Langsung ke konten utama

Grebeg Mulud 2022 bersama Jama'ah Al Khidmah




Woks

Setiap tanggal 12 Rabiul Awal Yayasan Sentono Dalem Perdikan Majan mengadakan acara Grebeg Mulud. Acara tersebut diperingati tiap tahun dengan berbagai acara termasuk bazar rakyat. Acara tersebut dihelat seminggu penuh, biasanya diisi dengan tradisi jamasan pusaka Kyai Golok, tahlil naluri, sholawat bersama grup hadrah, manakib, hingga parade ishari.

Kali ini acara ketiga yaitu manakib bersama jamaah al Khidmah. Seperti biasa acara dimulai selepas isya awal yaitu dengan pembacaan tawasul. Setelah itu barulah pembacaan rawi, qasidah, maulidurrasul dan mauidhoh hasanah. Kali ini mauidhoh hasanah disampaikan Gus Udin dari Ngajuk yang tak lain merupakan kakak dari Gus Ali Shodiq.

Dalam mauidhoh hasanahnya beliau menjelaskan bahwa penghormatan pada nabi tidak sekadar senang melainkan harus juga sering menyebut namanya dan melaksanakan ajaran serta menyebarkan sunnahnya. Menurut riwayat barang siapa yang membaca shalawat pada nabi 10 kali setelah shalat wajib maka ia akan mendapatkan keberkahan hidup.

Salah satu tanda kecintaan pada nabi adalah dengan berkorban. Pengorbanan itulah yang juga kita hayati di mana dulu Kanjeng Nabi Muhammad begitu peduli pada umatnya. Keyakinan itulah yang akhirnya berbuah jaminan. Kata malaikat Jibril jika ada umat nabi yang bershalawat ia akan bersujud pada Allah untuk memintakan ampunan. Dan malaikat tak akan beranjak dari sujud sebelum dosa umat nabi diampuni.

Selanjutnya jika ada umat nabi yang gemar bershalawat maka malaikat Mikail akan memberi air di akhirat saat orang kehausan karena matahari begitu dekat. Jika ada umat nabi yang bershalawat maka malaikat Israfil akan memberikan bantuan supaya umat tersebut mampu melewati sirath. Dan terakhir jika ada umat nabi yang senang bershalawat maka malaikat Izrail akan menyabut nyawa umat tersebut disamakan dengan kekasihnya.

Demikianlah manfaat luar biasa dari shalawat. Maka dari itu yakin dan nderek kepada orang shaleh yang selalu bershalawat pada Nabi Muhammad SAW. Semoga nabi mendengar salam sayang kita pada beliau.

the woks institute l rumah peradaban 13/10/22

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde