Langsung ke konten utama

Tangisan Bayi Adalah Puisi




Woks

Eaaak...eaak bunda baru saja aku merasakan hangatnya kasih mu dalam sebuah rahim yang ku kira abadi ternyata kini dunia datang menyambut ku

Eaaak...eaak bunda sejenak saja aku meneguk ASI mu penghilang dahaga kini aku sudah harus menelan ludah ku melihat dunia semakin nyata

Eaaak...eaak bunda dunia begitu silau, luas dan panas barangkali ia nampak keras. Mungkin benar aku telah dikabari oleh sejarah bahwa dunia pernah jadi tempat pertumpahan darah

Eaaak...eaak bunda jika boleh aku memilih lebih baik aku bersama rahim mu selamanya, tapi semua tak mungkin aku sudah terlahir

Eaaak...eaak ayah sepertinya aku harus belajar padamu bertahan di tengah kerasnya hidup, peras keringat banting tulang

Eaaak...eaak ayah izinkan aku meminjam keteladanan mu sikap yang dingin dan tak pernah bisa ditebak. Bahkan kadang air mata mu mengalir dalam diam

Eaaak...eaak ayah jika aku sering menangis peluklah aku dengan kehangatan kuatkan aku dengan segenap petuah mu

Sepertinya dengan ayah dan bunda ku aku harus mengusap air mata. Aku tak boleh cengeng. Dunia memang keras tapi kita tak boleh lunak terhadapnya

Aku adalah anak ayah dan bunda harus semangat dalam menghadapi hari walaupun kadang dunia penuh tipu daya

Kata ayah bunda kamu bisa, kamu kuat hanya dengan mengingat Allah dan Rasul nya

Berhentilah menangis tataplah dunia dengan optimis

the woks institute l rumah peradaban 12/7/21



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde