Langsung ke konten utama

Catatan Haul Pondok Ath Thohiriyah Mangunsari




Woko Utoro


Alhamdulillah beberapa saat saya gagal hadir jika ada cara di PP Ath Thohiriyah Mangunsari maka kali ini saya berhasil menunaikannya. Acara kali ini adalah Ath Thohiriyah Bersholawat dalam rangka Haul Almaghfurllah KH Muhammad Mujab Mujib ke-8. Bersama Ibad Suribat saya berangkat motoran dan berangkat setelah isya.


Sesampainya di sana kami langsung mengambil posisi di serambi mushola. Ternyata acara di shooting oleh CMTV Multimedia yang digawangi Mas Anas Al Khidmah. Acara ini disajikan sejak awal yaitu tawasul dan tahlil. Setelahnya sholawat bersama Tim Hadroh Janur pimpinan Gus Yasir Arafat dari Nganjuk. Setelah usai barulah mauidhoh hasanah oleh KH Muhammad Balya Firjaun Barlaman (Wakil bupati Jember sekaligus pengasuh PP Astra Jember).





Singkat kisah dalam ceramahnya Gus Firjaun yang juga keponakan dari KH Abu Ammar menyampaikan keistimewaan shalawat. Beliau mengijazahkan sholawat dengan lafadz, "Sholallahu alaika ya Muhammad" dan dibaca seribu kali setiap hari. Lafadz tersebut beliau dapatkan dari Mbah Faqih Langitan. Mbah Faqih mendapatkan dari guru-gurunya hingga Sayyid Ali Albar dan langsung dari Rasulullah SAW.


Kata Gus Firjaun mengisahkan Mbah Faqih bahwa sholawat tersebut didapat ketika Sayyid Ali Albar sowan ke makam Kanjeng Nabi Muhammad SAW. Di tengah kerinduan tersebut kebetulan Sayyid Ali Albar berkesempatan mendekat ke makam nabi yang mulia. Beliau menangis sambil memeluk pusara Baginda Rasulullah. Akhirnya di sanalah lafadz itu beliau dapatkan untuk diamalkan. Jika kita ingin mengamalkan jangan lupa untuk bertawasul kepada Baginda Nabi Muhammad, lalu Sayyid Ali Albar, Mbah Faqih Langitan dan al mu'jiz Gus Firjaun.


Insyaallah dengan shalawat hajat akan terkabul. Sebab shalawat adalah amalan teristimewa. Bahkan orang bisa mendapatkan berkahnya sekalipun bershalawat belum dalam keadaan ikhlas. Maka dari itu terkhusus yang memiliki hajat seperti utang piutang, ingin memiliki momongan, jodoh, melahirkan hingga pekerjaan dan harta bisa melalui shalawat. Dengan shalawat segala hajat langsung melesat.


Singkat kisah waktu menunjukkan pukul 23:30 malam. Acara pun usai dan ditutup dengan mahalul qiyam. Akhirnya kami pun pamit pulang di tengah gerimis hujan nan syahdu.[]


the woks institute l rumah peradaban 28/1/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde