Langsung ke konten utama

Sajak-sajak Kecil


Woks

Tak ada yang lebih resah daripada pedagang yang menunggu pelanggannya

Tak ada yang lebih gundah dari orang tua yang mencari anaknya

Tak ada yang lebih tabah dari tukang becak yang menunggu penumpangnya

Tak ada yang lebih pasrah dari petani yang melihat hama menyerang padinya

Tak ada yang lebih lelah dari para pencari ilmu, berjuang melawan kemalasanya

Tak ada yang lebih susah dari istri yang ditinggal mati suaminya

Tak ada yang lebih payah dari pemuda malas yang rebahan sepanjang hari

Tak ada yang lebih marah dari anak kecil yang selalu ditipu orang tuannya

Tak ada yang lebih gelisah dari pemuda dengan masa depannya

Semua memang tak ada yang sempurna
Semua tak lain karena rasa


/./

Jika kau terjatuh biarlah aku jadi tandu
memeluk tubuhmu
tak akan kubiarkan tanah menyentuh kulitmu

Jika aku sakit izinkanlah kau jadi ambulan
supaya sirinemu membunyikan hatiku
//

Semilir angin malam berbisik
ada hati yang tertinggal
ada rindu yang menyeruak

/./
Tetaplah berdiri walau tanah terasa pahit
tetaplah tegak walau badan terasa payah
tetaplah terbang walau sayap terasa letih

//
Hujan telah turun menyampaikan sabdanya
memberikan kesejukan serta memberi pesan
angin-angin nakal tak mau kenal
menghembuskan angan-angan

Dalam angan-angan anak kecil berdiam
menahan lapar menyangga kedinginan
sedangkan gembalanya tak kunjung pulang

Tiba-tiba gerimis memadamkan semua
menghapus segala jejak kebisuan
menerobos batas kecil bernama angkuh
meretas harapan

Lantas ia ambil seutas tali
dililitnya perut merekayasa kenyang
alangkah malangnya
dunia memang terasa kejam
lantas di mana kebajikan bersembunyi
entahlah, hanya Tuhan tau segalanya

the woks institute, 11/8/20



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde