Langsung ke konten utama

Ragam Keunikan Pada Saat Sidang Thesis




Woko Utoro

Dengan penuh syukur saya bahagia karena telah melewati satu fase puncak dalam proses menyelesaikan tugas akhir yaitu sidang thesis. Tentu perjalanan ke fase itu tidak mudah atau untuk tidak menyebut terlalu mendramatisir. Tapi sebagai alarm saya ingin berbagi kisah lewat tulisan kecil ini tentang perjalanan sidang thesis ini.

Pertama, saya berpikir apakah mampu menyelesaikan tugas akhir ini di tengah kesibukan dan waktu yang mepet. Di tengah kebimbangan itu saya tentu harap-harap cemas jika tidak bisa menyelesaikan thesis tepat waktu. Akhirnya dengan kemampuan seadanya saya bisa menyelesaikan thesis tersebut. Tentu saya berterima kasih kepada Pak Zainal yang memberikan ACC walaupun beliau berada di hotel Lojikka dalam sebuah acara. Termasuk juga Pak Nafis yang bisa ditemui di hari Jum'at sepulang beliau dari Banjarmasin.

Kedua, saya sudah terlanjur PD jika sidang diundur pada Senin depan. Akhirnya saya leyeh-leyeh alias bersantai ria sambil menambahkan artikel karena terlalu banyak kekurangannya. Hingga berita itu tiba saya tersentak dan kaget. Selepas ashar dan baru bangun dari tidur saya langsung menuju kosan Mas Roni untuk menjadi moderator program Ngaji Literasi Online. Sebenarnya saya masih lelah karena seharian beraktivitas, ngantor dan full becekan (mbecek alias kondangan).

Ibu Kaprodi dan Sekprodi melepon saya untuk segera daftar. Katanya sidang tetap di hari Senin ba'da dzuhur. Saya pun kaget bagaimana bisa perjalanan sesingkat ini. Akhirnya dengan dibimbing Bu Kaprodi saya daftar hingga malam hari. Tentu anda tahu kendala utama yaitu Smart Campus yang belum smart. Sekitar pukul 20:00 akhirnya saya pun bisa finishing daftar sidang. Saya juga sudah menghubungi foto copyan untuk menggandakan thesis.

Ketiga, keesokan harinya ketika thesis sudah dibendel ternyata sampai di kantor SI bendelan tersebut kurang 1. Akhirnya saya kembali ke tukang fotocopy untuk menggandakan lagi. Di sana pun saya diselingi membeli roti dan air mineral yang diperuntukkan buat penguji. Di sanalah saya bolak-balik seperti sedang sa'i haji.

Keempat, waktu sudah semakin dekat. Saya pun menaruh rasa cemas bagaimana nanti dll. Karena saya belum menguasai sepenuhnya seputar thesis ini. Lebih lagi ketika mendengar Prof Syamsu Niam sebagai pengujinya saya pun menahan nafas sejenak. Ketika ujian dimulai ternyata di luar dugaan saya. Ujian malah tidak seperti ujian. Justru lebih banyak guyonn dan penuh dengan santai. Untung saja saya bisa menjawab beberapa pertanyaan untuk tidak disebut ngisin-ngisini haha.

Kelima, ujian usai saya diberikan selamat oleh dosen penguji dan beberapa orang teman sebut saja Mba Fitria dan Bu Fatim. Selepas di pondok pun tidak ada yang spesial. Tapi saya senang karena ujian kali ini terlaksana begitu hening. Saya memang sengaja menyetting ujian kali senyap dan sunyi. Saya ingin tidak diketahui orang dan alhamdulillah berhasil.

Barangkali demikianlah kisah singkat saya dalam proses ujian thesis. Saya berharap semoga perjalanan ini diberkahi oleh Allah. Diberikan ilmu manfaat bagi diri saya dan orang lain. Amiinn.




the woks institute l rumah peradaban 20/7/23

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde