Langsung ke konten utama

Santri PPHS Partisipasi Pawai Ta'aruf Hari Santri NU Kedungwaru 2022




Tulungagung - (30/10/22) Di penghujung bulan Oktober kami santri PP. Himmatus Salamah Srigading Tulungagung berpartisipasi dalam acara pawai ta'aruf. Acara pawai kali ini dalam rangka Peringatan Hari Santri Nasional tahun 2022. Acara ini diselenggarakan oleh MWC NU Kedungwaru yang bekerjasama dengan berbagai pihak.

Peserta pada acara pawai ta'aruf kali ini mencapai 80 terdiri dari berbagai elemen masyarakat termasuk lembaga pondok pesantren, TPQ, madin, ta'mir masjid, organisasi hingga banom di tubuh NU. Acara ini dihadiri oleh berbagai pihak termasuk dibuka langsung oleh Rais Syuriyah MWC NU Kedungwaru KH. Abdus Salam Simo, Ketua Tanfidziah Ustadz Nanang Bukhori, Katib KH. Mushoffa Hasan Boro. Acara pawai ini dimulai dari lapangan Desa Ngujang, menuju Gendingan, Boro, Simo, Tapan, Rejoagung, Bangoan, Bulusari, Ringinpitu, Tunggulsari dan finish di utara perempatan Manggisan Plosokandang.




Kami santri PPHS mendelegasikan sekitar 15 anak dengan mobil pick up putih berhias bendera merah putih dan pita warna-warni. Kami memakai busana ala santri sekaligus bertemakan para wali. Dengan properti seadanya kami pun berangkat sejak pagi dan menjadi peserta dengan nomor urut 52. Kami sangat menikmati perjalanan ini karena selain dapat melihat peserta lain, kami juga bisa menikmati sarapan, jajanan toko dan tentunya rokokan.




Musik-musik dari sound bertengger di atas mobil menggemakan nyanyian santri. Pernak-pernik warna warni hiasan mobil termasuk kereta anak juga turut memeriahkan acara ini. Suara bom spirtus dan musik hadrah juga turut meramaikan suasana. Di sepanjang jalan kami juga melihat puluhan pasang mata. Semua orang bergembira ria. Hingga akhirnya kami pun bisa finish sekitar pukul 10:00. Lalu acara dipamungkasi makan siang di Warung Mak Anna nan sederhana itu. Kami para santri sangat senang dan semoga tahun dengan bisa lebih semarak lagi.

Dengan acara pawai ini kita menunjukkan eksistensi bahwa santri memiliki suara, NU menunjukkan taringnya, dan masyarakat bisa tahu keberadaannya. Santri dan NU tentu akan terus berkomitmen dalam meneguhkan visi moderat Islam. Termasuk memegang teguh sesuai tema HSN tahun 2022 yaitu, "Berdaya Menjaga Martabat Kemanusiaan".

the woks institute l rumah peradaban 30/10/22

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde