Langsung ke konten utama

Pod-Writes: Bincang Santai bersama Kang Bangkit (Mahasiswa Preneur)




Berikut adalah petikan wawancara jurnalis TWI bersama Kang Bangkit. Beliau merupakan seorang mahasiswa sekaligus Owner Bangkit Motor yang juga organisatoris. Selain itu Kang Bangkit juga memiliki kemampuan pijar urut, motivasi organisasi dan guru Madrasah Diniyyah.

Jurnalis TWI: Bagaimana ceritanya bisa terjun ke dunia bisnis jual beli motor?

Kang Bangkit: "Kebetulan saya dalam berbisnis itu tidak ada yang mengajari, mungkin dari faktor keturunan, orang tua saya juga berdagang, mbah-mbah saya juga berdagang".

Jurnalis TWI: Kira sejak kapan mulai terjun di dunia bisnis?

Kang Bangkit: "Mulai dari SMP dulu ceritanya sepulang sekolah membuat kerajinan tangan boneka dari kain falanel diisi kapuk. Saya jual tanpa sepengatahuan orang tua, lalu saya kumpulkan uang sedikit demi sedikit untuk beli jajan. Yah namanya anak kecil, mungkin dari situ saya belajar mandiri tidak ingin mempunyai rasa mengharapkan pemberian dari orang tua, meskipun juga tetap dikasih".

Jurnalis TWI: Awalnya seperti apa sih kok kepikiran bisnis motor?

Kang Bangkit: "Ceritanya panjang sih. Pokok intinya setelah beranjak SMA saya selalu mengamati bapak saya dalam berjualan motor. Saya diajak keliling mencari dagangan, menjual dagangan, kadang juga membersihkan motor. Orang tua saya mendidik saya agar menjadi mandiri ya seperti itu, belajar memosting dagangan yang bapak saya punya. Dari situ bapak saya mulai percaya sambil bilang "ee wes iso".

Karena mampu menjualkan barang dagangan bapak saya, beranjak lagi tepat 2017 saya kuliah di IAIN Tulungagung. Saya terlalu bingung, usaha apa ya bagi mahasiswa, tidak membutuhkan modal yang banyak tapi menggunakan jasa. Akhirnya saya membuat grup yang namanya TOP OJEK ONLINE. Yang pada waktu itu adminya teman saya satu kelas dan anggotanya teman-teman mahasiswa. Kalau admin grup pasti jadi driver, kalau anggota itu pasti penumpangnya, dari situ alhamdulillah sangat laris sekali, dari mulut ke mulut, dari media ke media share info".

Jurnalis TWI: Selain jasa ojek online adakah bisnis lain yang dicoba dikerjakan?

Kang Bangkit: "Oh ada, karena saya memang telah mendeklarasikan jiwa saya sebagai Mahasiswa Preneur. Saya waktu Maba juga sudah berkecimpung jualan peralatan ospek itupun juga ada tim-timnya. Alhamdulilah sedikit banyak bisa membantu orang tua dalam biaya perkuliahan".

Jurnalis TWI: Apakah usaha selalu mulus Kang?

Kang Bangkit: "Tepat tahun 2018 bapak saya meninggal, saya pun lemah, yang dulunya selalu mempunyai ide-ide yang bagus dalam berbisnis jasa / jualan, pikiran ini sangat kacau, karena ditinggal bapak. Saya mencoba jualan motor, saya terlalu yakin bisa berjualan, ouh ternyata tidak semulus yang saya kira. Yang dulunya memosting dagangan bapak saya selalu laku atau sold out, setelah bapak saya meninggal tidak bisa dalam mengekir / mengarah-arah harga daganganya.

Saya pun jatuh bangun bangkrut. Setelah itu saya mencoba berdiri berjualan pedagang asongan, keliling di solawatan, jualan air mineral keliling, teh pucuk dll, jualan bawang brambang di pasar Sukomoro Nganjuk, jualan masker dll. Sedikit demi sedikit saya mencoba bangkit kembali, dalam hal itu sedikit pun tidak saya ceritakan kepada Ibu saya".

Jurnalis TWI: Ketika jatuh bangun apa yang dilakukan?

Kang Bangkit: "Saya punya prinsip sangat pantang air mata laki-laki jatuh di hadapan Ibu. Setelah jatuh bangun itu saya mengumpulkan modal lagi. Hingga akhirnya saya mampu membeli motor Astrea Grand lalu saya jual. Kadang rugi kadang untung, maklum namanya juga belajar lagi dari 0".

Jurnalis TWI: Adakah proses kebangkitan usaha Anda?

Kang Bangkit: "Beruntung sekali pada waktu itu dekat puasa. Kalau setiap puasa juga jasa penukaran uang baru, dengan penukaran uang baru saya mendapatkan untung yang banyak, dari situlah modal yang saya dapatkan, sampai dapat modal yang banyak. Alhamdulillah sedikit demi sedikit berkembang dari motor 1 Astrea Grand sampai beberapa motor. 2020 dihantam lagi bangkrut jatuh, modal 0 lagi. Mencoba bangkit lagi meskipun tidak mempunya modal sama sekali, sama menggunakan usaha jasa sampingan Jasa Titip Her. Alhamdulillah berkembang lagi, 2022 lambat laun tetap berkembang".

Jurnalis TWI: Apa yang membuat Kang Bangkit tetap bertahan dan bangkit terus hingga kini?

Kang Bangkit: "Saya teringat dawuh guru-guru saya, dan tetap memegang teguh amanatnya. Bahwa seorang murid yang mempunya cita-cita tinggi tetapi tidak hormat kepada gurunya maka tidak akan mendapat ilmu manfaat barokah, "Nekdi ngendio wakmu barengono akhlakmu (adab)".

Dari situlah saya sangat yakin seyakin yakinya kalau istilah kata barokah itu ada. Dengan ilmu kanuragan yang saya dapatkan dari banyak guru, segi amalan yang berbeda, dan segi praktik yang berbeda, ilmu saya terapkan Alhamdulillah dengan ijin Allah sekarang juga melayani pijat lemah syahwat, kolestrol, asam urat, asam lambung dll".

Jurnalis TWI: Adakah pesan lain yang mengena dari para guru? 

Kang Bangkit: "Yang menjadikan saya meskipun bodoh dalam menuntut ilmu tetapi tetap gigih menuntut ilmu refrensi tokoh saya adalah Ibnu Hajar Asqolani. Meskipun tidak bisa kalau diulangi ya bisa, kalau kata Dosen sekaligus guru saya Dr. Muntahibun Nafis, kata beliau "Tenang mas semua bisa di pelajari".

Saya teringat guru saya di madrasah Kyai Sumardi Tohir : Istikomaho, istikomaho dalam nuntut ilmu ngaji ro sekolah umum. Alhamdulillah dibarengi lulus kuliah, saya melanjutkan studi kuliah S2 di UBHI. Ngajar, kuliah, ngaji, dagang sambil bekerja. Manis pahitnya kehidupan tetap dijalani. Sampai sekarang saya menekuni bisnis JUAL BELI SEPEDA MOTOR BEKAS "BANGKIT MOTOR".

Jurnalis TWI: Adakah pesan lain untuk para pemuda yang tengah berjuang?

Kang Bangkit: "Di usia muda tidak ada yang di perjuangkan mati-matian kecuali Ilmu".

Demikianlah bincang kami dengan Kang Bangkit. Semoga bermanfaat.

the woks institute l rumah peradaban 18/2/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde