Langsung ke konten utama

Menikahi Hafidzah




Woks

Siapa yang tidak ingin mendapat jodoh wanita sholihah. Sosok wanita yang diidam-idamkan oleh sebagian lelaki umumnya yang berimajinasi religius. Tentu tipe wanita sholihah adalah yang sudah terkonstruk oleh kriteria misalnya rajin ibadah, berakhlak mulia, sangat menyenangkan, keibuan hingga hafal Qur'an.

Kita anggap para hafidzah alias perempuan penghafal Qur'an merupakan sosok yang diidam-idamkan. Akan tetapi dalam kisahnya ada yang tidak mau menikah dengan hafidzah. Dari sanalah saya semakin penasaran kok ada orang yang tidak ingin menikah dengan hafidzah.

Saya pun tanya, "kang mosok saman ra gelem karo hafidzah, secara gtu lhoo hafal Qur'an, wes genah apik e dunyo akherat".

Kang itu pun menjawab, "ahh wegah liyane wae".

"Nyapo kang?", saya pun makin penasaran.

"Saman ngerti wong hafal Qur'an kui suci dadi kapan waktu ne lek bulan madu aku kudu suci terus, lhaa saben arep turu mosok kudu wudhu terus nu", jawabnya.

Saya pun semakin mendesaknya, "yo ndak ngunu to kang".

Dia pun semakin ngegas, "lha pie to saman ki, wong jelas-jelas uwong seng hafal Qur'an berarti nek awak e enek mushafe sedangkan nek al Qur'an ne wes jelas لا يمسّÙ‡ إلاّالمطهّرون"

Saya pun langsung mengakhiri, "alaah mboh kang rasido rabi malahan saman ki, wes tak pek aku wae".

wkwkwk kami pun tertawa :D

the woks institute l rumah peradaban 13/7/21

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde