Woks
Apakah mungkin dunia tanpa pertanian atau apakah mungkin semua orang beralih profesi menjadi pedagang atau penjual jasa. Pernyataan yang terkesan satir itu seolah-olah sedang menghantuinya kehidupan kita saat ini. Betapa tidak lahan terbuka hijau semakin menyempit dan sawah ladang pun mulai tergusur dengan adanya pembangunan. Atas dasar pembangunan itulah semua hal yang tak mungkin jadi mungkin. Sejak dulu asas pembangunan memang demikian selalu barter dengan ekologi sekitar. Jadi harus ada yang dikorbankan atas nama pembangunan.
Jika kita amati berapa hektar pembebasan lahan untuk mega proyek ibu kota negara yang baru. Tidak usah jauh-jauh kita lihat pengembangan kampus di wilayah Plosokandang sangatlah cepat. Seiring berjalannya waktu jumlah masalah mahasiswa overload sehingga mengharuskan untuk membangun fasilitas pendidikan yang baru. Dalam hal ini lahan yang semakin kritis menjadi taruhan. Lantas bagaimana dengan nasib petani sekitar. Jika esok mereka menggantungkan nasib lewat kos-kosan yang dibangun sedangkan usaha tani menjadi ditinggalkan. Tentu hal ini menjadi tantangan sekaligus pilihan bersama antara hidup dan kebutuhan.
Pilihan untuk mencukupi kebutuhan secara lebih cepat memang merupakan hal yang menggiurkan apalagi keuntungan adalah hal yang utama. Dibandingkan dengan menanam tebu misalnya seorang petani membutuhkan masa rawat, tunggu hingga panen sampai 3 bulan lamanya sedangkan usaha berjualan atau kos-kosan perbulan bisa dilihat hasilnya. Akan tetapi jika dianalisis lebih jauh sesuatu yang instan memang selalu menggiurkan bahkan ada istilah yang baru nampak menarik walaupun hanya besi.
Menanam memang membutuhkan waktu lama sedangkan hasilnya pun belum menentu, namun keunggulan menanam adalah turut memberi ruang pada lahan agar tetap hidup. Tanaman pun menyumbang kebersihan udara. Terbukti menanam bisa lebih bertahan lama dikala kebutuhan naik dan langka. Akan tetapi jika krisis lahan (landeform) sudah terjadi secara masif lantas apa yang bisa ditanam. Keadaan tersebut tentu percis yang digambarkan oleh Nasida Ria Semarang dalam syairnya "sawah ditanami gedung dan gudang, hutan ditebang jadi pemukiman.."
Jika hal itu terjadi tentu keadaan sangat mengerikan. Bukankah kini pemerintah sedang mengerakan agar lebih banyak pemuda yang menjadi petani produktif dengan memanfaatkan teknologi sebagai alat bantu pertanian. Bahkan kini petani menjadi pekerjaan yang menggiurkan karena lewat tangan kreatif pemuda sektor ini bisa lebih dimaksimalkan.
the woks institute l rumah peradaban 1/8/21
Komentar
Posting Komentar