Oleh : Woko Utoro
Menjadi seorang muslim di era modern memang penuh tantangan. Nashida Ria grup qasidah asal Semarang mengistilahkan tantangan dengan kecemasan. Memang benar adanya karena Nabi Muhammad SAW telah memberikan pesan sejak seribu tahun lalu bahwa akan datang suatu masa di mana Islam datang terasing dan kembali terasing. Oleh karena itu bagaimana cara menjadi muslim yang dapat menaklukkan era distrupsi tersebut.
Mari kita belajar pada Kiai Mujib. Ngainun Naim dalam Buku Menipu Setan (2015) menuliskan betapa istiqomahnya sosok Kiai Mujib. Memang benar bahwa konsistensi merupakan salah satu cara yang dapat menaklukkan zaman lebih lagi bagi kita yang menempuh jalur kebaikan. Keistiqomahan tersebut bisa ditempuh lewat 3 cara yaitu keshalehan secara total, shalat berjamaah dan muthalaah (belajar).
Keshalehan secara total bukan karena meminta diakui oleh orang lain melainkan menifestasi dari perilaku yang diakui oleh orang lain. Selanjutnya shalat berjamaah dapat mengikat seseorang untuk lebih menghargai waktu dan arti bersyukur. Yang tak kalah pentingnya khususnya bagi pelajar santri adalah muthalaah (belajar). Dengan terus belajar berarti kita tengah menempa diri ke arah yang lebih baik. Karena bagi Syeikh Ibnu Mubarak ketika seseorang sudah merasa diri pintar itu justru sebuah kebodohan. Voltaire juga mengatakan yang sama bahwa ketika kita banyak memiliki pengetahuan justru di sana kita sadar bahwa diri ini tak mengetahui apapun.
Seharusnya kita memang menjalankan laku hidup seperti filosofi santri. Gus Dhofir Zuhri dalam bukunya Peradaban Sarung (2018) menyebutkan bahwa santri selalu menjalani hidup sederhana atau dalam filsafat Jawa disebutkan urip kuwi urup, urip kui urap hidup itu menyala, hidup itu bercahaya dan hidup itu bermasyarakat. Intinya bahwa hidup itu bermanfaat bagi sesama mahluk Allah. Kebermanfaatan itulah justru akan terus relevan sekalipun jaman silih berganti.
Menurut Jamal Ma'mur Asmuni dalam bukunya Agar Hati Tidak Keras (2014) menjelaskan bahwa manusia adalah kreasi Allah yang paling sempurna. Karena dalam diri manusia terdapat dua potensi yaitu malaikat terdiri dari (hati, akal, pikiran, intuisi) dan hewani (syahwat, nafsu, ghadhab). Potensi itulah yang merupakan modal manusia untuk menghadapi tantangan jaman. Kesempurnaan manusia sesungguhnya terletak pada akal pikirnya. Hal itulah yang membedakan manusia dengan mahluk lainya.
Maka dari itu menjadi muslim haruslah kreatif dan produktif. Kreativitas atau ide sangatlah mahal harganya lebih lagi di era serba rivalitas dan produktif adalah jalan untuk tetap bermanfaat. Menurut Ahmad Rifa'i Rifan dalam Buku Generasi Optimis (2020) menyebutkan bahwa muslim haruslah optimis, bombardir segala macam ketakutan dan tetap teguh walaupun jaman sudah sangat berbeda. Dengan sikap optimis itulah sejatinya kita tengah melibatkan Allah sang maha pemurah dalam segala langkah.
Demikianlah sekilas catatan bagaimana menjadi muslim yang dapat menaklukkan jaman. Jangan sampai karena dorongan nafsu kita terjebak dalam gemerlap dunia. Harusnya kita mengatur dunia bukan sebaliknya dunia menindas kita. Sebuah maqalah menyebutkan bahwa jika kita lemah pada dunia maka dunia akan keras dan jika kita keras pada dunia maka dunia akan lemah dan tunduk. Intinya semua hal dalam hidup adalah bagaimana kita menyikapinya. Ingat bahwa dunia itu seperti seorang nenek yang bersolek. Jadi jangan sampai terpedaya olehnya dan tetap berhusnudzan kepada Allah SWT.[]
Referensi:
Ngainun Naim, Menipu Setan
Ahmad Dhofir Zuhri, Peradaban Sarung
Jamal Ma'mur Asmuni, Agar Hati Tidak Keras
Ahmad Rifa'i Rifan, Generasi Optimis
Tulisan kok berat banget kayak bikin skripsi
BalasHapus