Woko Utoro
Jika kita membaca kembali bahwa dalam Pramuka penegak terdapat 5 tingkatan sangga. Di antara 5 sangga tersebut yaitu perintis, pencoba, pendobrak, penegas dan pelaksana. Masing-masing sangga memiliki arti serta latar belakang tersendiri. Di antara 5 sangga tersebut saya memiliki kisah teman-teman yang menegaskan sebagai seorang perintis.
Para perintis tersebut yaitu A' Irfan Ependi dan A' Abdul Hanafi al Ayyubi. A' adalah sebutan Mas atau Kakak dalam bahasa Sunda. Pertama dua mereka mengatakan bahwa kami bukan pewaris ataupun penerus. Yang jelas mereka adalah perintis atau sebuah fase pertama jika merujuk dalam sistem sangga. Anda mungkin tahu bagaimana seorang perintis di masa-masa awal. Terlebih ketika merintis sebuah usaha ekonomi, bisnis.
A' Irfan misalnya, ia merintis sebuah usaha rumahan olahan seafood dan seblak (makanan terbuat dari bahan kerupuk yang dimasak). Sedangkan A' Ayyub ia merintis usaha Ayam Bakar dengan nama ABG. Kedua mereka berkisah jika merintis itu harus bersusah payah. Jatuh bangun menjadi hal yang biasa. Terlebih jika berkaitan dengan modal, seperti halnya hutang buka tutup alias gali lobang tutup lobang.
Selain usaha di bidang bisnis kuliner mereka juga aktif dalam organisasi masyarakat. Mereka kini menjelma tokoh pemuda yang mulai diperhitungkan. Terlebih ketika pemilu tiba nama mereka menjadi salah satu yang dicari. Baik A' Irfan maupun A' Ayyub mereka berkiprah mengurusi urusan kemasyarakatan seperti pendidikan anak ngaji, kegiatan keagamaan hingga hingar-bingar aktivitas di desa. Katanya semua hal mereka lakukan demi anak istri. Selama itu halal tidak masalah seperti kata Pram bahwa semua pekerjaan selain kejahatan adalah mulia.
Yang saya senang dari kedua mereka adalah gaya dalam merespon problem. Termasuk cara mereka berpikir dan menyikapi perbedaan. Selama ini di masyarakat kita perbedaan belum disikapi dengan dewasa. Bahkan karena berbeda masyarakat sering terjadi gesekan. Padahal perbedaan adalah rahmat jika kita tahu maknanya. Mereka juga memiliki pikiran yang tentunya berbeda dengan anak muda pada umumnya. Salah satunya meyakini bahwa ilmu dan pendidikan adalah hal utama. Hanya karena ilmu masyarakat bisa disinari pencerahan.
Dari mereka kita belajar bahwa hidup harus memiliki prinsip. Jangan sampai ketika terjun di masyarakat kita terbawa arus ke sana- kemari. Oleh karena itu sebagai perintis kita harus siap dengan segala resikonya. Hidup itu percobaan, pembelajaran. Jika gagal atau jatuh bangun lagi. Jika kalah dalam pertarungan setidaknya kita telah mencoba. Kata Bung Sjahrir, "hidup yang tidak dipertaruhkan tak akan dimenangkan". Begitulah kiranya sebagai perintis kita di antara kesuksesan dan kegagalan.[]
the woks institute l rumah peradaban 30/12/23
Komentar
Posting Komentar