Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2024

Mengais Berkah di Pesantren

Woko Utoro  Malam minggu seru. Santri-santri berkumpul di Pesantren Subulussalam asuhan Bunda Salamah Noorhidayati dan Abah Zainal Abidin. Para santri berkumpul dalam rangka pembukaan ta'lim semester baru dan penutupan ta'aruf santri baru. Yang menarik dalam rangkaian acara tersebut adalah pesan-pesan dari pengasuh pesantren. Pertama, kata Bunda Salamah bahwa pesantren itu gudangnya keberkahan. Maka ada titik beda anak yang di pesantren dan di kost. Titik beda tersebut terdapat pada sunnah ma'had yaitu : sholat berjamaah, ngaji dan sorogan al Qur'an. Seorang mahasiswa sekaligus memilih menjadi santri di pesantren akan mendapatkan keberkahan ilmu dan waktu. Berkah ilmu yaitu mendapatkan tambahan pengetahuan di luar dunia kampus. Maka tidak salah jika pesantren adalah lembaga tafaqquh fiddin atau tempat mendalami agama. Sedangkan berkah umur adalah sebuah kondisi di mana seseorang menjalankan amanah Allah berupa nikmat kelapangan. Hal itu juga termaktub dalam Surah Al As

Jangan Terlalu Berekspektasi

Woko Utoro Entah bagaimana bisa seseorang mudah dikelabui oleh fisik. Apa karena mata kita terbatas dalam memandang secara objektif. Bahkan sudut pandang pun tak jauh berbeda juga sering terkecoh. Bisa jadi karena pikiran juga memiliki keterbatasan. Berkaitan dengan hal itu saya pun mengalami kegagalan dalam hal persepsi dan ekspektasi.  Saya kadang menilai bahwa orang berkacamata itu pintar. Bagi saya orang berkacamata itu rajin dan pasti banyak membaca. Mereka bahkan dianggap memiliki tingkat fokus lebih tinggi daripada orang biasa. Ternyata ketika di lapangan penilaian saya keliru. Faktanya tidak semua orang berkacamata demikian. Ada juga orang berkacamata yang memang sakit mata atau sekadar gaya. Bisa jadi penilaian saya terlalu berhusnudzon.  Saya juga menganggap jika santri lulusan pondok besar pasti pintar. Anggapan saya itu berdasarkan metode dan pembelajaran di pondok besar tersebut banyak terbukti melahirkan alumni yang luar biasa. Saya berpikiran jika santri dari pondok besa

Kasih Sayang Seorang Ibu

Woko Utoro Jika membaca ibu satu kata yang selalu diingat yaitu kasih sayang. Kasih dan sayang ibu memang melegenda. Entah bagaimana awalnya, yang jelas kasih sayang seorang ibu di manapun itu sama. Saking sayangnya kepada anak ibu rela berkorban atas nama apapun. Akibatnya kasih sayang ibu melahirkan beragam sifat pada anaknya: manja, percaya diri, malu, berani, malas, tegas hingga lemah. Ya, kasih sayang ibu melahirkan paradoks. Di satu sisi menguatkan anaknya. Di sisi yang lain melemahkan anaknya. Maka kasih sayang itu harus ada takarannya. Hanya saja satu hal yang tak bisa ditawar adalah perihal keselamatan. Jika sudah soal keselamatan ibu tak bisa main-main. Misalnya ada anak nakalnya bukan main bahkan sampai masuk bui. Tapi ibu selalu yakin bahwa anaknya tak bersalah. Kadang dengan sikap welas asihnya ibu masih mau di garda depan membela anaknya. Padahal misalnya anaknya jelas-jelas bersalah. Tapi itulah ibu. Satu lagi kisah di era Yunani kuno. Ada seorang anak yang bolak-balik m

Ngopi dan Kebersamaan

Woko Utoro Kemarin saya dan beberapa teman berkumpul di sebuah warkop. Di sana kami bertemu untuk sekadar berbagi kabar. Termasuk bertemu dalam rangka silaturahmi. Pertemuan itu serupa kopdar bagi para pegiat literasi. Atau muktamar kerinduan sebuah forum untuk berbagi tawa dan kisah-kisah bagi pemuda kesunyian seperti saya.  Di sana kami berbincang hangat seputar kuliah, gaya hidup dan pekerjaan. Tapi poin utama pada dunia kampus yang penuh dengan perjuangan. Di sana satu persatu saling menceritakan kisah selama ini baik saat di kampus maupun pondok dan kos-kosan. Tentu setelah itu kami saling sharing dan menanggapi aktivitas yang telah dilewati.  Pertama, bagi mahasiswa yang memilih kuliah sambil kerja jangan coba-coba untuk tidak memperhatikan waktu. Jika dua aktivitas fisik dan pikiran diporsir tanpa manajemen waktu yang baik maka bersiaplah anda akan kalah oleh salah satunya.  Kuliah nyambi kerja nampaknya keren. Seolah kita begitu mandiri, berdaya secara ekonomi. Faktanya hal itu

Mba Pinut : Spektrum Maiyah, Pantomim dan Kepedulian Pada Disabilitas

Woko Utoro Malam Minggu (24/8/24) kami beruntung bisa bersua dengan Mba Pinut dan Mas Alfan di pondoknya Ning Fafa Nurus Sabil. Kebetulan Mba Pinut dan Mas Alfan singgah di Nurus Sabil selepas mengisi acara pantomim di salah satu sekolah dasar Islam di Kepatihan. Mba Pinut adalah keponakannya Mbah Nun alias Emha Ainun Najib dari saudara yang ke-8. Sedangkan Mas Alfan (asli Jember) adalah suami Mba Pinut, seorang aktivis pantomim. Bersama kedua anaknya mereka berproses di Jombang. Di sana mereka mendirikan Komunitas Rumah Merdeka. Sebuah komunitas yang bergerak di bidang literasi, diskusi, kajian, aktivitas seni budaya dan disabilitas. Di sinilah segala macam kalangan seniman dan aktivis literasi berkumpul. Akan tetapi Mba Pinut dan Mas Alfan memilih pantomim sebagai media pendekatannya. Terkhusus bagi Mas Alfan, pantomim tidak bisa disamakan dengan badut. Pantomim adalah sebuah kemampuan komunikasi dengan menggunakan gerak. Sedangkan badut adalah kemampuan menggunakan teknik sesulapan.

Istighfar

Woko Utoro Suatu hari penjual roti pulang ke rumah selepas jualan sedari pagi. Seperti biasa ia lepas dari istighfar dan pergi ke masjid. Kebetulan di dekat rumah ada masjid berdiri megah. Suatu saat dalam rutinitas itu ia mendapati kegaduhan dari arah masjid. Padahal pada saat itu waktu sudah malam. Kegaduhan tersebut yaitu terjadi pengusiran seseorang bernama Imam Ahmad bin Hambal oleh pengurus masjid. Kata pengurus masjid tidak boleh ada orang menginap sekalipun musafir. Imam Ahmad bin Hambal pun tak bisa memaksa dan akhirnya memilih pergi. Dengan terus beristighfar si penjual roti menghampiri. "Tuan ada apa, mengapa anda diusir dari masjid", tanya penjual roti. Imam Ahmad bin Hambal menjawab, "Iya, karena saya tidak diperbolehkan menumpang singgah di masjid tersebut. Padahal hari sudah malam dan saya membutuhkan tempat menginap barang semalam saja". Baik pengurus masjid maupun si penjual roti belum sadar dan mengenali dengan siapa mereka berinteraksi. Singkat k

Sentimen Moral

Woko Utoro Secara psikologis orang mudah kagum dengan keberhasilan. Jarang ada orang yang menaruh perhatian pada kegagalan. Seolah kegagalan adalah kutukan, nasib buang sial atau noda kehidupan. Akibatnya orang jadi takut gagal atau mengutuk kehidupan jika tau dia tidak berhasil. Adam Smith seorang ekonom sekaligus filsuf berkebangsaan Skotlandia pernah berpesan berhati-hatilah karena setiap orang selalu punya kebiasaan memuji, mengagumi kekuasaan, keberhasilan, kekayaan dan di lain sisi mereka lupa pada kemiskinan, kegagalan, lemah, pinggiran. Inilah tanda awal dari sentimen moral. Sentimen moral jika diteruskan bisa berbahaya. Karena bagaimanapun juga ada yang lebih tinggi dari sekadar moral yaitu kebenaran. Jika ditarik dalam makna kekuasaan anda pasti tahu setiap pemimpin mendeklarasikan dirinya bermoral. Para pengusaha selalu bermuka dua untuk melancarkan kepentingan. Di depan kamera, di hadapan rakyat para penguasa nampak alim, bijak, sopan santun, hingga merakyat. Tapi soal kebi

Andai Aku Seorang Orator

Woko Utoro Anda tahu situasi politik negeri ini begitu mencemaskan. Orang-orang yang awalnya diam tiba-tiba bergerak maju paling depan. Masyarakat yang kadang memilih aman gerak cepat ambil bagian. Termasuk orang pendiam tak butuh waktu lama untuk bersuara lantang. Keadaan mendesak memang memungkinkan merubah segalanya.  Mungkin hal itu pun bisa terjadi pada saya. Seorang bocah yang bersuara dengan tulisannya. Seorang anak yang berjalan lewat kata-kata. Atau kadang seorang sipil yang mencoba menjadi orator dadakan. Dalam kondisi demokrasi yang babak belur saya membayangkan di atas podium kecil berkata lantang.  "Saudara-saudara sekalian sebangsa dan setanah air. Bagaimana kabar kalian? Semoga selalu dalam lindungan Tuhan. Semoga kita masih memiliki banyak kekuatan untuk terus bersatu mengawal demokrasi. Saya yakin jika sudah urusan persoalan bangsa, agama, suku, ras, budaya, warna kulit atau budaya apapun tidak menjadi tembok yang memisahkan kita. Justru kata Gus Dur, di mana perb

Oleh-oleh Dari Mahanani Kediri

Woko Utoro Sesungguhnya Ramadhani dan Mahanani itu lahir dari rahim yang sama. Yang membedakan hanyalah pergerakannya saja. Ramadhani bergerak di sekolah berbasis alam sedangkan Mahanani adalah taman baca. Dalam tulisan ini saya hanya ingin membedakan saja agar tujuan utama tersampaikan.  Pertama, bahwa mahanani berawal dari buku-buku yang tidak terjamah di areal kandang ternak. Akhirnya atas inisiatif Bu Ulya dan Mas Naim buku tersebut menjadi berdaya. Lebih berkembang lagi karena adanya becak baca yang digerakkan oleh Mas Naim. Mas Naim yang tak lain adik Bu Ulya sering berkeliling komplek dengan becak bacanya untuk mengenalkan informasi dari buku kepada para tetangga. Akhirnya lambat laun pergerakan becak baca mulai dikenal bahkan hingga diundang di acara Kick Andy.  Kedua, pasang surut di sektor apapun pasti terjadi termasuk dalam pengelolaan taman baca. Pasca pandemi dan Mas Naim menikah, Bu Ulya bercerita bahwa hal itu awal dari perubahan. Ditambah lagi sistem kerelawanan juga si

Oleh-oleh Dari Ramadhani Kediri

Woko Utoro Alhamdulillah agenda SPK Writing Tour (18/8/24) terlaksana dengan baik. Di antara rombongan tentu saya berkesempatan mengikutinya. Sebuah acara yang digagas sekitar dua minggu lalu dan tepat sehari setelah momen kemerdekaan. Tujuan acara tersebut adalah Sekolah Alam Ramadhani Mojoroto Kediri. Kebetulan dalam satu tempat tersebut juga terdapat taman baca Mahanani, rumah yatim dan taman pendidikan Al Qur'an.  Perjalanan awal menuju ke Ramadhani yaitu dengan motoran. Akan tetapi karena pertimbangan jarak dan peserta akhirnya kami memilih sewa jasa elf. Peserta yang awalnya 12 orang ternyata menyisakan 7 orang saja. Alasan beberapa peserta tidak bisa hadir yaitu kerena sakit. Tapi akhirnya kami pun bertolak ke Kediri berangkat pukul 08:00 tiba di sana sekitar 09:25. Perjalanan sedikit mengalami kemacetan di sekitar Semen Kediri. Karena di sepanjang jalan terdapat pertunjukan karnaval dalam rangka peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia. Walaupun begitu kami menikmati

Merdeka Atas Pikiran

Woko Utoro Sudah 79 tahun bangsa Indonesia merdeka. Di usia itu kita masih berupaya mencari apa arti kemerdekaan sesungguhnya. Apakah merdeka itu sebuah kebebasan tanpa tepi. Atau sebuah cara untuk hidup semau gue. Tentu bukan itu. Merdeka sesungguhnya adalah kemampuan untuk hidup bersama dalam keragaman.  Sebenarnya bicara kemerdekaan sejak lama para founding father telah memberi teladan bahwa kemerdekaan dimulai dari satu pikiran, perasaan dan tindakan untuk memulai kehidupan. Jadi sekalipun usia bangsa ini bertambah hakikatnya kita masih memulai. Dengan memulai kita berarti akan terus belajar. Belajar tentang banyak hal terutama bagaimana mengisi kemerdekaan. Jika sudah begitu maka merdeka percis yang digambarkan Pramoedya dulu yaitu tentang adil sejak di alam pikiran.  Bukan tanpa hambatan. Merdeka itu berhadapan dengan masalah. Sejak merebut hingga mempertahankan, kemerdekaan itu harga yang harus dibayar. Terlebih lagi upaya untuk merawat dan mengisi kemerdekaan. Salah satu hambat

Menulis Sebagai Terapi

Woko Utoro Dulu saat kuliah psikologi sufistik dosen kami meminta menuliskan emosi apa yang muncul dalam seminggu. Setelah ditulis lalu identifikasi emosi apa yang dominan muncul. Dari seminggu itu kita coba memetakan bagaimana emosi mudah top and down. Setelah tau kita mencoba mendiagnosa apa sebenarnya terjadi. Kita pura-pura menjadi psikolog atas segala problem hidup. Kita merekayasa menjadi terapis atas segala dilema yang terjadi. Hasilnya tentu luar biasa. Dari seminggu tersebut ternyata kita lebih dominan mengeluarkan emosi negatif seperti kecewa, gugat, sedih, galau, emosional, tergesa-gesa, malas, takut, tidak percaya diri, bohong, gagal move on, menyerah hingga putus asa. Kita justru sangat minim untuk syukur, sabar, ikhlas, pasrah, menerima, rela, ridho, percaya diri, kuat, mampu, bijak, dewasa, mengalah, pantang menyerah, berkorban, menolong, optimis, jujur, tidak menyakiti. Akhirnya dari semua data itu kita tahu bahwa diri ini masih akan terus belajar. Akan terus berbenah m

Membaca Sebagai Kebutuhan

Woko Utoro Pepih Nugraha menulis dengan apik perihal karakter aktivitas literasi di masyarakat. Dia menulis dengan mempertanyakan aktivitas apa yang anda lakukan setiap hari. Hal itu semacam pertanyaan di dinding Facebook, "Apa yang anda pikiran? ". Pertanyaan tersebut muncul tentu berjenjang. Awalnya dulu ketika bangsa Cina sedang terjajah atau bangsa lain yang serupa pertanyaannya" Sudah makan apa hari ini? ". Lantas jawab atas tanya tersebut adalah melahirkan tradisi bubur. Sebuah nasi yang dimasak hancur, padat dan mengental agar terlihat banyak. "Sudah makan bubur", jawabannya. Atau bisa jadi, "Kami belum makan". Akhirnya peradaban makin berkembang hingga pertanyaan pun semakin maju. Dari pertanyaan sekadar basa-basi seperti, " Bagaimana kabarnya?", "Sehat-sehat selalu". Akan tetapi pertanyaan tersebut belum menyentuh aktivitas literasi sebagaimana Pepih inginkan. Seharusnya pertanyaan tersebut bertransformasi misalnya, &

Kuli dan Kenangan

Woko Utoro Seseorang di hadapan kenangan adalah kuli. Sekuat apapun mereka berupaya mengangkut kenangan tak bisa dibawa. Kenangan akan selalu parsial. Kita hanya bisa memungut yang tercecer. Kenangan tak akan bisa dibawa, tak mampu dipindahkan juga tak kuasa diulang. Kenangan tak bisa digantikan. Kenangan tak bisa dimusnahkan. Kenangan itu abadi bagi mereka yang menolak lupa.  Sekeras apapun orang berupaya memungut kenangan toh tak akan mampu. Karena bagaimanapun juga kenangan selalu tertinggal. Jika pun bisa diangkut kenangan hanya separuh saja. Sebab separuh lain telah tinggal dan menetap di hati.  Siapa orang yang mengingkari kenangan ia tak tau hak asasi. Karena kenangan itu dibentuk, dirumuskan oleh mereka yang tak ingin amnesia. Jika pun orang tak ingin mengenang pengalaman pahit toh semua bukan kesalahan. Tapi kenangan menjelma tragedi, memusatkan pikiran pada perjalanan.  Lantas seberat apapun kenangan yang tersimpan berusaha saja memikulnya. Walaupun seandainya bukan pengalama

Meriahnya Karnaval HUT RI Ke-79 Desa Plosokandang

Woko Utoro Satu kata untuk karnaval Desa Plosokandang, luar biasa. Ungkapan tersebut menandakan perbedaan dari karnaval tahun 2023 yang secara kuantitas tidak sebanyak tahun ini. Di tahun 2024 secara kuantitas dan antusiasme masyarakat memang sangat berbeda. Terlebih di tahun ini dominasi para pemuda begitu nampak.  Soal kreativitas karnaval dalam rangka menyambut HUT RI ke 79 itu terbilang mengalami peningkatan. Jika dulu tema-tema adat, kepahlawanan dan perjuangan mendominasi justru di tahun ini tidak begitu nampak. Di tahun 2024 ini peserta dari 3 dusun Srigading, Manggisan, Kudusan nampaknya lebih mendominasi pada tema modern dan ekonomi walaupun tradisionalitas tidak ditinggalkan.  Saya melihat karnaval tahun ini justru lebih mengeksplor potensi ekonomi dusun setempat. Misalnya adanya usaha membuat keset, sapu, sangkar, wayang, tahu, rias, sound hingga kerajinan bambu. Bahkan uniknya terdapat peserta dari luar Plosokandang yang ambil bagian dengan tujuan partisipasi dan promosi. H

Adzan di Masjid Al Mimbar Majan

Woko Utoro Mengunjungi Masjid Al Mimbar Majan mungkin tidak terbilang banyaknya. Sejak pertama mengetahui masjid ini saya langsung terkesan. Terlebih ketika melihat bentuk gapura dan menaranya membuat saya jatuh hati. Terutama ketika berziarah mengunjungi makam pendiri masjid yaitu Mbah KH. R. Khasan Mimbar tepat di belakang masjid.  Dari perjalanan bolak-balik ke Masjid Al Mimbar tentu saya memiliki angan-angan kapan ya bisa mengumandangkan adzan di sini. Sepertinya bisa mengumandangkan adzan di masjid legendaris akan sangat berbahagia. Kaitannya dengan itu tentu saya punya kesan menarik. Selama kurun waktu sewindu di Tulungagung saya punya kesan menarik karena bisa adzan di mushola Pondok Panggung.  Di mushola itu saya merasa begitu hidup terlebih ketika bisa adzan di sana. Awalnya tentu gugup berdegup kencang terlebih muadzin amatir seperti saya. Akan tetapi momen tersebut masih saya ingat hingga kini. Kedua kesan menarik ternyata ketika saya bisa adzan di Masjid Al Mimbar. Sebuah k

Hidup Tidak Harus Selalu Beruntung

Woko Utoro Suatu malam seperti biasa saya telpon bapak. Perbincangan kami malam itu memang sudah terjadwal. Dalam kondisi apapun pesan-pesan bapak selalu saya tunggu. Apa yang disampaikan bapak semacam khutbah. Tapi lebih ke khutbah perasaan alias menyentuh aspek psikologis.  Untuk kesekian kalinya saya curhat kepada bapak. Curhat berkaitan perasaan atau bisa disebut asmara. Saya tentu tidak menuliskan kisah itu di sini. Yang jelas topik malam itu berkaitan dengan kerapuhan jiwa. Sontak saja perihal demikian selalu jadi bahan guyonan bapak. Ya, bapak memang tipe orang yang humoris. Kemampuan beliau dalam menertawakan dunia memang sudah diakui. Sayalah orang yang hingga kini masih belum juga paham bagaimana menghadapi dunia lewat lelucon.  Kata bapak hidup itu tidak harus selalu mulus. Hidup itu adakalanya seret alias menemukan kesulitan. Karena hanya lewat jalur itu kita mengerti akan rasa sakit. Melalui jalan itu kita menjadi dewasa. Serta akan mampu menempatkan diri sekaligus belajar

Beasiswa Orang Tua Asuh (BOTA) Wujud Nyata Pengelolaan Zakat

Tulungagung, NU Online UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung bekerjasama dengan Kementrian Agama (Kemenag) dan BAZNAS dalam peluncuran Program Manasik Zakat & Beasiswa Orang Tua Asuh (BOTA). Sebuah program pendayagunaan dana zakat secara kreatif pertama di Indonesia.  Acara peluncuran program Manasik Zakat dan BOTA diselenggarakan di lantai 6 gedung KH. Arief Mustaqim pada Rabu (31/7/24). Adapun narasumber yang hadir adalah Prof. Dr. Abdul Aziz, M. Pd.I (Rektor UIN SATU Tulungagung), Mariana Hasbie (Staff Ahli Mentri Agama RI), H. Mokhamad Makdum, MIDEc, Ak, CA, CPA, CWM (Wakil Ketua BAZNAS), Prof. Dr. Maryono Abdul Ghofur (Direktur Pemberdayaan Zakat Wakaf Ditjen Bimas Islam Kemenag RI), Prof. Dr. A. Zainul Hamdi, M. Ag. (Direktur PTKI Ditjen Pendis Kemenag RI) dan Prof. Dr. KH. Ali Maschan Moesa, M. Si. (Ketua BAZNAS Provinsi Jawa Timur).  Mengawali sambutan, Prof Aziz selaku Rektor UIN SATU Tulungagung merasa terhormat karena kampus ini menjadi saksi sejarah terobosan tentang p

Tulungagung Darurat Joki Tugas

Tulungagung, NU Online Jatim Beberapa hari lalu media sosial geger setelah viral video joki tugas yang meresahkan. Hal itu membuat Perkasa FM Tulungagung mengundang beberapa orang untuk berbincang seputar polemik di dunia akademik tersebut. Di antaranya hadir Dr. Khoirul Anam, M. Pd.I (Wakil Dekan 1 Bidang Akademik dan Pengembangan Kelembagaan FTIK UIN SATU Tulungagung), Ahmad Suyanto (Aktivis Literasi) dan Sulthon Muhyiddin (Koordinator Kemendikbud BEM-U Universitas Bhinneka PGRI Tulungagung 2023/2024). Bincang hangat bertajuk Energi Pagi itu dilaksanakan, Rabu (31/07/24) di studio utama Perkasa FM. Saat ditemui selepas acara Dr. Khoirul Anam menyatakan, "Bahwa fenomena joki tugas ini bukan hal baru. Sejak dulu sudah dikenal akan tetapi saat ini dampak media digital praktik curang itu justru semakin kentara". Dosen yang sering disapa Cak Anam itu membenarkan jika sebagian mahasiswa bahkan dosen juga kemungkinan terjebak dalam ranah abu-abu tersebut. Ahmad Suyanto sebagai akt

Ayam dan Kambing Ikut Santunan Yatim Piatu

Tulungagung, NU Online Jatim Pada Selasa (31/7/24) Pengurus Ranting NU Plosokandang bekerjasama dengan pemerintah Desa Plosokandang menyelenggarakan santunan anak yatim piatu sekaligus peringatan tahun baru Islam 1446 Hijriyah. Acara yang diselenggarakan di Lapangan Voli Mbah Agung Desa Plosokandang tersebut ada yang menarik perhatian yaitu adanya ayam dan kambing. Adanya hewan ternak tersebut dibenarkan panitia. Menurut Ahmad Jazuli (35) santunan anak yatim piatu di Desa Plosokandang selalu mendatangkan hewan ternak yaitu ayam dan kambing. "Benar bahwa ayam dan kambing tersebut sebagai simbol modal usaha yang diberikan donatur untuk anak-anak yatim", terang Jazuli.  Jazuli yang sekaligus ketua Tanfidziyah Ranting NU Plosokandang memberi keterangan bahwa kambing dan ayam tersebut akan diberikan kepada 55 anak yatim piatu se-Plosokandang. "Jadi di kami itu selain uang saku anak-anak yatim juga diberikan masing-masing 2 ayam dan 1 ekor kambing betina", pungkasnya.  Ad

Diskusi Pemantik Rindu

Woko Utoro Beberapa hari lalu saya bertemu driver ojol. Kebetulan dia masih teman saya sendiri. Kami bercengkrama saat pertemuan singkat itu. Dari ragam pembicaraan itu ada satu hal menarik yang terlontar dari sang driver. Topik tersebut berkaitan dengan kerinduannya akan dunia diskusi. Dunia yang menjadi tradisi akademik sebagai penunjang aktivitas perkuliahan.  Kata teman saya dia merasa rindu kapan bisa diskusi seperti dulu. Ketika ia menjadi mahasiswa yang hampir tiap hari bergelut dengan buku. Diskusi menjadi barang wajib setelah membaca. Tapi kini dunia telah berubah. Semenjak lulus ia memutuskan menjadi driver ojol. Karena kebutuhan mendesak akhirnya tradisi membaca dan diskusi lambat laun ditinggalkan.  Kadang mengingat momen itu ia hanya bisa pasrah sambil sesekali ingin mengulangi. Entah sekadar diskusi yang minimal nyambung dengan tema pembicaraan. Atau diskusi ringan tanpa keluar dari topik pengetahuan. Karena ia sadar lama hidup di jalanan membuatnya lupa bagaimana cara be

Belajar dari Perjalanan Bus

Woko Utoro Nama ku Satrio, tapi tanpa Piningit. Aku lahir di bawah kaki Gunung Tidar. Nama gunung yang tentunya tidak asing. Gunung yang dijuluki sebagai pakuning tanah jowo. Setelah itu aku terlempar jauh ke tatar Sunda. Sebuah negeri yang tak pernah ku siasati. Aku besar di sana bersama sawah, ilalang dan kepayahan. Tanah, batuan hingga rumput kering menjadi keseharian. Aku tumbuh bersama alam. Dibesarkan oleh kasih sayang seorang ibu. Yang kasihnya selembut sutra. Yang sayangnya sekuat baja. Aku juga diasuh oleh bapak. Manusia tegas dan visioner. Yang hidupnya hanya berharap belas kasih Tuhan. Aku ingat pesan-pesan mereka di kalah jauh. Kata ibu, hiduplah dengan kejujuran. Karena dengan itu manusia manapun memberi kepercayaan. Setelah itu jaga amanat dari Tuhan. Sebagai mahluk biasa kita hanya diperintah tak ada lain selain ibadah. Kata bapak jadi laki-laki itu harus kuat, tegak, tegas, dan berprinsip. Laki-laki tidak boleh lemah. Ia tidak boleh tunduk dengan air matanya. Laki-laki