Langsung ke konten utama

Refleksi Hari Jadi Kabupaten Indramayu Ke-493

             (Sumber gambar: Canva.com)

Woks

Tidak terasa kota yang dijuluki kota mangga ini genap berusia 493 tahun sejak ditetapkan berdasarkan PERDA No. 2 tahun 1977 bahwa 7 Oktober 1527 adalah hari lahirnya sesuai dengan catatan artefak yang berkembang di masyarakat. Tahun 2020 ini hari jadi Kabupaten Indramayu mengangkat tema "Mari Ciptakan Kenyaman, Keamanan dan Kesejahteraan untuk Indramayu". Tema yang memang sesuai dengan keadaan saat ini, apalagi kita masih berjibaku dengan pandemi. Keadaan yang memang membutuhkan kerja bersama, kekompakan untuk memutus mata rantai penularan Covid-19. Semua elemen masyarakat diharapkan masih terus berupaya sekuat tenaga agar kota ini baik-baik saja.

Di usia hampir setengah milenium itu Indramayu telah melewati berbagaimacam rentetan peristiwa sejarah termasuk daftar PR yang belum terselesaikan. Pekerjaan yang banyak tersebut tak lain demi tujuan mensejahterakan masyarakat. Tanpa tujuan mulia demi rakyat, pro rakyat kepemimpinan apapun tak akan berguna. Walaupun kita sudah mengalami suksesi kekuasaan beberapakali banyaknya. Apalagi saat ini Indramayu masuk ke dalam daerah yang akan menyelenggarakan kontestasi politik yaitu pemilihan Bupati dan Wakil Bupati tahun 2020.

Sederet Kasus dan Citra Diri

Kasus-kasus yang menjerat para pejabat kita tentu menjadi berita yang memprihatinkan. Hal itu tidak hanya terjadi di pusat akan tetapi terasa juga di daerah termasuk Indramayu. Kota ini mencatat beberapa kasus yang melibatkan pejabat mulai dari bupati hingga kepala desa. Entah itu kasus suap atau korupsi setidaknya catatan tersebut menjadi raport merah pejabat kita. Lebih dari itu realitas dengan adanya politik sektoral dan dinasti masih bertahan hingga saat ini.

Kota ini yang dulu jauh dari hingar bingar pemberitaan, semenjak beberapa kasus yang menasional maka jadilah terkenal salah satu contohnya ketika kasus suap lahan PLTU Sumuradem. Pada saat itu mantan Bupati Yance dianggap bertanggungjawab atas perizinan pembebasan lahan PLTU tersebut hingga akhirnya ia juga menjadi saksi bersama Pak JK di persidangan.

Belum lagi kasus pengunduran diri Bupati Anna Sophanah menjadi pertanyaan masyarakat mengapa hal itu terjadi dan apa pula yang melatarbelakanginya. Setelah itu tidak lama wakilnya yang menggantikan posisi bupati malah juga ikut tersandung kasus suap. Sehingga lengkap sudah H. Supendi harus puas digantikan oleh PLT H. Taufik Hidayat dan kini dijabat oleh PJS H. Bambang Tirtoyuliono.

Tentu dengan keadaan itu kita turut prihatin sekaligus sedih melihat para tokoh tersebut tersandung kasus. Walaupun kita sadar manusia tidak ada yang sempurna. Akan tetapi pemimpin adalah simbol kebesaran warganya. Mereka telah dipercaya masyarakat untuk mengemban amanah bukan menyia-nyiakannya.

Revolusi Budaya dan Moral

Masalah akhlak dan pemuda dewasa ini amat mengkhawatirkan. Masalah dekadensi moral tersebut memang tengah dialami oleh semua lapisan di manapun tempatnya termasuk di Indramayu. Sudah berapa banyak anak terlantar di jalanan. Belum lagi peredaran miras dan narkoba deras mengalir bahkan ada di sekitar kita. Kejadian kecelakaan karena balap liar juga masih sering kita temui. Belum lagi kasus pernikahan dini hingga hamil duluan menjadi bumbu sehari-hari.

Bahkan dulu untuk sekadar memakai pakaian tertutup pun belum semua berlaku. Setelah Bupati Yance terpilih ia langsung membawa gerakan agar pelajar memakai busana panjang dan tertutup. Lumayan hal itu masih berlaku hingga saat ini. Tapi kita masih hanya sebatas formalitas. Selebihnya masih tetap saja keadaan anak muda lebih terkesan pop karena adanya budaya modern yang masuk.

Kebudayaan daerah sedikit demi sedikit mulai terkikis. Hal itu terbukti dengan adanya gawai yang mencengkram. Nilai-nilai kearifan lokal menjadi tak berharga dan tak lagi di uri-uri. Berapa banyak orang dan anak muda yang lupa akan jatidirinya. Lebih jauh dari itu mengawal demokrasi di kota ini terasa begitu sulit sebab belum bersatunya semua elemen. Di tambah lagi politisasi dan oknum masih terus hidup salah satunya saat kita membuat atau mengurus KTP, KK atau surat SKCK. Masih kita temuai beberapa orang yang meminta uang sabun padahal secara prosedural mereka sudah mendapat gaji. Alasan klasisknya gaji itu untuk pokok jika uang demikian anggap saja TIP atau uang lelah. Dengan segenap alasanya tetap saja suap atau sogok menyogok masih subur terutama di kalangan akar rumput. Kapan hal ini bisa diperbaiki? entahlah kita hanya terus berusaha berjuang dan berdoa. Bahkan untuk sekadar belajar antri pun kita belum mampu.

Stigmatisasi Kota dan Arah Juang

Selama ini yang masih kita sedihkan salah satunya adalah terkait stigma yang melekat pada kota ini terutama yang berbau negatif. Stigma itu apalagi kecuali isu sosial terkait TKW, perceraian, dan yang populer tentang perempuan janda. Padahal kota ini sebenarnya tidak jelek-jelek amat. Setidaknya 9 Piala Adipura telah mampir di kota ini. Hal itu adalah bentuk penghargaan pemerintah akan komitmen kota ini dengan kebersihan lingkungan. Tapi apa daya sesuatu yang buruk lebih mudah diingat dari kebaikanya.

Saat kita merantau ke negeri orang lalu ditanya darimana asal dan menyebutkan Indramayu pasti orang langsung berkata, "ohh yang katanya banyak janda muda itu toh". Padahal orang tersebut belum mengetahui Indramayu yang sesungguhnya. Akan tetapi hal itu harus diakui bahwa kota ini masih terus berbenah. Saya juga sedikit aneh, banyak tempat, tradisi budaya di Indramayu mengapa yang dikenal malah janda mudanya?

Stigma tersebut tidak salah juga dan memang faktanya demikian bahwa angka pernikahan dini dan perceraian tergolong tinggi. Sehingga wajar saja kota ini selalu jadi perhatian publik. Bisa dibayangkan kasus perceraian bisa mencapai 70-150 perharinya. Mereka mengajukan gugatan cerai karena mental, ekonomi, ketidakcocokan, masalah keluarga dan lainya. Dan mayoritas kasus tersebut terjadi pada pasangan muda rentang usia 19-25 tahun. Maka dari itu bagi putra daerah diharapkan bisa memberi warna dan ikut dalam mengentaskan permasalahan ini. Setidaknya kita buktikan kepada semua orang kota ini akan lebih baik nantinya.

Mengubah masyarakat memang bukan perkara mudah. Kita butuh waktu lama dan dengan tangan lembut. Semua tidak bisa instan dan pastinya hal itu merupakan arah juang kita dalam membentuk manusia yang beradab. Lantas apakah kita menyalahkan sejarah? tentu tidak. Saat ini kita hanya perlu optimis seiring banyaknya ilmuan dan ilmu pengetahuan kita yakin suatu hari nanti budaya itu bisa diperbaiki.

Harapan Masa Depan Kota Indramayu

Harapan demi harapan sebenarnya telah tertuang dalam motto kabupaten Indramayu akan tetapi semua harapan itu harus diwujudkan secara gotong royong. Tanpa kebersamaan semua harapan itu terasa hampa. Harapan besar tersebut tertuang dalam "Sapta Karya Mulih Harja" atau tujuh kebijakan strategis dalam mengelola masyarakat Kabupaten Indramayu, yaitu:

1.Meningkatkan kemakmuran masyarakat melalui penguatan lembaga ekonomi kerakyatan serta keserasian industri dan pertanian.
2. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia berbasis ajaran agama, ilmu pengetahuan, teknologi (Iptek ) dan budaya lokal.
3. Meningkatkan peran masyarakat dalam mewujudkan keunggulan daerah yang berbasis kearifan lokal.
4. Mengembangkan infrastruktur wilayah dan pengelolaan lingkungan secara selaras, lestari dan optimal.
5. Mengembangkan reformasi birokrasi dengan mewujudkan pemerintahan yang bersih, profesional dan mengayomi rakyat.
6. Menguatkan peran pemerintah desa dalam pemberdayaan masyarakat.
7. Meningkatkan pendapatan asli daerah.

Ke tujuh poin tersebut merupakan gambaran besar tentang harapan di hari esok kita tak boleh lupa bahwa PR selalu menunggu untuk dikerjakan. Warga Indramayu sebenarnya unik maka perlu adanya pemberdayaan secara maksimal. Kita juga merupakan klan bahasa Ngapak plus Sunda yang juga kaya budaya. Kebudayaan yang kaya itu diharapkan bisa menjadi jatidiri penopang kehidupan bermasyarakat. Semoga saja di kesempatan ini dan akan datang kita bisa berjuang bersama mewujudkan Indramayu yang lebih baik.

Dirgahayu Indramayu ke-493 semoga jaya selalu.

the woks institute l 7.10.20





Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mahasiswa Tidak Mencatat?

Woko Utoro Sudah berulang kali saya menemukan di mana mahasiswa jarang mencatat. Utamanya ketika presentasi makalah di ruang online catatan akan sangat sukar ditemui. Parahnya lagi fenomena itu merebak baik dalam presentasi di kelas maupun forum seminasi ilmiah. Presentasi di ruang online tak ubahnya radio butut, tak didengarkan dan dibiarkan berlalu. Saya berhusnudzon jika catatan mahasiswa beralih dari buku ke note digital dalam gawai. Tapi apakah hal itu bisa dipercaya? tentu saya meragukannya. Beberapa kali saya tidak menjumpai jika mahasiswa mencatat apa yang seharusnya mereka butuhkan. Selama ini kita bisa mengamati bahwa catatan sudah tidak dianggap penting. Akibatnya selain tidak membaca mahasiswa juga minim mencatat dan lengkaplah sudah ketertinggalan kita soal pengetahuan. Saya menduga dan semoga saja ini tidak benar. Mengapa mahasiswa tidak mencatat padahal hampir seluruh kegiatan dan pelaporan dalam tugas kuliah selalu berkaitan erat dengan dunia tulis menulis. Tapi faktany

Kebudayaan Agraris Padi Digantung di Rumah

Woks Kebudayaan kita memang kaya baik budaya yang lahir dari peradaban pesisir, sungai ataupun petani. Kebudayaan agraris utamanya di Jawa dan Bali pasti tidak akan melupakan sosok Dwi Sri sebagai jelmaan atau simbol kesuburan. Nama ini selalu menjadi tokoh utama apalagi ketika musim tanam dan panen tiba. Dalam berbagai sumber termasuk cerita yang berkembang, orang-orang Jawa khususnya sangat menghormati tokoh Dwi Sri sebagai aktor lahirnya padi yang menjadi makanan pokok sehari-hari. Ia juga dipercaya sebagai penunggu daerah gunung dan bumi begitu juga dengan Nyai Roro Kidul penguasa lautan. Salah satunya tradisi yang sering kita jumpai yaitu budaya menggantungkan padi di atas dapur, depan pintu rumah dan lumbung padi. Tradisi ini tentu sudah berkembang sejak lama. Entah apa motifnya yang jelas orang-orang tua dulu begitu menghormati dan tidak melupakan nilai-nilai kearifan yang ada di dalamnya. Dalam bahasa Sunda, padi dikenal dengan nama “paparelean’ karena kakek nenek sangat bingun

Catatan Makrab bersama Mahasiswa Jabo

Bang Woks* Suatu saat di sesi wawancara TV, Bang Mandra pernah ditanya satu kata untuk mewakili orang Betawi. Beliau menjawab, orang Betawi itu "ceplas-ceplos". Apa yang dikatakan Bang Mandra sebagai salah seorang seniman Betawi tentu benar adanya. Hal itu pula yang saya temui ketika hadir di acara Makrab Komunitas Mahasiswa Jabodetabek. Komunitas Mahasiswa Jabodetabek atau biasa disebut Mahasiswa Jabo didirikan sekitar tahun 2018. Di antara orang-orang sepuh yang saya kenal yaitu Bang Heru, Depta, Luthfian, Qoni dan Ohang. Merekalah yang dalam pandangan sempit saya beberapa menjadi pionir atas berdirinya komunitas tersebut. Mereka menyebut perkumpulan tersebut dengan frasa "Persodaraan". Sebuah frasa yang khas Betawi banget. Memang jika kita dengar misalnya "ettdah, buju busyet, suwe banget lu, tong mau kemane, nyak babe pergi dulu, ncing bayar dulu gopek, gue mau ke Rawa Bebek, sombong amat lu, emang banda ngkong lu, udah gile lu ya, muke lu kayak salak Conde