Langsung ke konten utama

Tapak Jejak Keikhlasan




Woks

Bicara ikhlas sangat mudah diucapkan tapi sangat sulit dipraktekkan. Begitulah pembuka awal dari KH. M. Mushoffa Hasan Pengasuh PPTQ Al Mubarokah Boro dalam pengajian Yanbu'a di SD Islam Al Azhaar Tulungagung beliau menjelaskan tentang makna ikhlas.

Kata beliau ikhlas merupakan ruhnya ibadah, jika ibadah tidak didasari keikhlasan maka ibadah tersebut hanya ibarat jasad tanpa ruh. Maka dari itu jika seseorang diajak untuk mengaji atau melakukan sesuatu kebaikan niatkanlah dengan ikhlas. Jika tidak diniatkan ikhlas karena Allah amat disayangkan nantinya tak bernilai apapun padahal usaha kita sudah maksimal. Beliau juga menjelaskan bahwa buah dari keikhlasan adalah sebuah jejak yang luar biasa. Salah satu jejak dari keikhlasan di antaranya bisa dilihat dalam ritual ibadah haji.

Kabah di Mekah merupakan monumen keikhlasan yang dibangun oleh Nabi Ibrahim dan putranya Ismail. Di sana juga ada jejak keikhlasan Sayyidah Hajar ketika mencari air untuk Ismail hingga diabadikan dalam sa'i. Bisa dibayangkan dari jejak keikhlasan tersebut mengundang orang datang dari tiap penjuru dunia. Mungkin contoh para nabi terlalu jauh, kata beliau terdekat di antara kita juga ada seperti para guru TPQ, takmir masjid hingga tukang gali kubur. Kata Abah Shofa keikhlasan para takmir masjid sangat luar biasa bahkan mungkin mereka yang lebih layak untuk diciumi tangannya daripada kita.

Salah satu penunjang keikhlasan adalah keistiqomahan. Dengan istiqomah maka akan meningkatkan derajat. Ibadah itu perlu dibiasakan karena ibadah itu sulit maka perlulah niat yang jernih sejak awal. Ikhlas beramal buka apa atau karena siapa akan tetapi murni karena Allah. Maka tidak salah jika motto Departemen Agama di Indonesia adalah, "Ikhlas Beramal". Dengan ikhlas itulah Tuhan tidak bisa dikelabui sekalipun di bab niat. Tuhan akan tau di mana letak hati hambanya.

Keikhlasan memang tidak menjanjikan apa-apa di dunia tapi di akhirat ia bagai bangunan istana. Dengan ikhlas sejatinya orang tengah diajak untuk menyembunyikan amalnya dan hanya menghadirkan Allah sebagai Tuhan memberi takdir. Bahwa amal bukan satu-satunya yang bisa dibanggakan melainkan karena rahmat Allah nan luaslah kita bisa memasuki tangga-tangga kebajikan itu.

Demikianlah sekilas tentang sikap ikhlas yang luar biasa. Kita barangkali akan terus belajar kepada surah Al Ikhlas yang di sana tidak ada satu pun kata "ikhlas" tersemat. Sungguh perkara niat, ikhlas dan puasa hanya Allah saja yang tahu. Kendati sulit ikhlas akan tetapi kita bisa melakukannya dengan cara istiqomah. Lewat cara itulah segala amal ibadah akan terbiasa, tanpa beban dan seiring berjalannya waktu keikhlasan akan terlahir.

the woks institute l rumah peradaban 18/6/22

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde