Woks
Mengamati dunia WhatsApp memang begitu menarik sejak kemunculannya WA menjadi aplikasi komunikasi favorit walaupun kini banyak pesaingnya seperti Telegram dll. Media sosial tersebut tentu memiliki fasilitas tersendiri kebetulan WA sangat digandrungi karena memberi kesan kemudahan mulai dari grup room, video call, pesan chat, suara, foto, story, dan video. Akan tetapi sisi menarik dari WA justru sisa informasi yang ada di dalamnya kami menyebutnya dengan "artefak atau fosil" informasi WA.
Bisa diamati terutama era saat ini kita mendapat longsoran informasi yang begitu deras. Informasi berupa pesan keagamaan hingga politik seperti tak terbendung setiap hari seolah menjadi konsumsi harian. Orang-orang kebingungan memilih mana yang salah dan benar karena setiap pemosting menganggap informasi nya benar. Kebenaran selalu menjadi hal yang diperebutkan sejak dulu dan puncaknya di era media sosial. Kebenaran dan kebohongan seperti tak ada bedanya, semua abu-abu terutama jika diamati lewat WA.
Lihat ketika Pilpres 2019 tahun itu menjadi salah satu tahun menegangkan tak terkecuali di WA. Suasana WA grup misalnya selalu seperti bara api banyak orang yang berkubu-kubu, saling mendukung, hingga berdebat tak tau arah. Mereka merebutkan kebenaran, menarik simpati, mencari pamor dan pastinya grilya atas sebuah kepentingan. Tidak hanya soal politik, informasi berkaitan dengan agama berselancar dengan cepat dan gesit. Setiap orang bisa termakan kebenaran semu atas nama dalih agama. Psy war di mana-mana bahkan kalangan akademis sekalipun ikut jadi korbanya. Apakah pasca Pilpres semua informasi tersebut hilang? tidak.
Artefak peradaban yang tersebar di WA atau medsos lain masih tersimpan dengan baik. Sampah digital memang terkenal tidak bisa dihilangkan sekalipun sudah dihapus. Secara prosedural dunia maya akan selalu merespon bahkan sistem logaritma teknologi masih mampu membacanya dan akan bersiap muncul sesaat ketika bom waktu tiba. Demikianlah hal negatif yang ada di dunia maya. Maka dari itu kita sebagai kaum yang mengatasnamakan keterpelajaran untuk tetap mengaktifkan sikap kritis, berkesadaran penuh dan memiliki filter terhadap segala macam informasi. Jangan sampai berita hoax justru mengganggu stabilitas masyarakat di era medsos ini.
Maka dari itu jika posting sesuatu seharusnya berkonten positif agar suatu saat kita dikenang sebagai good user atau pengguna media yang baik. Perlu juga memperhatikan pesan Gus Nadir bahwa dalam bermedia seseorang memperhatikan saring sebelum sharing sehingga dengan begitu kita menjadi pengguna medsos yang dewasa.
the woks institute l rumah peradaban 28/7/21
Komentar
Posting Komentar