Langsung ke konten utama

Sowan Ibu Hj. Roudlotul Jannah Mojosari




Woks

Sudah lama saya tidak berkunjung ke Mojosari Kauman tepat di ndalem Ibu Hj. Roudlotul Jannah. Mungkin terakhir ke sana sekitar 5 bulan yang lalu. Atau terakhir kalinya sekitar 2 bulan yang lalu dalam acara Konfercab Muslimat NU Tulungagung di Gedung KH. Arief Mustaqiem UIN SATU.

Alhamdulillah akhirnya kemarin malam Jum'at saya berkesempatan sowan beliau ba'da isya. Sebenarnya saya berangkat sejak magrib akan tetapi karena ada kendala maka setelah isyalah saya baru sampai di sana. Salah satu alasan mengapa saya harus ke sana adalah karena bermimpi beliau. Dalam mimpi itu beliau memanggil saya seraya memberikan begitu banyak camilan kacang sangrai. Dari sanalah mimpi itu saya anggap sebagai isyarah agar segera sowan ke saya.

Ibu Hj. Roudlotul Jannah adalah guru sekaligus pengasuh saya di TPQ Roudlatul Athfal. Saya mengenal beliau sekitar satu tahun lalu melalui sahabatnya yaitu Komandan Mulyono alias Pak Tukul. Ibu Hj. Roudhoh saya memanggil beliau merupakan satu dari sekian guru dari jalur sanad perempuan. Saya tentu merasa beruntung bisa mengenal beliau apalagi jika tahu bahwa sanad jalur keilmuannya juga shohih. Yang saya tahu beberapa di antara guru beliau adalah KH. Masykur Zuhdi Almursyid Mojosari dan Prof. DR. (HC) K.H. Mochammad Zaki, M.M, pendiri Pondok Pesantren Jawahirul Hikmah (JH) Besuki Tulungagung.

Dalam kesempatan sowan tersebut saya tidak sendiri melainkan bersama kawan dari Jombang yaitu Mas Fadli, diantar Mas Muhibb dan Mas Lutfi. Dalam sowan nan syahdu tersebut kami disuguhi kopi. Kami pun tak lupa membawakan beliau martabak manis dan asin. Di luar dugaan beliau juga membawakan kami tiga kotak berisi kurma syukari yang dikirimi dari teman beliau di Hongkong. Selain kurma beliau juga banyak memberikan ilmu kepada kami di antaranya:

Pertama, jangan lupakan guru khususnya guru kehidupan mu. Bagi beliau guru kehidupan tak lain adalah Allah SWT, Tuhan semesta alam yang begitu maha sabar dalam membimbing kita hambanya. Allah adalah sebaik-baik tempat kembali maka jangan sampai kita melupakannya.

Kedua, birrul walidain. Kata beliau jangan sekali-kali menyakiti orang tua khususnya ibu. Jika hidup kita ingin berlimpah keberkahan maka hormatilah kedua orang tua, syukur-syukur sampai membahagiakan mereka. Kedua orang tua adalah jimat yang selalu kita rawat keberadaannya.

Ketiga, ikutilah guru dan sanad keilmuannya. Guru adalah mereka yang berjasa dalam membimbing kita menuju kepada Allah. Karena guru pula kita bisa melangkah hingga hari ini, mengerti banyak hal terutama ilmu agama. Hati-hati dalam memilih guru karena akhir-akhir ini banyak orang tidak memperhatikan sanad keilmuan.

Keempat, hati-hati dalam pertemanan karena tidak semua orang dapat menghormati dan memahami kondisi kita. Kata beliau bahwa banyak dari permasalahan hidup baik bagi diri sendiri maupun relasi dengan orang lain adalah karena penyakit hati. Maka dari itu perlulah kita untuk berobat dengan memperbaiki kondisi hati tersebut. Tak lupa pula saat ada masalah bersholawat lah kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW karena lewat wasilah kekasih Allah insyaallah permasalahan kita akan menemukan jalan keluarnya.

Setelah saya sowan Ibu Hj. Roudhoh kami berkesempatan berziarah ke maqbaroh Syeikh Basyaruddin di bawah pegunungan Bolu. Di sana telah banyak orang berziarah dari berbagai kota dan maklum saja karena malam tersebut malam Jum'at. Setelah usai kami langsung bertolak pulang dan sebelumnya kita sempatkan bersantap nasi pecel di depan Hotel Crown.

the woks institute l rumah peradaban 27/8/22

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde