Langsung ke konten utama

Tentang Sebuah Mimpi


Woks

Setiap orang pasti pernah mengalami mimpi saat tertidur. Terlepas dari benar atau tidaknya mimpi tersebut yang jelas kejadian itu nyatanya hanya di alami saat kita terlelap. Mimpi telah diketahui merupakan peristiwa alam bawah sadar yang melibatkan seluruh panca indera dan perasaan. Dalam dunia psikologi mimpi atau dream adalah rekayasa bawaan sejak beraktivitas di saat terjaga.

Sigmund Freud dalam bukunya The Interpretation of Dreams, menulis bahwa mimpi adalah “... pemenuhan keinginan yang terpendam". Dalam kata lain mimpi adalah manifestasi menuju alam bawah sadar, ia adalah emosi, keinginan, dorongan yang bersifat bebas. Tentu jika dalam tradisi agama pengertian mimpi berbeda lagi bahkan orang menyebutkan sebagian dari ilham.

Islam memandang mimpi tidak hanya sekedar fenomena adhghaatsu ahlaam atau bunga tidur melainkan bisa sebagai pengetahuan atau petunjuk. Maka dari itu kita kenal dua kutub tentang mimpi ru'yah shadiqah (mimpi yang benar) dan ru'yah khadzibah (mimpi bohong). Mimpi bohong atau mimpi buruk dapat dipastikan datangnya dari syaiton. Sedangkan mimpi yang pasti adalah mimpi bertemu Nabi Muhammad saw. Dalam sebuah riwayat bahwa wajah Nabi Muhammad saw tidak bisa ditiru atau dipalsukan oleh syaiton. Jika tentang Tuhan mungkin bisa seperti halnya syaiton yang menggoda keimanan Syeikh Abdul Qodir Al Jaelani.

Perihal ini bolehlah saya berbagi kisah receh tentang mimpi. Beberapa hari saya memang merasa resah lebih tepatnya gundah hati. Entah ada apa, yang jelas hati terasa terombang-ambing. Biasanya untuk mendamaikanya saya buka kitab maulid baik itu al Barjanzi karangan Syeikh Jafar Ibn Karim Barjanzi atau Dhiyaul Lami' karangan al Habib Umar ibn Salim ibn Hafidz, lalu malamnya saya coba istikhoroh. Seperti biasanya sebagai hamba amatiran saya selalu menunggu isyarah apa yang akan terjadi dan apa yang akan saya terima. Anggapan saya hal itu bisa menjadi jawaban sementara atas rasa hati yang bingung ini.

Beberapa kali saya memang tidak pernah bermimpi tentang apapun. Sebab kata Bapak jika kita berharap lebih pada sesuatu menurut ukuran kita biasanya tidak akan terjadi. Maka dari itu biarkan saja ia mengalir mengikuti garis jalanya. Sebab tidak ada jawaban instan yang langsung didapat tanpa sebab usaha gigih. Singkat cerita dua hari setelah istikhoroh tersebut tanpa diminta mimpi itu hadir bahkan dua kali walau tidak dalam durasi yang sama. Mimpi pertama malam hari saya bertemu dengan seorang ibu yang mengantarkan anak gadisnya. Saya tidak tau secara tiba-tiba anak gadis itu dititipkan kepada saya dan tanpa ada kata sang ibu itu pergi. Saya atau gadis itu pun tak ada yang berani membuka suara kecuali saya pun dibangunkan oleh hembusan angin malam.

Keesokan harinya saya tidak bermimpi. Namun hari berikutnya saya mimpi lagi kali ini di siang hari. Saya bermimpi bertemu segerombolan orang dengan sarung sederhana sedang membawa seorang syeikh dengan pakaian putih dan wajah yang penuh cahaya. Sepertinya saya kenal dengan  syeikh tersebut, tapi saya lebih baik merahasiakanya. Sesaat rombongan itu hanya meninggalkan syeikh tersebut pada saya tanpa sepatah kata pun. Akhirnya saya memapah beliau ke mana tempat yang dituju. Dalam perjalanan memapah beliau saya hampir terjatuh, tersungkur. Saya merasa membawa seseorang yang saya sendiri tidak mampu sebab kealiman dan keshalehannya sedang saya sendiri tak lebih dari hamba biasa. Singkatnya beliau menuruni sebuah jalan hingga berhentilah di sana lantas saya pun terbangun. Anehnya di sanapun saya tak dapati sepucuk pesan apapun.

Dari kedua mimpi itu saya pun mencoba mencari arti, ya barangkali sekedar menjadi pertimbangan atas semua tanda-tanda itu. Kita pun meyakini bahwa mimpi adalah bahasa simbol yang tidak selamanya bisa ditafsiri bahkan ia sangat multitafsir. Seorang teman saya mengartikan mimpi itu sebagai sebuah jodoh atau asmara, di mana si perempuan merupakan sosok yang baik. Akan tetapi di antara kita berdua masih memiliki sedikit keraguan dan disanalah masalah kecil yang perlu dipecahkan. Kedua tafsiran dari Bapak bahwa mimpi tersebut berkaitan dengan ilmu baru yang akan saya dapat, sebab di sana ada simbol syeikh atau ulama. Kata Bapak entah dalam bentuk apa yang jelas ilmu tersebut akan menuntun kita dengan pelajarannya. Tapi perkara ini bisa jadi benar sebab beberapa hari setelahnya saya ditunjuk menjadi ketua pelaksana salah satu acara memeriahkan hari raya Idul Adha.

Walau kita tidak pernah tau realitas kebenaran tentang sebuah mimpi setidaknya memang benar bahwa seorang lelaki harus menempuh jalur kesunyian. Sesorang yang tak takut merenung apalagi mengiyakan arti mimpi yang tak pasti. Yang jelas mimpi memang menjadi fenomena misteri agar kita terus berpikir menggunakan akal dan mempertanyakan lewat hati, bukan nafsu.

the woks institute, 12/8/20

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde