Langsung ke konten utama

Menulis Antara Hobi dan Bisnis




Woko Utoro

Menarik pagi itu saya bisa bersua teman baru kala mengudara di 96,8 Perkasa FM. Dalam acara Inspirasi Pagi saya dipertemukan Perkasa FM bersama Mba Deni dan Mba Hani tak lain merupakan founder Aku Menulis. Acara tersebut merupakan bincang hangat seputar dunia menulis. Kebetulan topiknya dikontekstualkan dengan dunia bisnis.

Saat Mas Danang (Penyiar Perkasa FM) bertanya seputar Aku Bisa Menulis maka Mba Deni menjelaskan secara gamblang. Mba Deni menjelaskan bahwa Aku Menulis merupakan platform media digital alias web jasa kepenulisan. Lebih tepatnya web yang bergerak di bidang jasa kepenulisan SEO. Biasanya mereka diminta untuk membuat artikel sesuai permintaan pelanggan. Misalnya promosi bisnis, deskripsi produk hingga caption barang dan jasa. Mereka juga menolak bahwa bisnis tersebut bukan joki artikel jurnal tapi tulisan content writer.

Aku Menulis merupakan web jasa kepenulisan yang lahir sejak 10 Juni 2020. Kata Mba Hani awalnya kami mengikuti grup jasa menulis akhirnya karena perbedaan visi mereka membuat sendiri. Hingga kini tidak kurang dari 5 anggota freelance diberdayakan di grup tersebut. Saya pun menambahkan bahwa yang dilakukan oleh Aku Menulis memang merupakan bentuk aplikasi di mana kita bisa meraup cuan. Lewat menulis pun ternyata bisa menjadi penghasilan.

Jika saya lebih menekankan bahwa kebutuhan akan buku bacaan anak misalnya sangat besar sekali. Sehingga peluang dunia menulis itu sebenarnya besar. Terlebih kita hidup dengan diapit berbagai macam kampus. Dari itulah sebenarnya mahasiswa bisa menyambut peluang bisnis tersebut. Intinya selama tidak menyalahi aturan kita terus saja berproses lewat jalur menulis.

Menulis itu aktivitas yang unik. Ketika ditanya bagaimana cara menulis maka jawabannya ada dua. Pertama, seorang penulis adalah seorang pembaca. Tanpa membaca seseorang akan kebingungan apa yang hendak di tulis. Kedua, seorang pencatat. Mencatat berarti ada proses mengikat pengetahuan untuk dikembangkan. Setelahnya baru meneruskan menjadi penulis.

Setidaknya ada dua manfaat jika seseorang memilih menulis yaitu kepuasan batin dan profit. Bahkan menulis bisa menambah pengetahuan, dampak kesehatan hingga menambah pertemanan. Maka dari itu mari menulis. Dengan menulis seseorang mencoba terus bermanfaat, menyemai pengetahuan dan mengawetkan kebaikan.[]

the woks institute l rumah peradaban 13/3/24

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde