Langsung ke konten utama

Apa Harus Ikut Menwa Supaya Perempuan Tidak Dilecehkan

       (Sumber foto: Saladea Rahmawati)

Woks

Kasus pelecehan seksual tiap tahun terus saja meningkat. Berbagaimacam cara termasuk memberi pemahaman melalui seminasi, advokasi dan rentetan tulisan sering diupayakan. Dari kalangan ahli, akademisi, hingga aktivis selalu menyuarakan tentang bahayanya pelecehan dan menyuarakan sanksi yang tegas. Berbagai ahli pun sering berkumpul membahas ini dan itu dalam sebuah diskusi. Tapi faktanya kejadian demikian masih saja terjadi bahkan korbanya di kalangan mahasiswa sekalipun. Selama ini kampus memang masih menjadi salah satu tempat tersubur dalam melahirkan kasus pelecehan dan ironisnya pelakunya adalah oknum akademik.

Catatan Tahunan (CATAHU) Komnas Perlindungan Perempuan bahwa pada tahun 2019 ada sekitar 4.898 kasus pelecehan seksual yang terjadi. Walaupun setiap tahun data tersebut terjadi fluktuasi akan tetapi kasus demi kasus ibarat bola salju tak bisa dihentikan. Faktornya tentu banyak hal termasuk konstruk masyarakat kita yang cenderung patriarkal. Salah satunya mengapa pelecehan seksual mudah terjadi karena selama ini perempuan masih diposisikan sebagai objek yang inferior tidak bisa melawan. Belum lagi pandangan misoginisme masih juga subur. Sehingga dari berbagaimacam kasus perempuan bisa melawan setidaknya karena dua hal yaitu, kekuasaan dan kekuatan.

Di berbagai sekolah saat ini mewajibkan siswanya terutama perempuan untuk mengikuti ekstrakurikuler ketangkasan seperti silat, karate, judo, wushu, panahan, tinju, renang, lari dan lainya. Termasuk juga di kampus dengan dikhususkannya unit kegiatan mahasiswa (UKM) bernama Resimen Mahasiswa alias Menwa. Menwa dan Pramuka sering sekali jadi bahan bullyan di kampus sebagai satpam dan tukang parkir padahal manfaatnya begitu besar.

Menwa tidak lahir dari ruang kosong. Organisasi yang bertujuan untuk belanegara itu lahir dari rahim tentara, dulu dibentuk oleh Jepang di antaranya, Gokukotai, PETA dan SEINENDAN sekitar tahun 1942. Tujuanya tentu untuk mengawal dan mempersiapkan kemerdekaan Indonesia. Saat ini tentu Menwa masih berpedoman pada tujuan awal berdirinya tahun 1963, namun seiring berjalanya waktu mereka dipersiapkan untuk membela tanah air dengan anggotanya mahasiswa. Walau berbeda dengan organisasi militer dan organisasi sipil lainya tentu Menwa pun memiliki program dan tugasnya tersendiri. Tujuanya jelas yaitu pendidikan, latihan dan pengkaderan.

Dari berbagaimacam program Menwa seperti Latihan Dasar Resimen (Latsar), Kursus Kader, Pelatihan-pelatihan, Navigasi, Survival, Pendidikan Provost, Jurnalistik, Kehumasan, Koperasi yang tak kalah menarik yaitu Bela Diri. Selama ini tentu kita tahu baik itu Menwa atau ekstra ketangkasan lainya tujuannya yaitu untuk melatih, membina, mendidik peserta didik dalam sebuah wadah yang mengintegrasikan antara keilmuan dan jiwa militer.

Seperti yang telah dipaparkan di depan bahwa saat ini banyak orang tua yang memasukkan anaknya ke ekstra seperti ketangkasan. Termasuk mahasiswa yang secara sadar ingin mengikuti kegiatan Menwa. Alasanya sederhana yaitu melatih mental, pertahanan, dan untuk jaga diri. Dengan jiwa skorsa ala militer para perempuan seperti telah dibekali kepercayaan diri yang bertambah sehingga saat ada bahaya seperti predator seksual setidaknya mereka bisa melawan.

Kita tentu ingat pada 2008 ada acara TV "Be A Man". Sebuah acara yang digagas untuk menunjukan seberapa lelakinya seseorang. Acara tersebut didesain buat perempuan dan umumnya lelaki bergaya wanita, bisa juga disebut waria. Secara sempit acara demikian telah memperlihatkan bahwa kecakapan berupa kekuatan fisik terbukti bisa membuat lawan ketakutan. Selain kekuatan, kekuasaan seseorang pun bisa sangat mungkin membuat pelaku kejahatan menciut nyalinya. Coba anda bayangkan apa ada yang berani macam-macam dengan anak pejabat A misalnya, atau orang yang memiliki posisi strategis dalam sebuah instansi. Sepertinya kemungkinannya kecil seseorang akan berbuat yang aneh-aneh.

Padahal faktanya ikut Menwa atau eskul ketangkasan lebih menguras tenaga daripada eskul kognitif lainnya. Bisa dibayangkan saat pemanasan siswa diharuskan berlari-lari sambil menyanyikan lagu semangat. Setelah itu mereka melakukan pamanasan lanjutan berupa push up, back up, sit up dan lainya. Setelah itu melakukan baris-berbaris hingga merayap ala prajurit perang. Walaupun tampak tersiksa dengan serangkaian latihan fisik akan tetapi karena tekad dan niat semua bisa dijalani dengan sepenuh hati. Inti dari ajaran Menwa sebenarnya tidak seperti perploncoan yang sering kita dengar akan tetapi sesuai dengan mottonya yaitu Widya Castrena Dharma Siddha, yang bermakna "Dengan ilmu pengetahuan dan ilmu keprajuritan, berbakti kepada Negara” Menwa hadir sebagai juru terang, pembimbing siapa saja yang memiliki nyali untuk terus berlatih dan belajar.

Saat ini bagi anda khususnya perempuan apakah punya niat masuk Menwa? Jika iya kita tunggu dilatihan selanjutnya. Perempuan harus kuat bukan dari fisik tapi juga keilmuan. Kuat otot saja tidak cukup, kita perlu cerdas dan pintar. Hanya dengan cara itulah pelecehan dapat ditekan. Perempuan harus berdikari dan mandiri dengan dirinya sendiri.

the woks institute l 12.10.20





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde