Langsung ke konten utama

Warkop Sido Marem: Menjajakan Kopi Menampilkan Seni

..

Woks

Setelah sekian lama vakum diterpa Corona Angkringan Kopiah Ireng yang beralamat di Jl. Panglima Sudirman gg 7 no. 80 Kepatihan-Tulungagung, kini hidup kembali dan bertransformasi menjadi Warkop Sido Marem. Dengan kepemilikan yang berbeda dan anggota yang sama warkop ini membawa angin segar berupa konsep baru.

Konsep tersebut yaitu didesain seperti kafe ala anak-anak muda lengkap dengan alat musiknya seperti gitar akustik, kajon dan organ. Sisi menarik di warkop ini yaitu hiasan dindingnya yang menampilkan serangkaian hasil jepret foto dari fotografer profesional. Foto-foto tersebut terpampang di dinding laiknya sebuah galeri pada acara pameran. Para pelanggan akan dibawa ke suasana yang nyaman sekaligus diajak ke masa silam dengan suasana desa nan sederhana. Bagi anda para Selebgram tentu berswa foto di malam hari tebih terlihat ekspresif.

Selain itu di sana akan kita jumpai satu spot ruangan khusus Tapol alias tahanan politik. Ruang tersebut sengaja dihadirkan dalam rangka menolak lupa bahwa beberapa pejabat yang dipercaya rakyat kini malah mengkhianati rakyatnya. Mereka adalah tokoh dari mulai bupati, ketua DPR hingga Kadin PUPR dengan kasus korupsi dan suap. Rangkaian foto di ruangan tersebut sekali mengajak kita untuk terus waspada bahwa makin hari para politisi semakin ngawur. Kita tidak boleh terjebak dengan segala janji manisnnya. Warkop ini memang membawa konsep kritik sosial agar kita semakin terbuka dalam berpikir dan bertindak.


Tak boleh lupa Warkop Sido Marem ini memiliki arti "sido" berarti jadi atau terlaksana sedangkan "marem" artinya membahagiakan atau menyenangkan. Sebuah warkop yang menampilkan kepuasan batin melalui berkesenian. Sehingga harapan besar dari warkop ini akan terjalin hubungan kreativitas nan inovatif bagi mereka yang terus memperbaiki kekancan (persudaraan). 


Menu-menu yang ditawarkan di warkop ini disajikan seperti pada umumnya akan tetapi saat berjalannya waktu warkop ini akan menyajikan menu istimewanya. Selain itu anda penikmat kopi bisa menikmati asyiknya minum kopi di suasana yang terbuka. Bagi anda pecinta diskusi jangan khawatir acara "Ngaji Ngopi" pasti akan hadir kembali dengan konsep yang lebih fresh. Kita tunggu saja tanggal mainnya seraya berdoa semoga Corona segera usai pergi. Salam sruput.

the woks institute, 19/8/20

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde