Langsung ke konten utama

Mengingat Games Masa Kecil




Woko Utoro

Permainan atau game menjadi ingatan yang tak terlupakan. Utamanya permainan dalam arti digital. Sebagai generasi 90-an akhir tentu saya menemui di mana game masih sangat sederhana. Beberapa games tersebut saya ketahui dari tetangga sebelah yang kebetulan memiliki perangkat Playstation. Berikut beberapa games yang pernah saya temui di masa kanak-kanak dulu.

Pertama, game Dingdong. Game ini lahir sebelum PS1 (Playstation) booming di ruang anak-anak. Dingdong adalah ragam permainan yang meliputi balapan, tinju, mencari harta karun hingga teka-teki. Game ini dimainkan dengan cara memasukkan uang koin khusus. Dengan menukar uang jajan menjadi uang game kita bisa menikmati keseruan permainan Dingdong ini.

Kedua, PS1 alias Playstation. Game ini dimainkan dengan menggunakan kaset yang diletakkan dalam kotak game. Setelah mulai kita bisa mengoperasikan lewat analog remote yang tersambung pada kebel. Di sana sudah tersedia beragam tombol untuk mengoperasikan games yang diinginkan. Beberapa games yang saya ingat adalah Nascar Rumble (balap mobil), Teken (tarung), Smack down, Metal Slug (petualangan), Football Konami dll. Sebelum kecanggihan menyempurnakan tampilan PS1 menjadi PS4 akan tetapi permainan itu sungguh mengasyikkan.

Ketiga, Harvest Moon. Permainan ini adalah salah satu pilihan dalam PS1. Yang khas di game ini adalah melatih kita untuk merawat, beternak dan mencari harta karun. Seperti game pada umumnya permainan ini memiliki level tertentu. Selain karena karakter yang lucu game ini melatih kita untuk merawat ternak seperti ayam, sapi, kambing dan sayur mayur. Manakah yang lebih bisa kita rawat sehingga menghasilkan keuntungan? tentu jawabannya adalah sesuai poin yang telah kita kumpulkan.

Keempat, Game Bot. Kita mengenal Gimbot adalah permainan tetris alias bongkar pasang sesuai urutan. Semakin sama memasukkan balok tetris maka akan lebih lama untuk menumpuk ke atas. Sedangkan jika balok tersebut disusun tidak sesuai maka kita bisa kehilangan space untuk menyusunnya. Perlu strategi menyusun balok tetris ini karena kita akan diburu waktu. Permainan ini dimainkan langsung karena menggunakan batrai yang dipasang dalam hardware game.

Kelima, Tamagotchi. Game ini sangat populer ketika masa perkemahan. Di saat anak-anak berjaga di tenda maka Tamagotchi adalah salah satu rutinitas selain berlatih menghafal rumus dan tali temali. Tamagotchi adalah game berbentuk oval telur sama seperti Gimbot. Di sana hanya tersedia 5 tombol yaitu arah panas, ok dan reset. Game memiliki misi membesarkan hewan dari telur sampai dewasa. Misalnya dari telur sampai jadi ayam dewasa. Uniknya semua jenis hewan dalam game ini dimulai dari telur. Salah satu keasyikan game ini adalah ketika memberi makan dan obat saat sakit.

Demikianlah ingatan tentang sebuah game yang pada saat itu anak-anak begitu gembira. Dulu dan kini tentu berbeda. Jika saat ini banyak anak bermain game sekaligus lupa waktu. Sedangkan dulu game hanya sebatas hiburan di tengah keterbatasan.[]

the woks institute l rumah peradaban 11/1/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde