Langsung ke konten utama

Mengenal Investasi Atas Bawah




Woko Utoro


Dalam ilmu ekonomi kita mengenal istilah investasi. Bagi yang sudah tahu istilah ini menjadi hal biasa. Akan tetapi bagi yang baru mendengar istilah investasi masih kurang diperhatikan dengan serius. Kita harus tahu investasi merupakan tindakan atau proses mengalokasikan sejumlah sumber daya, seperti uang, waktu, atau usaha, ke dalam suatu aset atau proyek dengan harapan mendapatkan keuntungan di masa depan. Investasi bisa juga disebut penanaman aset atau modal.


Tujuan utama dari investasi adalah untuk menghasilkan imbal hasil atau pendapatan lebih besar dari jumlah sumber daya yang diinvestasikan. Investasi dapat dilakukan dalam berbagai bentuk seperti; aset, termasuk saham, obligasi, real estat, mata uang, komoditas, perusahaan start-up, dan banyak lagi. Salah satu bentuk investasi yaitu waktu dan kesempatan. Apakah keduanya telah kita gunakan dengan baik atau justru terbuang sia-sia?


Bicara soal investasi saya tentu mendapat ilmu terkait usaha penanaman modal ini. Seorang dosen berkata pada saya bahwa investasi di masa muda adalah modal menghantar masa depan. Investasi tersebut setidaknya dibagi dua: investasi atas (dari leher ke kepala) dan investasi bawah (dari leher ke perut).


Investasi atas artinya bahwa orang mementingkan pemenuhan gizi otak daripada sekadar urusan perut. Investasi ini seperti buku bacaan, kursus keahlian hingga pendidikan. Buku atau sumber bacaan misalnya merupakan investasi masa depan bidang pikiran. Orang yang memiliki buku lalu membacanya dianggap sedang berinvestasi masa depan. Karena bacaan akan melahirkan pengetahuan hingga lahir pula peradaban. Maka dari itu investasi ini sangat penting sekali untuk menunjang kemajuan minimal untuk diri sendiri.


Investasi bawah artinya orang mementingkan gizi perut untuk bertahan hidup. Investasi ini seperti pekerjaan, makan, hingga modal usaha. Orientasi kerja misalnya ialah dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-hari. Intinya pemenuhan terhadap aspek berpikir tidak menjadi hal utama. Selama dapur mengepul aspek ini menjadi bagian tak terpisahkan.


Lantas investasi mana yang lebih penting? sebenarnya keduanya sama-sama penting. Atau lebih tepatnya tidak ada yang harus diutamakan secara absolut. Keduanya memiliki spesifikasi masing-masing. Namun untuk menengahi keduanya kita perlu belajar pada Abraham Maslow terkait teori hierarki kebutuhan (the hierarchy of needs). Kata Maslow untuk memenuhi kebutuhan puncak kita harus melewati tangga pertama yaitu aspek fisiologis. Jika aspek pertama ini sudah terpenuhi barulah akan melangkah ke kebutuhan selanjutnya seperti kebutuhan rasa aman, kebutuhan merasakan kasih sayang, kebutuhan mendapatkan pencapaian, dan tingkat paling atas adalah kebutuhan aktualisasi diri.


Bagi Maslow, aktualisasi diri tidak akan terjadi jika di aspek dasar belum terpenuhi. Jika dikaitkan dalam aspek spiritual maka tidak mungkin orang berdzikir terus menerus sedangkan anak istri dalam keadaan lapar. Bagaimana mungkin orang ambisi naik haji sedangkan keluarga tidak ditinggali harta. Serta banyak lagi hal lain yang memiliki pertimbangan khususnya. Intinya soal investasi dalam hal apapun harus dipenuhi berdasarkan aspek rasional bukan emosional.[]


the woks institute l rumah peradaban 10/1/24

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde