Langsung ke konten utama

Beasiswa Orang Tua Asuh (BOTA) Wujud Nyata Pengelolaan Zakat




Tulungagung, NU Online
UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung bekerjasama dengan Kementrian Agama (Kemenag) dan BAZNAS dalam peluncuran Program Manasik Zakat & Beasiswa Orang Tua Asuh (BOTA). Sebuah program pendayagunaan dana zakat secara kreatif pertama di Indonesia. 

Acara peluncuran program Manasik Zakat dan BOTA diselenggarakan di lantai 6 gedung KH. Arief Mustaqim pada Rabu (31/7/24). Adapun narasumber yang hadir adalah Prof. Dr. Abdul Aziz, M. Pd.I (Rektor UIN SATU Tulungagung), Mariana Hasbie (Staff Ahli Mentri Agama RI), H. Mokhamad Makdum, MIDEc, Ak, CA, CPA, CWM (Wakil Ketua BAZNAS), Prof. Dr. Maryono Abdul Ghofur (Direktur Pemberdayaan Zakat Wakaf Ditjen Bimas Islam Kemenag RI), Prof. Dr. A. Zainul Hamdi, M. Ag. (Direktur PTKI Ditjen Pendis Kemenag RI) dan Prof. Dr. KH. Ali Maschan Moesa, M. Si. (Ketua BAZNAS Provinsi Jawa Timur). 

Mengawali sambutan, Prof Aziz selaku Rektor UIN SATU Tulungagung merasa terhormat karena kampus ini menjadi saksi sejarah terobosan tentang program pengelolaan dana zakat. Adapun pesan Prof Aziz lebih menekankan pada aspek mentalitas. Hal itu didasari betapa bermanfaatnya dana zakat tersebut. 

"Dana zakat maupun infak dan sedekah hal terpentingnya yaitu soal mental. Jadi kita belajar tentang mental memberi atau menerima", terang Prof Aziz. 

Dana zakat yang potensial di Indonesia memang harus dikelola dengan baik. Pengelolaan itu juga meliputi mindset agar setiap orang memiliki kualitas memberi yang terbaik untuk sesama. Menurut Prof Maryono potensi zakat di Indonesia tergolong besar yaitu mencapai 3270 Triliun. Oleh karena itu harus ada terobosan semacam aksi nyata pengelolaan dana zakat bukan sekadar wacana. 

"Jadi potensi zakat yang luar biasa itu harus dibarengi dengan aksi nyata hingga membentuk budaya ber-infak. Tujuannya agar terutama kampus tidak sekadar pandai berwacana tapi aksi nyata", tegas Prof Waryono. 

Salah satu wujud nyata pengelolaan dana zakat adalah adanya program Beasiswa Orang Tua Asuh (BOTA). Progran yang ditujukan untuk membantu anak-anak kurang mampu dalam melanjutkan pendidikan. Hal itu dimulai dengan nominal UPZ setiap kampus harus diperbesar. Sehingga endowment fund baik zakat maupun wakaf bisa berdayaguna. 

Adanya program Beasiswa Orang Tua Asuh (BOTA) tentunya disambut baik berbagai pihak. Pasalnya program BOTA ini pun disaksikan kurang lebih 250 peserta yang terdiri dari stakeholder, para ketua lembaga filantropis dan akademisi di satuan pendidikan Islam baik dasar maupun menengah. 

Prof. KH. Ali Maschan Moesa sekaligus ketua BAZNAS Jawa Timur juga mengapresiasi dengan program BOTA tersebut. "Saya tentu merasa bersyukur banyak terobosan soal pengelolaan dana zakat. Terlebih lagi soal pendidikan memang harus diutamakan", pungkasnya. 

KH. Ali sapaan akrabnya juga berharap BOTA ini bisa diarusutamakan agar semakin banyak orang yang merasakan manfaatnya. Karena bagaimanapun juga Indonesia mayoritas penduduk Muslim soal dana zakat perlu dikelola dengan baik. Dana zakat yang dikelola dengan maksimal dapat menguatkan stabilitas negara. []


Kontributor Magang NU Online:
Woko Utoro

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde