidak pernah saya duga dan selalu saya syukuri.

Saya tidak berpikir bisa sampai sejauh ini. Saya hanya terus mencoba menghidupkan api semangat sejak S-1. Kebetulan menuju program magister ini saya sempat off selama satu tahun. Barulah di tahun berikutnya rezeki serta kesempatan itu datang. Tanpa saya duga Pak Dede Nurrohman (Dekan FEBI) menawari saya kuliah S-2 dengan biasa setengah UKT. Singkat kisah saya langsung menghubungi orang tua dan terjadilah deal. Orang tua saya utamanya bapak memang paling mudah untuk mengatakan iya jika soal pendidikan.

Bagi bapak pendidikan adalah segalanya. Jika seorang anak dan orang tua memiliki visi sama soal pendidikan mengapa tidak. Lewat pendidikan setidaknya kita menaruh harapan akan masa depan cerah. Karena bagaimanapun juga manusia berilmu akan berbeda dengan yang tidak berilmu. Intinya bapak sangat senang ketika tawaran itu datang. Katanya Allah SWT memang tak akan pernah salah alamat memberikan rezekinya. Dan tidak terasa pula perjuangan tersebut telah usai di bulan istimewa ini.




Soal kuliah dan mengambil jurusan Studi Islam inipun tidak pernah saya ambil pusing. Intinya kuliah ya kuliah saya tanpa pernah terbersit nanti saya jadi apa. Yang jelas saya hanya fokus dan menikmati setiap proses yang ada. Saya ingat ketika awal pembayaran utamanya ukt pasca diterima sebagai mahasiswa Pascasarjana UIN SATU Tulungagung. Saya kira hanya membayar pendaftaran lalu menunggu satu semester untuk bayar ukt ternyata daftar ulang dan waktu itu sangat mepet. Di waktu krusial itulah saya mencari pinjaman uang untuk menambah bayar ukt. Singkat kisah ukt beres dengan segala keterbatasannya.

Berlanjut saya juga ingat di awal-awal kuliah hidup seperti penuh dengan drama. Pasalnya selama mengikuti kuliah saya selalu bolak-balik menuju Warkop Bagong untuk menyambung wifi. Dulu saya masih ngantor di SDI Al Azhaar dan jika kuliah berwifi ria di Warkop Bagong. Intinya penuh drama sekali dan berlangsung sekitar satu tahun. Hingga akhirnya saya memutuskan resign dari SDI Al Azhaar dengan alasan sinkronisasi kuliah.

Lambat laun akhirnya saya hanya bergelut dengan tugas akhir. Kendatipun saya sudah resign dari lembaga pendidikan, nyatanya kesibukan masih menghantui. Sampai-sampai saya tidak sempat berpartisipasi dalam tim akreditasi jurusan. Tapi apa mau dikata akhirnya saya terus berjuang menyelesaikan tugas akhir di sisa-sisa waktu injury time. Walaupun sempat terjadi drama pada saat pendaftaran online tapi akhirnya usai juga. Tepat 17 Juli 2023 di momen milad kampus UIN SATU ke 55 saya berkesempatan sidang thesis.

Di momen itulah saya tentu flashback saat S-1 dulu yaitu berhadapan dengan para penguji skripsi Pak Arman Marwing, Ibu Lilik Rofiqoh, Bu Uswah Wardiana dan Pak M Ainun Najib. Dan di S-2 ini saya berhadapan dengan Pak Ahmad Zainal Abidin, Pak Muntahibun Nafis, Bu Nita Agustina dan Prof Syamsu Niam. Di titik ini tentu saya berterima kepada semua pihak utamanya keluarga, bapak ibu dosen serta teman-teman yang selalu mensupport saya. Saya tidak tahu tanpa kehadiran mereka perjalanan hingga ke titik ini akan terasa hampa.

Soal judul thesis pun saya tidak pernah ambil pusing. Saya hanya meyakini semua seperti jodoh jika sudah iya maka jadilah. Sejak dulu alam selalu mestakung buat saya di mana judul skripsi hingga thesis sesuai dengan prasangka. Ketika S-1 saya ingin meneliti fenomena gudik (skabies) di pesantren maka jadilah. Di S-2 pun demikian saya ingin meneliti ruqyah sebagai metode penyembuhan ternyata juga langsung di-acc tanpa susah payah. Intinya semua hal dalam hidup ini menyediakan segenap solusi. Jangan khawatir semua sudah berada dalam garis edarnya.

Soal kuliah pun demikian jika kita benar-benar ingin maka Allah akan memberi jalan. Seperti halnya haji, kuliah pun hanya diperuntukkan bagi mereka yang terpanggil. Banyak orang kaya yang tidak kuliah dan tidak sedikit pula orang miskin bisa lanjut kuliah. Terakhir dalam tulisan kecil ini intinya bukan soal kuliah, ijazah atau gelar akademik melainkan proses belajar, pendidikan dan usaha mengikis kebodohan. Kita harus yakin bahwa orang berilmu akan ditinggikan derajatnya oleh Allah SWT.[]

the woks institute l rumah peradaban 18/7/23

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde