Woko Utoro
Saya sangat senang ketika ditawari menjadi interviewer. Apalagi lembaga tersebut adalah Kompas Media Indonesia. Sebuah lembaga jurnalistik dan pemberitaan nomor wahid negeri ini. Siapa juga yang tidak tahu lembaga besutan P.K Ojong dan Jacob Oetama itu. Nama yang terus saya elu-elukan di suatu waktu. Dan akhirnya momen itu hadir di saat yang tepat.
Saya mendaftar menjadi interviewer dalam rangka hitung cepat Kompas tahun 2024. Kebetulan ini kali pertama saya ikut. Padahal hitung cepat Kompas sudah digelar 16 kali sejak 2007. Sebenarnya acara survei dari banyak lembaga sering saya dapatkan informasinya. Cuma baru Kompas yang mampu menaklukkan hati saya. Hingga sampai di titik ini saya pun turut berproses. Singkat kisah saya pun mengikuti sistematikanya hingga kini dan tergabung bersama teman-teman lainnya.
Saya masuk dalam tim interviewer Tulungagung dengan Korlap Mas Badrexx alias Agus Suprapto. Kebetulan saya ditugasi di TPS 011 Desa Dono Kecamatan Sendang Tulungagung. Sebelum terjun ke TKP tentu saya dibekali informasi seputar teknis QC (Quick Count) baik secara online maupun offline. Bimtek secara online dilaksanakan pada Sabtu 10 Februari 2024 via zoom. Sedangkan Bimtek offline dilaksanakan pada 11 Februari 2024 bertempat di Kedai Expo Mojoroto Kediri.
Tujuan dari Bimtek tersebut agar kita memahami pelaksanaan teknis di lapangan. Karena semua input data akan berbasis aplikasi. Kebetulan alur dalam pelaksanaan QC di Kompas ini sangatlah tersistem. Maka tidak salah jika akurasi survei Kompas selalu memiliki poin tinggi. Yang pasti Kompas selalu menyuguhkan statistika yang akurat berimbang dan terpercaya. Bahkan tingkat akurasinya mencapai 99%. Hal itulah yang membuat saya tertarik mengikuti kerja freelance di Kompas.
Tugas saya nanti selama pelaksanaan adalah di antaranya : briefing, cek lokasi, memastikan sinyal, mengurus perizinan, exitpoll dan quick count Pilpres dan DPR RI. Setelah semua usai tak lupa yaitu mengirim dokumentasi berupa foto dan video. Segala bentuk data dan informasi tentu dilaporkan dengan aplikasi yang sudah disediakan yaitu berupa Kobo Collect dan Konota Kamera atau Lens. Intinya semua harus menjadi tanggungjawab kita selama pelaksanaan hingga purna.
Sebelum mengakhiri tulisan ini saya ingin cerita sedikit terutama saat Bimtek offline di Kediri. Pertama, saya ingat nama kedai Expo langsung tertuju bahwa di sana pernah ada kenangan yang tertinggal. Soal ini saya tidak perlu menjelaskan. Pokok intinya adalah soal asmara yang singkat dan berujung kandas haha. Kedua, karena waktu masih longgar saya sempatkan ziarah dulu ke makam auliya Tambak. Tempat di mana Gus Miek dan para auliya lainnya di makamkan.
Ada yang lucu ketika akan ziarah ke makam Gus Miek. Ketika sampai saya langsung parkir dan bergegas berwudhu. Entah bagaimana saya bisa tidak fokus. Awalnya ada seorang gadis berkerudung nila dengan garis hitam putih duduk di serambi masjid. Tiba-tiba saya tertunduk lalu masuk ke areal toilet ternyata di sana tertulis perempuan. Saya semakin gugup. Lalu ke baratnya saya langsung wudhu. Ternyata perasaan saya tidak enak. Benar saja bahwa tempat saya wudhu juga merupakan toilet perempuan. Saya makin malu, akhirnya segera menuju makam. Itu pun saya ziarah ke makam 3 auliya bukan ke Gus Miek. Akhirnya saya hanya bisa tertawa. Nasib nasib.
Ketiga, saya menyalami seseorang ketika santai di teras mushola. Sambil merokok saya tanya, "Mas nya nderek QC nggih?". Mas tersebut hanya tersenyum dan saya langsung ingat bahwa dia adalah Mas Heri Kustanto tak lain merupakan Korlap Korda Jatim. Saya pun langsung tersipu malu. Karena Mas Heri tidak hanya ikut tapi termasuk peneliti senior.
Keempat, saya pulang dan memutuskan cek lokasi barangkali bisa langsung mengurus perizinan. Ketika saya ke Dono Sendang ternyata menemukan TPS 11 susahnya minta ampun. Saya sudah tanya warha sekitar ternyata juga tidak tahu. Saya sudah kebablasan sebanyak 3 kali. Bahkan sampai daerah di luar tujuan seperti Tugu dan Krosok. Selain karena medan yang cukup curam waktu juga beranjak sore. Akhirnya usaha tidak membuahkan hasil. Saya pun memutuskan pulang.
Kelima, malam hari sebenarnya saya ingin istirahat. Tapi saya lupa ternyata saya ada jadwal ngaji di SS 1. Saya pun akhirnya mutholaah dan berangkat selepas isya. Ketika sudah di tengah jalan saya dikabari bahwa santri tidak ada di pondok. Bahkan koordinator santri masih dalam perjalanan. Akhirnya dengan berat hati ngaji dianggap libur. Padahal selama ini saya selalu ngaji walaupun itu hanya dengan satu atau dua orang.
Demikianlah kisah singkat saya mengikuti rangkaian Bimtek dan perizinan untuk QC Kompas. Semoga esok akan ada cerita menarik lainnya. Salam Kompas, salam data. Cepat, tepat, akurat.[]
the woks institute l rumah peradaban 16/2/24
Dokumentasi foto
Komentar
Posting Komentar