Langsung ke konten utama

Profil Sahabat Pena Kita Tulungagung





Sahabat Pena Kita Tulungagung

Visi

Terwujudnya masyarakat literat yang berwawasan keindonesiaan

Misi

Menyemai kerja-kerja literasi ke semua penjuru meliputi keluarga, masyarakat, stakeholder dan pengampu kebijakan

Melaksanakan kerjasama dengan berbagai pihak dalam mewujudkan Indonesia cinta ilmu pengetahuan

Melaksanakan kegiatan keilmuan, perekonomian, agama sosial dan budaya kemasyarakatan yang saling berkesinambungan

Latar belakang SPK TA

Sahabat Pena Kita (SPK) Tulungagung adalah komunitas etik yang bergerak di bidang literasi. Khususnya literasi dasar berupa membaca dan menulis menjadi concern utama SPK TA. Komunitas ini berdiri sejak 2020 di bulan Ramadhan. Komunitas ini merupakan cabang dari SPK Pusat yang berada di Surabaya.

Struktur SPK Tulungagung

Pembina : Prof Dr Ngainun Naim, M.Hi
Ketua : Roni Ramlan, M. Ag
Wakil ketua : Woko Utoro, M. Ag
Sekretaris : Ekka Zahra Puspita Dewi, M. Pd
Filzatun Nafsi, M. Pd
Bendahara : Nikmatul Khotimah, M. Pd
Siti Rodliyah, M. Pd

Divisi
Publikasi & Medsos : Zidna Nabilah, M.E
Humas : Roni Ramlan
Desain Grafis : Woko Utoro 

Web : SPK Tulungagung 
IG : SPK_Tulungagung

Tim Trainer

Fiksi : M. Mustofa Ludfi, M. Pd, Imam Hanafi, M. Pd, Siti Rodliyah, M. Pd, Zidna Nabilah, M.E
Non-fiksi : Thoriqul Aziz, M. Ag, Woko Utoro, M. Ag, Roni Ramlan, M. Ag, Ekka Zahra Puspita Dewi, M. Pd

Program Kerja

Harian
Setor tulisan sunnah

Mingguan
Buletin Jendela Aksara 

Bulanan
Setor tulisan wajib
Ngaji Literasi
RUAS (Ruang Ulas)
SPK Goes to School 

Tahunan
Menerbitkan Buku
Kopdar
Travel Writing 
Camp Literasi 


Redaksi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde