Langsung ke konten utama

Review Buku Catatan dari Brunei Darussalam




Woks

Terlalu banyak buku catatan perjalanan dan satu di antara rekomendasi untuk dibaca adalah buku ini. Buku dengan judul Membangun Relasi, Peluang Riset dan Dakwah Ilmiah (Catatan Pengalaman dari Brunei Darussalam) berbeda dengan buku perjalanan lainya. Pasalnya kita sering membaca catatan serupa seperti perjalanan liburan atau kunjungan ke suatu tempat. Akan tetapi dalam buku ini mengupas sisi lain tidak hanya perjalanan melainkan adanya visi akademik yaitu mengenai kajian riset ilmiah.

Buku yang ditulis oleh 8 orang terdiri dari; Dr. Ngainun Naim (sekarang sudah Profesor), Dr. Ali Imron, Dr. Kamarusdiana, Dr. Ahmad Yani, Dr. Mus Mulyadi, Dr. Sumarto, Dr. Ismail Fahmi AN dan Syawaluddin Hanafi, M.H. Delapan orang tersebut merupakan dosen PTKIN yang mendapatkan Program Peningkatan Kapasitas LP2M/Reviewer dari Kementerian Agama RI.

Kedelapan dosen tersebut tentu sesuai kapasitas dan jabatan di masing-masing kampus telah dipercaya untuk mengembangkan metode riset. Melalui buku ini mereka mencatat setiap yang ditemui selama di Negeri Petro Dollar itu. Beberapa hal menarik dari buku ini di antaranya: mengabarkan bahwa di Brunei Darussalam masjid bandara sangat bersih, disiplin tanpa bunyi klakson, tanpa asap rokok dan tanpa kaca mobil gelap. Di sana setiap acara dihelat mirip resepsi dan pastinya selalu ada shalawat nabi.

Terdapat pula makam Sultan Sharif Ali yang tak lain merupakan sultan pertama yang mendirikan masjid dan panji kebesaran Brunei. Orang-orang juga menyaksikan betapa ramahnya sosok Sultan Hasanal Bolkiah serta pengurus yang ada di UNISSA. Para delegasi Indonesia untuk program penguatan kapasitas LP2M dan Reviewer juga tak lupa mengunjungi beberapa masjid yang ada di sana seperti: Masjid Bandara Internasional Brunei, Masjid Omar Ali Saifuddin, Masjid Jami' A-Ashr Hasanah Bolkiah, Masjid Al Ameerah Al Hajjah Maryam dan Masjid Ash Shalihieen. Bagi negara Brunei masjid tentu bangunan utama selain tempat ibadah, fungsi masjid sangat luar biasa yaitu sebagai tempat destinasi ruhani dan kunjungan utama di sini.

Tak kalah menarik adalah peran KBRI dan PCI NU yang ada di sana. Karena selain kesamaan madzhab Brunei juga welcome dengan organisasi sesama Aswaja. Tentunya soal riset pun memiliki visi sama yaitu menggali kiprah keulamaan setempat, Islam Melayu dan ragam kesamaan lain sebagai sesama rumpun di Nusantara. Membaca buku ini serasa ingin berkunjung ke Bandar Sri Begawan tempat sultan Brunei bermukim.

Judul : Membangun Relasi, Peluang Riset dan Dakwah Ilmiah (Catatan Pengalaman dari Brunei Darussalam)
Penulis : Dr. Ngainun Naim, dkk.
Penerbit : Akademia Pustaka
Tahun : 2020
Tebal : 165 hlm
ISBN : 978-6237-706-21-2

the woks institute l rumah peradaban 3/10/22

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde