Woko Utoro
Sejak kecil saya tidak berangan-angan menjadi seorang pendidik atau di dunia formal dikenal dengan guru. Saya hanya terbersit di pikiran mungkin suatu saat akan menularkan ilmu seperti guru-guru yang telah mendidik saya sejak di sekolah dasar. Sedikit banyak saya memang terinspirasi dari salah satu guru SD sebut saja namanya Bapak Yayat Syarif Hidayat.
Beliau orang Sunda asli. Kepribadiannya tegas bahkan lebih disebut galak. Beliau juga guru dari orang tua saya. Saking galaknya hingga wafatnya beliau berpredikat guru legendaris. Tapi yang saya suka dari beliau adalah pengetahuannya tentang apapun begitu luas. Sehingga saya harus mengikuti jejak beliau dalam hal intelektualitas. Pak Yayat memang galak tapi favorit.
Singkat kisah hari ini atau mungkin hingga esok saya berkhidmat sebagai pendidik alias guru. Tentu peran orang tua dalam hal ini bapak juga bagian tak terpisahkan. Saya ingat betul ketika bapak datang awal-awal di kampung kami. Beliau langsung mengajari anak-anak kecil mengaji. Bahkan beberapa anak-anak itu sudah tumbuh menjadi orang tua dan mereka masih ingat bahwa bapak saya adalah guru ngajinya.
Lambat laun saya berpikir apakah setiap orang harus menjadi pendidik? Jika guru sebagai profesi tentu tidak semua wajib di titik ini. Tapi jika setiap orang menjadi pendidik itu hukumnya wajib. Setidaknya mereka mendidik untuk anak dan keluarganya dengan baik. Singkat kisah ketika saya di pondok para ustadz memberikan motivasi bahwa mendidik itu istimewa. Tidak ada pahala luhur kecuali mendidik bahkan Nabi Muhammad SAW diutus sebagai pendidik, "Innama buistu mualliman".
Menjadi muallim memang luar biasa. Gus Baha sering memberi keterangan bahwa wong seng mulang fikih luwih keramat daripada seng iso mumbul atau orang yang mengajarkan ilmu fikih lebih terhormat daripada yang hanya bisa terbang. Kata Gus Baha kehebatan terbang hanya untuk diri sendiri sedangkan mengajarkan ilmu akan terus berbuah dan berbuah. Maka dari itu peran guru sangatlah vital dalam kemajuan seorang santri.
Sayyidina Ali Karramallahu Wajhah bahkan jika ditanya tentang seorang guru maka menjawab bahwa dirinya adalah budak bagi seseorang yang telah mengajarkan ilmu. Sayyidina Ali juga berpendapat bahwa menghormati guru lebih didahulukan daripada orang tua. Alasannya sederhana bahwa guru adalah abul ruh sedangkan orang tua adalah abul jasad. Orang itu akan ternilai karena esensi dirinya bukan fisiknya.
Salah satu keistimewaan mendidik adalah selalu di jalur ilmu. Dalam Al Qur'an surah Al Mujadalah ayat 11 sangat jelas bahwa orang berilmu akan ditinggikan beberapa derajat. Bahkan orang berilmu akan dimudahkan jalannya menuju surga. Jadi dari sini sudah jelas bahwa mendidik itu tugas mulia. Saking mulianya tinta orang berilmu lebih berat dari darah syuhada. Semoga apa yang menjadi jalan kita mendidik akan dimudahkan oleh Allah SWT.[]
the woks institute l rumah peradaban 27/10/23
Mantap Bang Woks
BalasHapus