Langsung ke konten utama

The Puzzle Idea




Woks

Mendengar Lord Rangga meninggalkan dunia pada Selasa kemarin rasanya sedih. Waktu sangat cepat berlalu dan memang begitu mengagetkan. Pasalnya kita tahu Lord Rangga atau nama aslinya Ranggasasana, Edi Raharjo memang sudah lama tidak muncul di media setelah vakum dan sempat menjadi perbincangan karena didaulat sebagai salah satu petinggi Sunda Empire.

Selain petinggi Sunda Empire ia juga mendadak kontroversi karena kata-katanya yang mengguncang jagat media. Pasalnya apa yang dikatakan oleh beberapa netizen selalu disangkutpautkan dengan sesuatu hal. Ibarat sebuah prediksi, statementnya menjadi buah bibir karena beberapa ada yang mendekati benar. Statement tersebut di antara gedung sate sebagai titik pusat bumi, Wikipedia bisa disetting dari Bandung, menghubungi Putin untuk menghentikan perang, mengendalikan nuklir dan lainya.

Apa yang dikatakan Lord Rangga tentu sangat berbeda dengan apa yang diungkapkan Gus Dur atau Jangka Jayabaya. Kita bisa membedakan antara prediksi, peluang, ramalan atau penarikan kesimpulan berdasarkan data-data. Orang Jawa biasanya memiliki istilah ilmu titen alias kesimpulan berupa pola berpikir deduktif. Artinya mereka sering berkesimpulan akan riwayat yang pernah terjadi lalu dielaborasikan dengan tradisi dan kepercayaan.

Selain ilmu titen orang Jawa juga memiliki ilmu otak atik matuk alias cocokologi. Ilmu otak atik matuk dalam bahasa Inggris bisa disebut the puzzle idea. Ilmu ini biasanya memanfaatkan tanda-tanda atau mengaitkan sesuatu dengan simbol dan faktor lainnya. Pemanfaatan ilmu tersebut tentu sangat jelas yaitu untuk menggiring orang percaya atau bisa saja goyah pendiriannya. Ilmu tersebut lebih tepatnya menggabungkan teknik branding marketing agar orang yakin. Pembacaan terhadap ilmu ini tak lain sangat beragam salah satunya diasosiasikan dengan teori konspirasi. Hal itu terjadi karena ilmu ini bagaimana pun juga sangat lemah tingkat akurasi datanya.

Cocokologi atau the puzzle idea tak lain memanfaatkan ilmu matematika. Jadi bisa sangat mungkin apa yang dilakukan Lord Rangga merupakan kolaborasi antara data dan prediksi-prediksi yang dicocokkan dengan perkembangan isu di masyarakat. Bahkan Jangka Jayabaya yang terkenal itu juga bagian dari kemungkinan yang bersifat prediktif akan tetapi ia memanfaatkan ilmu alam sehingga mau tidak mau kita terus meyakininya hingga hari ini. Lantas bagaimana hal itu dipandang. Apakah cocokologi bagian dari kemajuan berpikir.

Sebenarnya mudah saja untuk menjawabnya. Yang jelas jika merujuk pada sebuah permainan puzzle maka hal itu merupakan bagian tak terpisahkan dari susunan utuh. Kita saja yang kesulitan dalam menemukan satu bagian yang justru bagian dari kunci keutuhan. Jika dikaitkan dengan ilmu matematika, perhitungan atau peluang lainnya tentu fenomena cocokologi sangat menarik. Karena selain di sana terdapat unsur hitung, pola berpikir, pemecahan masalah juga ada unsur kreativitas yang terlahir. Akan tetapi paling jauh hal itu bagian dari manipulatif atau tipu daya kita tak pernah tahu. Yang jelas semua bisa dianalisa dan dikritisi.[]

the woks institute l rumah peradaban 11/12/22

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde