Langsung ke konten utama

Tulungagung Darurat Joki Tugas




Tulungagung, NU Online Jatim
Beberapa hari lalu media sosial geger setelah viral video joki tugas yang meresahkan. Hal itu membuat Perkasa FM Tulungagung mengundang beberapa orang untuk berbincang seputar polemik di dunia akademik tersebut. Di antaranya hadir Dr. Khoirul Anam, M. Pd.I (Wakil Dekan 1 Bidang Akademik dan Pengembangan Kelembagaan FTIK UIN SATU Tulungagung), Ahmad Suyanto (Aktivis Literasi) dan Sulthon Muhyiddin (Koordinator Kemendikbud BEM-U Universitas Bhinneka PGRI Tulungagung 2023/2024).

Bincang hangat bertajuk Energi Pagi itu dilaksanakan, Rabu (31/07/24) di studio utama Perkasa FM. Saat ditemui selepas acara Dr. Khoirul Anam menyatakan, "Bahwa fenomena joki tugas ini bukan hal baru. Sejak dulu sudah dikenal akan tetapi saat ini dampak media digital praktik curang itu justru semakin kentara".

Dosen yang sering disapa Cak Anam itu membenarkan jika sebagian mahasiswa bahkan dosen juga kemungkinan terjebak dalam ranah abu-abu tersebut. Ahmad Suyanto sebagai aktivis literasi menegaskan bahwa praktik joki tugas tentunya tidak dapat dibenarkan. "Kita tidak bisa menolak bahwa fenomena joki tugas semakin tumbuh subur. Oleh karena itu perlu adanya gerakan penyadaran bahwa joki tugas adalah praktik melawan nurani", pungkasnya. 

Ahmad Suyanto yang juga seorang guru merasa prihatin karena joki tugas semakin menampakkan diri. Padahal joki tugas justru dapat mematikan kreativitas sekaligus ciri karakter yang tidak berintegritas. Sulthon Muhyiddin yang juga mahasiswa semester akhir sering sekali ditawari oleh oknum agar mau menjoki tugasnya. "Sering sekali ditawari joki tugas dengan beragam harga dan ketentuan. Akan tetapi saya menolak", tegasnya. Yang ironis joki tugas tersebut justru datang dari dosen pembimbing tugas akhir. 

Fenomena joki tugas selalu merebak bak cendawan di musim hujan. Bahkan saat ini joki tugas semakin terang-terangan dengan membuat akun media sosial. Jika hal tersebut semakin menjamur berarti pendidikan kita tengah terancam. Dr. Khoirul Anam M. Pd.I bersama pihaknya yaitu pengampu kebijakan di UIN SATU Tulungagung mengajak agar mahasiswa menguatkan visi misi kuliah dan sekuat mungkin menolak praktik joki. 

Senada dengan Cak Anam, Ahmad Suyanto menambahkan agar mahasiswa secara khusus untuk menguatkan aktivitas literasi seperti membaca, menulis, berdiskusi dan berlatih. "Dengan aktivitas literasi berarti kita selangkah lebih maju dan percaya dengan kemampuan sendiri", pungkasnya. 

Sulthon Muhyiddin juga berharap bahwa gerakan penyadaran menolak joki tugas harus tegas. " Saya rasa joki tugas yang bersifat amoral itu harus diminimalisir dan upaya tersebut berawal dari diri sendiri ", kata Sulthon. 

Memberantas joki tugas memang bukan perkara mudah. Oleh karena itu perlu banyak pihak terlibat. Karena marwah dunia pendidikan sejatinya adalah kejujuran bukan kebohongan. []

Kontributor Magang NU Online:
Woko Utoro

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde