Langsung ke konten utama

Membuka Peluang Kandidat Rektor UIN SATU 5 Tahun Kedepan




Woko Utoro

Saya sebagai mahasiswa sekaligus alumni sejak IAIN sampai UIN tentu merasa sangat senang bisa menangi pemilihan rektor tahun ini. Pasalnya rektor adalah simbol kepemimpinan tertinggi dalam sebuah perguruan tinggi. Di tahun 2023 ini saya dapat bocoran akan ada 5 bakal calon rektor yang akan memimpin kampus dakwah dan peradaban.

Adapun 5 kandidat bacalon rektor tersebut yaitu: Prof. Dr. H. Akhyak, M.Ag. (Guru Besar Filsafat Pendidikian Islam), Prof. Dr. H. Syamsun Ni'am, M.Ag. (Guru Besar Metodologi Studi Islam), Prof. Dr. Nur Kholis, S.Ag., M.Pd. (Guru Besar Pendidikan Islam), Prof. Dr. Hj. Binti Maunah, M.Pd.I. (Guru Besar Sosiologi Pendidikan), dan Prof. Dr. H. Abd. Aziz, M.Pd.I. (Guru Besar Teknologi Pembelajaran). Dari 5 nama-nama tersebut tentu menarik karena ada satu calon yaitu dari perempuan. Akan bagaimana menariknya tentang sosok-sosok beliau-beliau. Mari kita simak ulasan ringan saya mengenai peluang ke depannya jika satu di antara para guru besar itu memimpin kampus kebanggaan masyarakat Tulungagung ini.

Pertama, Prof Akhyak. Tentu kita tahu beliau adalah tokoh asli putra daerah Tulungagung. Beliau yang juga direktur Pascasarjana tentu bisa memproyeksikan kampus ke depan dengan visioner apalagi jejaring beliau yang luas menambah daya gedor perkembangan kampus. Prof Akhyak juga dikenal supel dan mudah bergaul dengan siapa saja. Beliau juga mengelola beberapa lembaga di Tulungagung maupun Nganjuk dll.

Kedua, Prof Syamsu Ni'am. Beliau yang juga ketua senat UIN SATU sekaligus asesor di BAN PT tentu berpeluang besar memimpin kampus ini. Dengan segudang pengalaman tentu beliau tahu apa yang seharusnya menjadi prioritas utama kampus ini. Dengan latar belakang pesantren dan pendekatan yang cenderung sufistik saya membayangkan beliau memimpin dengan penuh kehati-hatian dan arif. Dalam bidang akademik terutama penelitian beliau tergolong produktif. Dengan begitu beliau bisa menjadi inspirator bagi pengembangan kampus yang lebih baik. Terlebih beliau juga kaya jejaring bahkan pernah ke Vatikan dll.

Ketiga, Prof Nur Kholis. Beliau sosok yang egaliter dan memang memiliki visi inklusif. Hal itu dibuktikan dengan perjuangan beliau merangkul ke berbagai lapisan masyarakat. Beliau yang pekerjaan keras tersebut memang terilhami dari keluarga yang gandrung akan ilmu. Walaupun beliau sosok pendiam akan tetapi kita yakin jika sebuah jabatan diembannya maka akan sangat bertanggungjawab.

Keempat, Prof Binti. Siapa yang tak kenal sosok satu ini. Guru besar perempuan pertama di UIN SATU dan tentunya banyak menghasilkan karya tulis. Utamanya soal pengembangan pendidikan beliau terkenal expert dan telaten dalam membina anak buahnya. Beliau juga akan merespon soal pendidikan berbasis inklusif, keadilan gender dan perjuangan pendidikan perempuan.

Kelima, Prof Abd Aziz. Jika menyebut organisasi tentu nama beliau masuk karena memang sosok yang aktivis organisatoris. Tidak salah juga jika Prof Mujamil Qomar memuji beliau karena pandai tata kelola, manajerial dalam persoalan teknis, administratif. Tak lupa beliau juga seorang pejuang dan pendidik. Dengan begitu visi inovatif tentunya akan menjadi pusat perhatian beliau yang utama.

Intinya dari 5 kandidat rektor tersebut semuanya baik dan pastinya memiliki visi misi yang jauh ke depan. Lima guru besar tersebut adalah sosok sederhana dan berasal dari keluarga yang penuh perjuangan, dedikasi tinggi terhadap ilmu. Saya yakin satu di antaranya jika menjadi rektor untuk periode 2023-2027 akan mampu membawa kampus ini ke arah yang lebih baik.

Sayangnya di antara 5 tersebut idola saya belum masuk bursa calon rektor, beliau adalah Prof Abad Badruzaman dan Prof Ngainun Naim. Jika di antara kedua beliau masuk dalam nama-nama calon rektor tersebut tentu saya akan senang. Saya bisa meneropong kampus UIN SATU ini ke depan dinahkodai beliau. Tentu visi misi pengembangan kualitas pendidikan dan sumber daya manusia akan menjadi prioritas dan pastinya berliterasi, berkesadaran, dan berkeadaban.[]

Anda pilih siapa? saya pilih revisi dulu saja wkwk.

the woks institute l rumah peradaban 21/7/23

Komentar

  1. Segera diselesaikan revisinya. Segera daftar wisuda. Hehe...

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde